Menunda Haid Untuk Berpuasa
Oleh : dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
Menghadapi puasa di bulan Ramadan, bagi wanita yang ingin melaksanakan puasa sebulan penuh, terdapat halangan haid yang menyebabkan dilarangnya berpuasa atau batalnya puasa wanita yang berpuasa. Perkembangan ilmu kedokteran menawarkan obat untuk menunda haid, sehingga wanita bisa mengerjakan puasa Ramadan sebulan penuh.
Haid secara lughot bahasa Arab artinya sesuatu yang mengalir. Sedangkan menurut hukum syara’ atau hukum fiqih artinya adalah darah yang keluar mengalir dari rahim (uterus) wanita secara alami, tanpa sebab dan pada waktu-waktu yang tertentu saja. Haid adalah darah alami, tidak muncul karena sebab penyakit, luka, keguguran arau bersalin. Karena haid adalah darah alami, maka teksturnya juga berbeda, sesuai kondisi, lingkungan, dan temperatur udara tempat wanita tersebut hidup. Oleh sebab itu, kaum wanita sendiri berbeda-beda satu dengan yang lainnya.secara signifikan dalam soal haid. Dalam QS.2:222 disebutkan tentang haid, “Yas-aluunaka’anil mahiidh qul huwa adzaa…/Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah,’Haid itu adalah darah kotor…”
Dari segi medis, haid adalah suatu keadaan dimana rahim permukaannya (endometrium) lepas disertai perdarahan, akibat tidak terjadinya pembuahan (fertilisasi). Di permukaan rahim yang penuh dengan luka-luka, terjadi perlepasan permukaan yang selanjutnya akan diikuti oleh pembaharuan permukaan rahim itu. Hal tersebut dapat terjadi antara lain karena pengaruh hormon-hormon yang dikeluarkan oleh kelenjer wanita.
Dimulainya haid yang pertama merupakan dimulainya ciri khas kedewasaan seorang wanita, dimana terjadi adanya perubahan siklus pada alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Siklus tersebut merupakan proses yang kompleks dan harmonis meliputi otak (serebrum,hipotalamus, hipofisis) alat kelamin (genitalia) dan kelenjer-kelenjer (korteks adrenal, glandula tiroid dan kelenjer-kelenjer lainnya), yang dalam keadaan normal berlangsung tiap bulan sekali.
Usia pertama kali mengalami haid paling rendah kira-kira sembilan tahun atau lebih. Biasanya sampai usia kira-kira lima puluh tahun haidnya itu berhenti sendiri (menopause). Boleh jadi seorang wanita mengalami haid sebelum atau sesudahnya, sesuai dengan kondisi, lingkungan, dan pertumbuhan seorang wanita itu sendiri.
Lama haid tidak tentu, ada yang sedikit (beberapa saat saja) seperti yang terjadi pada Fatimah Azzahrah putri Nabi SAW, ada yang beberapa hari, dan paling lama lima belas hari. Biasanya sekitar enam sampai tuju hari.
Lama haid sesuai dengan yang biasa terjadi pada seorang wanita dan pada setiap wanita bisa berbeda. Bila lama haid tidak seperti biasanya, bisa jadi bukan darah haid tetapi darah istihadhoh (darah penyakit). Nabi Muhammad SAW telah bersabda, “’An Hamnata binti Jahsyin qoolat : Kuntu ustahaadhu haidhotan katsiirotan syadiidatan. Fa ataitun Nabiya shollallaahu’alaihi wasallam : Astaf tiihi. Faqoola innamaa biya rokhdotun minasysyaithooni, fa tahayyadhii sittata ayyaamin au sab’ata ayyaamin. Tsummaghtasilii fa idzastanqo-aati fa shollii arba’ata wa ‘isyriina au tsalaatsata wa ‘isyriina wa shuumii wa shollii fa inna dzaalika yujzi-uka wa kadzaalika faf’alii wa kulla syahrin kamaa tahiidlunnisaa-u /Dari Siti Hamnah binti Jahas, ia berkata: Saya pernah dapat haid sangat lama, lalu saya dating kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda : Sebetulnya itu adalah tipuan setan belaka. Oleh karena itu jadikanlah engkau berhaid enam hari atau tuju hari. Kemudian mandilah engkau. Maka apabila cukup hitungan hari haidnya demikian, hendaknya engkau lakukan shalat selama dua puluh empat atau duapuluh tiga hari. Puasalah dan shalatlah yang demikian itu sahlah untuku, begitulah seterusnya engkau lakukan tiap-tiap bulan, seperti wanita yang lain.”
Warna darah haid telah dinyatakan oleh Nabi SAW, “An Aa’isyata anna Faathimata binti Abii Hubaisyin, kaanat tustahaadhu. Faqoola Rasuulullohi shollalloohu ‘alaihi wasallam : Inna damal haidhi damun aswadu yu’rofu…/Dari ‘Aisyah, sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy, telah mengeluarkan darah penyakit. Lalu Rasulullah SAW berkata kepadanya: Sesungguhnya darah haid itu hitam warnanya dikenal benar di kalangan kaum wanita…”
Darah yang keluar waktu haid berasal dari perdarahan dalam rongga rahim, sebagai akibat terkelupasnya selaput lendir rahim. Kira-kira pada hari ke lima atau ke enam setelah haid mulailah timbul kembali selaput lendir baru, yang makin lama makin menebal, karena pengaruh beberapa zat yang disebut hormon estrogen dan progesteron.
Pada sekitar hari keempatbelas atau kelimabelas sebelum datangnya haid berikutnya, indung telur (ovarium) mengeluarkan sel telur (ovum) yang disebut peristiwa ovulasi. Pada saat ini dikatakan seorang wanita dalam keadaan masa subur. Apabila dalam masa subur ini sel telur tidak dibuahi, artinya tidak ada sel benih pria (spermatozoa) yang masuk ke dalam alat kandungan, maka sel telur tadi masuk ke dalam rongga rahim dalam keadaan tidak berubah, sehingga indung telur berhenti mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron, yang mengakibatkan kematian serta terkelupasnya selaput lendir rahim, disertai perdarahan yang disebut dengan haid. Demikian seterusnya siklus haid ini akan berulangkali terjadi, kecuali bila terjadi pembuahan atau kehamilan.
Haid menyebabkan haramnya wanita berpuasa. Bila ia melakukannya juga, puasa tersebut tidak sah. Namun ia wajib mengganti puasa wajib yang ditinggalkannya, berdasarkan hadits Nabi, dari ‘Aisyah RA berkata “Dulu kami pernah mengalami haid, kami pun diperintahkan untuk mengganti puasa…” (HR. Bukhari Muslim).
Apabila seorang wanita haid, sementara dia dalam keadaan puasa Ramadan, maka puasanya menjadi batal walaupun datangnya haid tersebut sudah hampir Maghrib dan ia wajib mengganti puasanya. Bila ingin menunda haid yang akan terjadi pada puasa Ramadan dapat diupayakan dengan obat-obatan.
Menunda haid dengan obat-obatan mempengaruhi hormon estrogen dan progesteron, baik dengan obat pil atau suntikan. Pil atau suntikan bisa diberikan beberapa hari sebelum perkiraan haid akan terjadi. Bila berupa suntikan bisa hanya sekali suntik yang dapat berpengaruh sampai kerja obat suntik itu berada, bisa sampai tiga bulan. Biasanya suntikan ini diberikan pada wanita yang ada riwayat tidak bisa haid karena efek samping obat suntik keluarga berencana Bila berupa pil maka pil harus diminum tiap hari sesuai aturannya sampai dengan masa menunda haid diinginkan.
Aspek hukumnya terdapat berbagai pendapat para ulama. Syekh Al-Maqdisy Al-Hambaly dan Yusuf Al-Qardawy, tokoh fikih kontemporer, berpendapat bahwa wanita yang mengkhawatirkan puasanya tidak sempurna, maka ia boleh menggunakan obat untuk menunda haidnya. Alasan mereka adalah karena wanita tersebut sulit meng-qadha’ puasanya pada hari lain, sedangkan larangan menunda haid itu tidak ada sama sekali dalam nas. Disamping itu menunda haid tersebut tidak membawa bahaya bagi wanita tersebut.
Majelis Ulama Indonesia dalam sidang komisi fatwanya pada tahun 1984 menetapkan, penggunaan obat untuk menunda haid dengan maksud agar dapat menyempurnakan puasa Ramadan sebulan penuh pada dasarnya hukumnya makruh (bila dilakukan tidak apa-apa, bila tidak dilakukan mendapat pahala). Tetapi, bagi wanita yang mengalami kesulitan untuk meng-qadla’ puasanya yang tertinggal di hari lain, maka hukumnya adalah mubah (boleh). Wallahu a’lam bishshawab.
*) Penulis adalah Dosen Program Kebidanan UNISLA dan Fakultas Kedokteran UMM, Alumni Pondok Pesantren Ya Nabiul Ulum Sidoresmo dan Roudlotul Qur’an Lamongan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar