Pengaruh Gizi Buruk pada Anak
Oleh : dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
Gizi buruk kembali menjadi berita yang menghiasi media massa di Indonesia. Radar Bojonegoro awal april 2008 ini juga berturut – turut tiap hari memberitakan, kembali ditemukannya anak dengan gizi buruk dan kasus – kasus gizi buruk di salah satu kabupaten.
Sejak dahulu telah diketahui bahwa makanan dibutuhkan oleh manusia untuk dapat tetap hidup. Tapi bahwa kekurangan makanan yang berakibat gizi buruk dapat menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan pada kesehatan baru mulai disadari pada abad ke 19. Dan itupun diketahui secara kebetulan, ketika pada awal abad ke 19 di dunia terjadi ’sindroma klinik’ yang hebat akibat kekurangan vitamin pada makanan, sehingga perhatian para ahli kesehatan tercurah ke ilmu makanan (nutrition), yang akhirnya lahirlah ilmu gizi, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara makanan dengan zat – zat yang terkandung di dalamnya (gidzha - gizi).
Gizi buruk disebabkan karena kurangnya asupan makanan sumber kalori protein dalam waktu yang lama secara terus – menerus, yang biasanya disertai dengan penyakit infeksi. Kekurangan asupan makanan mengakibatkan daya tahan tubuh sangat lemah sehingga mudah terkena penyakit infeksi.
Secara epidemilogis, gizi buruk merupakan hasil kumulatif dari berbagai faktor yang terdapat dalam masyarakat, antara lain kemiskinan, bahan makanan yang tidak tersedia atau sukar diperoleh di pasar, ketidaktahuan atau kurang pengetahuan atau kurang peduli akan kebutuhan makanan anak, pelayanan kesehatan dasar yang kurang memadai dan kebersihan serta sanitasi lingkungan buruk yang merupakan faktor resiko terjadinya penyakit infeksi yang memperberat gizi buruk.Unicef tahun 1998 telah mengidentifikasi akar permasalahan tersebut adalah pada faktor ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan.
Terlepas dari berbagai faktor penyebab gizi buruk, yang jelas gizi buruk memberi pengaruh yang buruk pada anak. Perkembangan fisik anak akan terganggu, kemungkinan terkena penyakit lebih besar dan kecerdasan anak akan terganggu, bahkan dapat mengakibatkan keterbelakangan mental (retardasi mental).
Para ahli telah menyelidiki pada binatang percobaan. Terbukti bahwa sel – sel keturunan binatang akan rusak secara permanen, jika anak menderita kekurangan gizi sejak dini. Penyelidikan yang sama juga dilakukan terhadap manusia, menunjukkan bahwa kerusakan – kerusakan otak akan lebih sukar diperbaiki pada anak yang di tahun – tahun pertama kehidupannya menderita gizi buruk.
Defisiensi Protein
Gizi buruk yang berarti terjadi defisiensi protein atau kekurangan protein pada anak dapat berakibat fatal pada kecerdasan anak. Terutama kekurangan protein pada tiga bulan pertama kehidupannya. Pada masa ini perkembangan otak paling cepat terjadi dan kecepatannya tergantung sintesa protein. Jika terjadi sintesa protein yang kurang disebabkan asupan protein yang kurang atau sebab – sebab lain, keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel – sel otak dan akan dapat menyebabkan bermacam – macam abnormalitas.
Percobaan pada tikus telah membuktikan, tikus yang asupan proteinnya sengaja dikurangi ternyata tidak mampu berlari pada jaring – jaring yang ruwet. Juga percobaan pada tikus yang bunting, pengurangan asupan protein sampai di bawah normal, tanpa harus mengurangi zat – zat lain yang diperlukan, ternyata menyebabkan keturunannya mengalami perkembangan otak yang tidak normal dan otaknya tetap kecil.
Kekurangan protein merupakan penyakit yang diakibatkan gizi salah. Resiko lebih berat bila terjadi pada anak di bawah lima tahun (balita). Ini karena kebutuhan balita per kilogram berat badan lebih besar dibanding orang dewasa, disamping adanya resiko balita lebih sering mendapatkan penyakit infeksi yang berulang – ulang, sehingga menyebabkan mereka kurang gizi yang akhirnya berujung dengan gizi buruk. Karena itulah hendaknya pada awal kehidupan anak harus diperhatikan gizi makanannya, karena hal ini akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Avitaminosis
Gizi buruk yang berarti terjadi avitaminosis atau kekurangan vitamin berpengaruh buruk pada anak. Kekurangan vitamin A ternyata tidak hanya berpengaruh pada mata yang menyebabkan penyakit rabun jauh, keratomalasia, xerosis kornea, kebutaan dan penyakit lain pada mata, tapi juga berpengaruh terhadap kecerdasan anak.
Penelitian membuktikan, bahwa anak yang menderita kekurangan vitamin A mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah sekali dan biasanya ini ditandai dengan kepala anak yang kecil.
Vitamin B penting sekali untuk efisiensi fungsi otak, begitu juga vitamin C. Pada masa awal kehidupan anak kekurangan vitamin B khususnya vitamin B6 sering terjadi. Dan ini dapat menyebabkan retardasi mental yang parah. Sedangkan kekurangan vitamin C dapat menurunkan intelegensia anak.
Kekurangan vitamin E juga berakibat parah terhadap otak bayi, karena vitamin E penting dalam mencegah terjadinya zat beracun penyebab berhentinya pembelahan sel dan sintesa protein. Bila vitamin E cukup dapat meringankan kerusakan jaringan yang terjadi pada otak.
Akhirnya, kita harus memperhatikan makanan, sebagaimana Allah SWT telah berfirman, ”Fal yanzhuril insaanu ilaa tha’aamih/Maka hendaknya manusia memperhatikan makanannya” (QS. 80/24), agar generasi di bawah kita dan sesudahnya tidak lemah. ”Wal yakhsyal ladziina lau tarakuu min khalfihim dzurriyatan dhi’aafan khaafuu’alaihim.../Dan hendaklah takut kepada Allah orang – orang yang sekiranya meninggalkan anak – anak yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka...” (QS. 4/9). Wallahua’lam bishshawab.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Kedokteran Unmuh Malang dan Dokter Ahli Konsultan RSI NU Lamongan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar