KARYA AKHIR
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DO’A PRABEDAH TERHADAP NYERI PASCABEDAH
NURUL KAWAKIB
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSU Dr. SOETOMO
SURABAYA
2005
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DO’A PRABEDAH TERHADAP NYERI PASCABEDAH
KARYA AKHIR
Untuk memenuhi persyaratan
mendapatkan keahlian di bidang Ilmu Bedah
dalam Program Studi Ilmu Bedah
pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Telah diuji di hadapan
Panitia Ujian Karya Akhir
Pada Hari Senin
3 Oktober 2005
Oleh :
NURUL KAWAKIB
Lembar Pengesahan
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DO’A PRABEDAH TERHADAP NYERI PASCABEDAH
Pembimbing :
Urip Murtedjo, dr. SpB (K). FInaCS. PGD. Pall.Med. (ECU).
Telah diuji pada Ujian Karya Akhir
Tanggal 3 Oktober 2005
PANITIA PENGUJI KARYA AKHIR
Ketua :
Prof. Sunarto Reksoprawiro, dr. SpB (K) Onk. FinaCS.
Anggota :
Urip Murtedjo, dr. SpB(K). FinaCS. PGD. Pall. Med. (ECU).
Harun Al Rasjid, dr. SpB. KBD.
Prof. DR. Dr. Med. Paul Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FinaCS. FCTS.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan, karena atas kekuatan-Nya karya ilmiah akhir yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah terhadap Nyeri Pascabedah” ini dapat terselesaikan di tahun 2005 M/1426 H.
Dalam menyelesaikan karya akhir ini saya memperoleh bantuan dan sumbangan dari banyak pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
- Urip Murtedjo, dr. SpB(K). PGD.Pall.Med.(ECU). FInaCS, sebagai pembimbing, yang ditengah kesibukannya selalu memberi perhatian dan bimbingan yang sangat berharga dalam penyelesaian karya akhir ini.
- Prof. Sunarto Reksoprawiro, dr. SpB. (K) Onk. FInaCS, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah, yang telah banyak memberikan jalan kemudahan.
- Para penguji proposal penelitian yaitu Prof. Sunarto Reksoprawiro, dr. SpB(K) Onk. FinaCS, Prof. DR. Dr. Med. Paul Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FCTS. FinaCS, Harun Al-Rasjid, dr. SpB.KBD, Urip Murtedjo, dr. SpB (K). PGD. Pall. Med. (ECU). FinaCS, atas semua asupan dan usulan untuk penyempurnaan karya akhir ini.
- Kepala Bagian Orthopaedi, Prof. DR. Djoko Roeshadi, dr. SpB, SpOT, atas izin melaksanakan penelitian dengan subyek penderita orthopaedi.
- Pimpinan dan staf Laboratorium Prodia Surabaya dan Jakarta, yang telah memberikan kemurahan dalam pemeriksaan laboratorium untuk penelitian ini.
- Budiono, dr. MPH, sebagai konsultan metode penelitian dan statistik.
- Alm. KH. Ms.Aminuddin Ridlo, pendiri PP. Roudlotul Qur’an Lamongan dan H.A. Ali Arifin, Drs. MM, pengasuh PP. Roudlotul Qur’an/ staf pengajar Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang telah banyak memberikan masukan tentang spiritualitas Islam.
- Djoko S, dr. dan Hj. Arthika P. Ir, pendiri/pengasuh PPP. Al-Islam Sidoarjo, atas kerelaannya membantu penelitian ini dan penulisan ayat Qur’an/Hadis.
- Direktur RSU Dr. Soetomo Surabaya, H. Slamet R. Yuwono, dr. DTM&H, MARS, Rektor Unair Prof. DR. Dr. Med. H. Puruhito, dr. SpB. SpBTKV. FICS. dan Dekan FK Unair Prof. DR. HMS. Wiyadi, dr, SpTHT (K), yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan bekerja.
- Kepala Bagian Ilmu Bedah, Prof. DR. Dr. Med. Paul Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FCTS. FinaCS, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan keahlian serta bimbingannya dalam menunaikan tugas.
- Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya yang tidak mengenal lelah dalam memberikan wawasan, ilmu dan ketrampilannya.
- Seluruh residen dan paramedis di RSU Dr. Soetomo, atas kerjasamanya.
- Ibu saya Hj. Amimah, almarhum ayah saya H. Abdul Adhim dan mertua saya H. Abdul Aziz, almarhumah Hj. Zaenab, yang telah mengasihi dan mendidik saya. Istri saya Hj. Husnul Khotimah dan anak saya IZ. Akbar, Ihya’uddin MA yang telah sabar dan penuh pengertian memahami keberadaan studi saya.
- Semua pihak yang telah membantu saya & tidak bisa disebutkan satu persatu.
Kepada semuanya, semoga Allah senantiasa menerima segala amalnya dan mengampuni segala kesalahannya.
Atas kekurangan dan kesalahan saya mohon maaf serta mohon perbaikannya. Semoga karya akhir ini bermanfaat, Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Surabaya, 3 Oktober 2005
Nurul Kawakib
RINGKASAN
Nyeri pascabedah masih merupakan masalah pada penderita yang mengalami pembedahan. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya harus secara holistik yaitu memperhatikan penderita seutuhnya yang meliputi biopsikososiospiritual.
Sebagaimana telah diketahui timbulnya nyeri tergantung dua komponen yaitu komponen sensoris dan komponen afeksi. Namun sampai saat ini pengelolaan nyeri pascabedah terutama ditujukan pada komponen sensoris saja.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a yang merupakan salah satu pendekatan terapi penderita, disamping biopsikososial, dapat mempengaruhi komponen afeksi penderita sehingga dapat dilakukan pengelolaan nyeri yang lebih baik dan terarah.
Peneliti memakai konsep nyeri sebagai stressor dan pemberian pendekatan spiritual dan do’a adalah untuk membantu mekanisme coping terhadap stres yaitu dengan modulasi kognitif.
Dilakukan uji eksperimental dengan rancangan penelitian randomized pre test post test control group design. Subyek penelitian adalah pasien dengan patah tulang paha tertutup yang akan mengalami pembedahan di RSU Dr. Soetomo.
Subyek didapatkan dengan cara consecutive sampling sampai jumlah minimal sampel sebanyak 18 orang terpenuhi. Setelah memenuhi kriteria inklusi dan menandatangani informed consent, dibagi secara random menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan pendekatan spiritual dan do’a.
Pemeriksaan variabel tergantung yaitu kortisol dilakukan satu jam sebelum pembedahan dan pascabedah setelah sadar dari pengaruh anestesi. Sedangkan intensitas nyeri dinilai pasca bedah hari ke 1, 2 dan 3 dengan Skala Analogi Visual (VAS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan spiritual dan do’a menurunkan intensitas nyeri secara bermakna (p = 0,0001) dan mengurangi respon neuroendokrin kortisol secara bermakna (p = 0,003).
Jadi dapat dibuktikan bahwa konsep nyeri pascabedah dipengaruhi stressor psikis (komponen afektif), sehingga pendekatan spiritual dan do’a sebaiknya menjadi bagian sebagai pengelolaan komponen afektif dalam pengendalian nyeri pascabedah, selain dengan pendekatan farmakologis.
ABSTRACT
Postoperative pain is still a major problem for patients after surgery. Holistic approach which consider patient as a unique biopsikososiospiritual individu should be used to solve the problem.
The origin of “state of pain” condition is dependent upon two components : the sensory and the affect. However until now the management of the postoperative pain focused mainly on the sensory component.
The research aim is to prove that spiritual and praying approach, which are a therapeutic approach besides biopsikososial, influence the affect of the patients and there by can be conducted to a better and focused pain management.
This study used the concept of pain as a stressor and by giving spiritual and praying approach the coping mechanism to the stress is assisted with cognitive modulation.
An interventional clinical study was conducted with randomized pre test and post test control group design. The subjects of the study were 18 patients admitted with closed femoral fracture, which will be operated at Dr. Soetomo Hospital and were found by consecutive sampling.
Having met the inclusion criteria and signed the informed consent, they were divided randomly into treatment and control group. Spiritual and praying approach was given to the treatment group.
Plasma cortisol level as a dependent variable was measured one hour before surgery and postoperative after the patient gained their full consciousness. Meanwhile, the intensity of pain was evaluated on the first, second, and third day after surgery used The Visual Analog Scale (VAS).
The result revealed that spiritual and praying approach significantly decreased the intensity of pain (p = 0,0001) and decreased neuroendocrine cortisol respone (p = 0,003).
It can be proven that postoperative pain affected with psychological stressor and therefore spiritual and praying approach as an affective modulator should be recommended as a part of postoperative management, besides pharmacological treatment.
Keywords : Spiritual approach, praying, pain
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ……………….…………………………………….. v
RINGKASAN ……………………………………………………………… vii
ABSTRAK …………………………..……………………………………... ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………..………. xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………......... xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xvi
DAFTAR SINGKATAN … ………………………………………………… xvii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………….………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ………..…..………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………..………... 4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………… 4
1.3.1 Tujuan Umum …………………..…….…………………….. 4
1.3.2 Tujuan Khusus …………..……………….…………………. 4
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………... 5
2.1 Nyeri ……………………………………………….…………. 5
2.1.1 Definisi Nyeri …………………………………………..…… 5
2.1.2 Patofisiologi Nyeri …….……………...………………….… 5
2.1.3 Kecemasan Prabedah dan Nyeri Pascabedah ……..………… 14
2.2 Pendekatan Spiritual …………….…………………….………. 15
2.2.1 Spiritual Islam sebagai Kebutuhan dan Kewajiban ……...….. 15
2.2.2 Spiritual Islam tentang Sakit dan Terapi ….….……………..... 17
2.2.2.1 Sakit sebagai Cobaan ………………………………………. 17
2.2.2.2 Adab dikala Sakit …………………………………………... 18
2.2.2.3 Legalitas Islam Terapi Medis dan Bedah .………...….….… 20
2.3 Do’a ………………………………….………………...……..… 21
2.3.1 Arti dan Hakekat Do’a …………….……...……..………...…. 21
2.3.2 Manfaat Do’a dalam Terapi ………...…………………...…… 23
2.3.3 Do’a-Do’a dalam Terapi …….……………..……………….... 25
2.4 Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah serta Mekanisme
Coping ……………………………………………………….... 29
2.5 Pendekatan Spiritual dan Do’a sebagai Kontrol Kognitif dalam
Pengendalian Nyeri ……………………………………………. 30
2.6 Nyeri sebagai Stresor Psikis dan Respon Hormon
Neuroendokrin ………………………………………………….. 31
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN … 33
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ………………………………. 33
3.2 Hipotesis Penelitian……………………………………………... 34
BAB 4 METODE PENELITIAN ………………………………………….. 35
4.1 Rancangan Penelitian …………………………………………... 35
4.2 Subyek Penelitian ……………………………………………….. 35
4.2.1 Populasi dan Sampel ……….…………………..…………….. 35
4.2.2 Besar Sampel ………………………………………...…...….. 35
4.2.3 Kriteria Inklusi …………………………………….…..……… 36
4.2.4 Kriteria Eksklusi ………………………..…….………………. 36
4.3 Variabel Penelitian …………………………………….………… 36
4.3.1 Variabel Bebas ………………………..………..……………… 36
4.3.2 Variabel Tergantung ………………..…..……………………. 37
4.4 Definisi Operasional ……………………………….……………. 37
4.4.1 Pendekatan Spiritual dan Do’a ………………...……………… 37
4.4.2 Nyeri ……………………….…………………………….…… 38
4.4.3 Kortisol ………………………………………………..……… 39
4.5 Alur Penelitian …………………………………..…………….. 40
4.6 Tempat Penelitian …………………………….……………….. 41
4.7 Waktu Penelitian ……………………………..………………... 41
4.8 Alat dan Bahan ………………..………………………………. 41
4.9 Prosedur Penelitian ……………………………...……………… 41
4.10 Cara Pengolahan dan Analisa Data …………..………….……. 43
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN …..... 44
5.1 Hasil Seleksi Sampel …………………………………………… 44
5.2 Data Karakteristik sampel…………………….…………….…… 44
5.2.1 Uji Normalitas……. ………….……..………………………… 44
5.2.2 Uji Homogenitas……. …….…………..…….….…..……….... 45
5.3 Analisis Data Prabedah ………………… …………………….… 45
5.4 Analisis Data Pascabedah ……………………………………….. 46
BAB 6 PEMBAHASAN ………………………………………………..……. 48
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 54
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….…... 55
DAFTAR AYAT AL-QUR’AN ……………………………………………… 64
DAFTAR RIWAYAT HADIS …………………………….……….…………. 76
LAMPIRAN ………………………………………………………..….……… 84
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1 : Karakteristik sampel …………...….……………………………………. 44
Tabel 2 : Perubahan Kortisol Prabedah dan Pascabedah pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol ………………………..…………….…….……… 45
Tabel 3 : Perbedaan Selisih Kortisol Prabedah dan Pascabedah antara
Kelompok Perlakuan dan Kontrol ……...………………………..….…… 46
Tabel 4 : Perbandingan Visual Analog Scale Pascabedah pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol ………………………………..…...……..……… 46
Tabel 5 : Jenis Operasi antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……. 47
Tabel 6 : Perbedaan VAS hari I, II dan III antara jenis Operasi Plating, Nailing,
Nailingplating………………………………………………………...…. 47
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1 : Diagram Jaras–Jaras Nyeri ………………………...……..…..…… 6
Gambar 2 : Jaras-Jaras Nyeri Konsep Descartes ………………...……………. 9
Gambar 3 : Kerangka Konsep Penelitian …………………….……..………… 33
Gambar 4 : Skala Analogi Visual …………………………………..…...…….. 39
Gambar 5 : Alur Penelitian ………………………………………..……...…… 40
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran I : Persetujuan Mengikuti Penelitian …………………..……………. 84
Lampiran II: Ringkasan Komunikasi Spiritual Islam tentang Sakit dan Terapi... 85
Lampiran III : Lafal dan Cara Do’a …………………..……………….………… 86
Lampiran IV : Cara Pengukuran Intensitas Nyeri …………………….……….. 88
Lampiran V : Status Penderita dan Hasil Variabel Tergantung............................ 89
Lampiran VI : Data Pembedahan …………………………………………..…… 89
Lampiran VII : Analisa Statistik ………………………………………….……… 90
Lampiran VIII : Hubungan Mekanisme Coping dengan Stres ............................... 99
Lampiran IX : Bagan Fisiologi Nyeri, Pengaruh Stres dan Pendekatan Spiritual
pada Persepsi Nyeri ....................................................................... 99
DAFTAR SINGKATAN
ACTH : Adreno Cortico Trophic Hormon
AS : Alaihis-Salam
ASA : American Society of Anesthesiologist
CRH : Corticotropin Releasing Hormon
CBG : Cortisol Binding Globulin
FPIA : Fluorescense Polarization Assay
GABA : Gama Amin Butiric Acid
GBPT : Gedung Bedah Pusat Terpadu
H : Hijriyah
H+ : (Ion) Hidrogen
HR : Hadis Riwayat
HPA : Hypophyse Pituitary Adrenal
IASP : International Association for The Study of Pain
K+ : (Ion) Kalium
M : Masehi/Miladiyah
MRS : Masuk Rumah Sakit
PAG : Periaquadectal Grey
QS : Qur’an Surat
RA : Radhiyallahu ‘Anh
SAW : Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
SM : Sebelum Masehi
VAS : Visual Analog Scale
WHO : World Health of Organisation
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dari sejarah perkembangan kerumahsakitan diketahui, bahwa pada sekitar 4000 tahun SM ditemukan mula-mula tempat perawatan orang sakit selalu menjadi satu dengan tempat kegiatan agama (spiritual) dan agar mendapat pertolongan dari Tuhan usaha terapi pada penderita selalu dikaitkan dengan ajaran–ajaran agama (pendekatan spiritual).1-4
Pada permulaan abad ke 19, terjadi pemisahan kerumahsakitan dari tempat keagamaan, karena waktu itu pemerintah telah aktif ikut campur dalam pengaturan kesehatan, akibatnya pendekatan spiritual terapi ikut terlupakan. Dan pada abad ke 20, teknologi kedokteran berkembang dengan cepat, yang mewarnai pengelolaan rumah sakit. Pengelola berlomba-lomba memodernisasi rumah sakit dan mendatangkan peralatan mutakhir. Kesemuanya itu membawa pengaruh yang besar terhadap cara berfikir, sikap dan perilaku para dokter. Pendekatan manusiawi yang dilakukan terhadap penderita, menurut Ishom 1986, beralih kepada pendekatan materialistik dan pendekatan spiritual semakin terlupakan. 3-6
Pendekatan spiritual merupakan pendekatan penting dan sebagai suatu keharusan pada terapi penderita, disamping pendekatan biopsikososial, karena dalam menghadapi penderita yang terganggu kesehatannya harus secara holistik yaitu memperhatikan penderita seutuhnya yang menurut World Health of Organisation (WHO, 1984) meliputi biopsikososiospiritual.7-10
Dr.Anne Mc Caffrey, staf Harvard Medical School, Boston, Massachusetts dalam Journal of The American Medical Association mengatakan bahwa para dokter seharusnya menggali pengetahuan spiritual penderita untuk memperbaiki pemahaman mereka terhadap penyakit dan kesehatan. Dia telah memimpin penelitian di Amerika tentang pendekatan spiritual dengan tambahan do’a dalam terapi.11
Pendekatan spiritual (Islam), menurut Nasr 2002, adalah pendekatan dengan nilai-nilai Ilahi yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an adalah kitab suci (QS.2:2) merupakan kumpulan wahyu Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (QS.16:44), selama rentang waktu 23 tahun dalam masa tugas kenabiannya (610 - 633 M), untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman hidup (QS.17:9) dalam mencapai keridhoan Allah (QS.92:20) dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (QS.2:201). Hadis merupakan ucapan, perbuatan dan sikap Nabi SAW. Nabi SAW memberikan contoh–contoh konkret yakni teladan Nabi SAW (QS.33:21). Teladan Nabi SAW ini telah diperintahkan oleh Allah agar ditiru dan ditaati, karena mentaati Nabi SAW berarti mentaati Allah (QS.4:80).12-15
Pendekatan spiritual yang berhubungan dengan terapi pada penderita antara lain dengan mengetahui spiritualitas tentang sakit dan terapi serta berdo’a di kala sakit. Dengan mengetahui spiritualitas tentang sakit dan terapi serta berdo’a diharapkan dapat mendukung proses terapi dan menurut Sholeh 2000 dapat sebagai preemptive cognitive analgesia yang dapat menurunkan nyeri pascabedah.16-19
Nyeri pascabedah adalah nyeri akut yang paling banyak didapatkan dan dialami beribu–ribu penderita setiap harinya di seluruh dunia. Brasseur dan Poisson 1996 menyebutkan, bahwa nyeri pascabedah masih merupakan masalah lebih dari 50 % penderita yang dilakukan pembedahan, meskipun pengetahuan dan metoda penanggulangan nyeri berkembang pesat. 20-23
Proses timbulnya nyeri, menurut Melzack 1986, diketahui tergantung dua komponen yaitu komponen sensoris dan komponen afeksi, tetapi sampai saat ini pengelolaan nyeri terutama ditujukan pada komponen sensoris, karena itu timbul pemikiran apakah dukungan pengelolaan komponen afeksi dapat menjadi salah satu alternatif masalah tersebut.22-24
Pengelolaan komponen afeksi dimaksudkan sebagai pengelolaan kecemasan penderita. Beberapa peneliti menemukan kecemasan prabedah yang tidak dikelola dengan baik akan meningkatkan nyeri dan menurut Carlson 1994 dapat tercermin pada sekresi hormon neuroendokrin yaitu kortisol yang tinggi.22-25
Pengelolaan komponen afeksi antara lain dengan pendekatan psikologis. Rehatta 1999 pada disertasinya telah meneliti pengaruh pendekatan psikologis prabedah terhadap toleransi nyeri dan respon ketahanan imunologik pascabedah, dan ternyata pendekatan psikologis meningkatkan toleransi nyeri atau menurunkan intensitas nyeri serta mengurangi respon hormon neuroendokrin secara bermakna (p = 0,01). Pendekatan psikologis yang dilakukan pada penelitian tersebut dengan komunikasi yaitu diskusi tentang kecemasan penderita untuk menimbulkan persepsi dan motivasi positif mengenai pembedahan serta penyampaian informasi prosedur pelaksanaan pembedahan, anastesi dan pascabedah serta nyeri.22-25
Pendekatan spiritual dan do’a dapat mengelola kecemasan. Ibnu Sina (dokter, usia 10 tahun hafal Qur’an, 370-428 H/980-1037 M) mengatakan, bahwa faktor yang turut andil untuk menghindari kecemasan adalah kembali kepada (mentaati) Allah (QS.51:50).Dengan pendekatan spiritual dan do’a dapat menyebabkan kembali kepada Allah, ingat Allah (dzikrullah). Dengan dzikrullah, menurut Allah seperti tersebut dalam Qur’an Surat Ar-Ra’du/13 ayat 28,dapat menjadi tenang/tenteram.16-19
Oleh karena itu dapat disimpulkan, sebagaimana adanya pengaruh pendekatan psikologis sebagai pengelolaan kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah, mungkin terdapat pengaruh pendekatan spiritual dan do’a sebagai pengelolaan kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah.
1.2. Rumusan Masalah
1.Apakah pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan nyeri pascabedah ?
2.Apakah pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan sekresi hormon kortisol ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk membuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah mengurangi nyeri pascabedah.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.Membuktikan bahwa nyeri pascabedah kelompok yang mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah lebih rendah dibanding nyeri kelompok yang tidak mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah.
2.Membuktikan bahwa respon sekresi hormon kortisol pada kelompok yang mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah lebih rendah dibanding respon sekresi hormon kortisol kelompok yang tidak mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Mengembangkan cara pendekatan biopsikososiospiritual dalam pengelolaan nyeri pascabedah, selain pendekatan farmakologis, untuk mengurangi nyeri pascabedah.
2. Melengkapi pengendalian nyeri pascabedah dengan cara pendekatan spiritual dan do’a prabedah, untuk mengurangi nyeri pascabedah.
3. Mengembangkan metode pendekatan spiritual yang terstruktur dan terencana.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
2.1.1 Definisi Nyeri
Menurut Merskey 1980 yang kemudian dipakai International Association for The Study of Pain (IASP) dan dipublikasikan tahun 1986, nyeri adalah suatu rasa dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, disebabkan oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan kerusakan. Sedangkan menurut Woodruff 1996, karena nyeri bersifat subyektif, definisi nyeri yang lebih praktis adalah apa yang dikatakan pasien sakit, apa yang digambarkan pasien dan bukan apa yang dianggap orang lain seharusnya.26-29
Berdasarkan penyebab dan lamanya berlangsung, Melzack 1986, mengemukakan adanya perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik. Penyebab nyeri akut jelas, terlokalisasi dan hilang dengan sembuhnya kerusakan jaringan. Nyeri pascabedah merupakan nyeri akut.28-31
2.1.2 Patofisiologi Nyeri
Menurut Sosnowki 1992, nyeri disebabkan oleh rangsangan reseptor nyeri (pain receptors) yang disebut nosiseptor di ujung saraf bebas (free nerve endings), selanjutnya ditransmisikan melalui saraf perifer ke tanduk dorsal medula spinalis. Di tempat ini mereka bersinaps dengan sel-sel dari jaras spinotalamik yang membawa impuls (rangsangan) ke atas medula spinalis, melalui batang otak ke talamus. Dari talamus impuls diserahkan ke berbagai daerah korteks serebral yang membangkitkan persepsi nyeri serta reaksi terhadap nyeri tersebut (gambar1).22,32-34
Ujung saraf bebas di kulit dan jaringan ikat (somatic nociceptors) serta visceral (visceral nociceptors) dapat dirangsang secara fisik (tekanan, panas, distensi visceral)
Gambar 1 : Diagram Jaras-Jaras Nyeri (Sumber : Sellers EM, Mount BM, Bethune GW, Chevalier IM, Emeads JG, Machets RA, et al., editors. Cancer Pain, A Monograph on the Management of Cancer Pain. Canada : Minister of Supply and Services; 1984. p. 6 – 8).
tetapi lebih sering diaktifkan oleh rangsangan kimiawi akibat cedera atau peradangan jaringan. Cedera jaringan menyebabkan produksi dan akumulasi berbagai zat algesik termasuk prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin, ion potassium dan hidrogen yang telah terbukti mempengaruhi nosiseptor.32-35
Serabut saraf dari nosiseptor somatik berjalan sepanjang saraf perifer dan memasuki medula spinalis melalui akar dorsal, sedangkan sekitar 20 % serabut dari nosiseptor visceral masuk melalui jalur ventral. Serabut aferen visceral dan somatik bersatu pada neuron yang sama di medula spinalis, serabut spinal yang naik (ascending) sama untuk impuls dari keduanya, visceral dan somatik.32-35
Di tanduk dorsal medula spinalis, saraf sensoris aferen ini bersinaps dengan serabut dari jaras spinotalamik ascendens, secara langsung atau melalui suatu sistim kompleks serabut penghubung dari interneuron, melibatkan berbagai neurotransmiter termasuk substansi P dan glutamat.Terminal presinap dari serabut sensoris aferen mengandung reseptor opioid yang mengikat substansi opioid endogen (endorphin) atau obat opioid eksogen. Pengikatan tersebut mengurangi atau memblokir pelepasan neurotransmiter oleh saraf sensoris aferen, sehingga mengurangi atau menghilangkan sensasi nyeri.32-35
Impuls nyeri yang ditransmisikan ke talamus dilanjutkan ke berbagai daerah korteks cerebri antara lain ke daerah sensoris lobus parietal yang memberi lokasi dan interprestasi nyeri, sistim limbik yang terlibat dalam respon afektif dan otonomik terhadap nyeri, lobus temporal yang terlibat dalam memori nyeri dan lobus frontal dimana fungsi kognitif menilai kemaknaan nyeri serta respon emosional terhadap nyeri tersebut.32-35
Mekanisme endogen utama inhibisi (hambatan) nyeri adalah supresi (penekanan) impuls nyeri pada tanduk dorsal oleh jaras-jaras descenden dari otak tengah (midbrain) dan batang otak (brainstem). Pusat-pusat ini menerima masukan dari korteks, talamus dan pusat otak tengah lainnya, dan melalui bermacam jaras descenden merangsang interneuron penghambat di tanduk dorsal medula spinalis, menghasilkan analgesia atau mengurangi nyeri. Neurotransmiter yang terlibat di jaras penghambat descenden adalah noradrenalin dan serotonin.32-35
Descartes 1644 telah mengemukakan teori tradisional yaitu teori spesificity yang menganggap nyeri sebagai suatu fungsi spesifik, rangsang nyeri dihantarkan oleh serabut saraf khusus langsung ke pusat somatosensorik di otak (komponen sensoris) dan menimbulkan respon, sehingga intensitas nyeri yang dirasakan sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan. Komponen afeksi hanya sebagai reaksi psikis terhadap nyeri (gambar 2).32-35
Perkembangan ilmu merubah paradigma nyeri, dari teori spesificity yang sudah dianut sejak Descartes sampai teori gate control oleh Melzack dan Wall 1965, dimana komponen afeksi berupa proses psikologis diyakini merupakan bagian integral nyeri dan sangat berperan dalam proses timbulnya nyeri. Nyeri merupakan hasil akhir dari interaksi kompleks proses fisiologi, psikologi dan biokimiawi. Interaksi kompleks ini menimbulkan plastisitas pada sistim saraf yaitu kemampuan sel neuron berubah struktur dan fungsi sebagai respon terhadap rangsang internal maupun eksternal. Plastisitas bersifat adaptif bila merupakan penyesuaian terhadap lingkungan atau maladaptif bila perubahan ini menyebabkan gangguan fungsi. Plastisitas bisa terjadi karena proses modulasi supraspinal terjadi karena adanya kontrol kortikal. Faktor afeksi dapat mempengaruhi persepsi dan menghambat transimisi impuls nyeri.30-33
Tahapan proses nyeri antara lain secara transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah perubahan rangsang nyeri menjadi impuls listrik. Kerusakan jaringan dan reaksi jaringan sekitarnya menyebabkan rangsangan pada
Gambar 2 : Jaras-Jaras Nyeri Konsep Descartes (Sumber : Bonica JJ. The Management of Pain. 2nd ed. London : Lea & Febiger; 1990. p.2 – 17).
nosiseptor yang terdapat di ujung saraf bermielin A delta dan ujung saraf C yang tidak bermielin.22,34-36
Kerusakan sel dan refleks otonom pembuluh darah lokal mengakibatkan keluarnya berbagai mediator kimia ke jaringan. Mediator kimia ini antara lain ion K+, H+, prostagandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Berbagai mediator tersebut mengaktifkan reseptor nyeri sehingga terjadi impuls listrik berupa arus elektrobiokimia yang diteruskan lewat serabut saraf A delta dan C ke neuron korda spinalis kemudian ke korteks.22,34-36
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari saraf perifer ke neuron korda spinalis kemudian melewati jaras spinotalamik menuju talamus sebagai pintu gerbang sistim sensoris ke korteks serebri. Sebagian besar serabut saraf dari lateral talamus di proyeksikan ke korteks somatosensoris yang bertanggung jawab terhadap aspek sensasi sedangkan sebagian besar serabut saraf dari medial talamus di proyeksikan ke sistim limbik dan korteks asosiasi yang bertanggung jawab terhadap aspek afeksi. Terdapatnya serabut saraf yang menghubungkan kedua jaras tersebut, menunjukkan eratnya hubungan fungsi kedua sistim tersebut.21,22,34,36
Transmisi sepanjang akson neuron berlangsung karena proses polarisasi depolarisasi, dan dari neuron pre sinaps melalui neurotransmiter. Neurotransmiter yang kini diketahui berperan utama dalam proses penerusan rangsang nyeri adalah substansi P.22,34-36
Modulasi adalah proses pengendalian nyeri. Modulasi dapat berarti meningkatkan maupun menghambat transmisi impuls, terjadi di perifer maupun sentral. Modulasi perifer yang meningkatkan impuls nyeri disebabkan oleh mekanisme antara lain mediator biokimiawi yang dikeluarkan karena kerusakan jaringan dan inflamasi menyebabkan nosiseptor terangsang oleh rangsang dibawah nilai ambang yang disebut sebagai sensitisasi perifer, dan digiatkannya nosiseptor yang sebelumnya tidak aktif. Proses tersebut meningkatkan besarnya masukan impuls aferen ke kornu dorsalis. Selanjutnya masukan impuls tersebut menyebabkan perubahan intraseluler pada neuron korda spinalis. Modulasi perifer yang menghambat terjadi melalui kontrol presinaps oleh serabut saraf besar A beta terhadap transmisi impuls nyeri serabut saraf halus A delta yang diperantarai oleh GABA. Hambatan saraf A beta dipengaruhi oleh kontrol kortikal.22,34,36
Modulasi sentral dimunculkan oleh teori gate control oleh Melzack dan Wall 1965 yang kemudian dikembangkan Melzack dan Casey 1968. Melzack dan Casey membagi proses nyeri dalam dua sistim operasional, yaitu aspek sensoris diskriminatif dan aspek motivasi afektif. Aspek sensoris diskriminatif dijalankan oleh jaras spinotalamik yang berakhir di talamus lateral dan diproyeksikan ke korteks somatosensoris, berfungsi dalam identifikasi intensitas maupun lokasi rangsang. Fungsi ini berhubungan dengan nilai ambang nyeri yang umumnya sama pada setiap individu. Sedangkan jaras paramedian spinotalamik yang berakhir di medial talamus melewati sistim retikuler dan limbik ke korteks asosiasi berfungsi memberikan perasaan tidak menyenangkan sehingga lebih menggambarkan kualitas nyeri. Aspek motivasi afektif tidak tergantung pada lokasi dan penyebab nyeri, tetapi terutama berhubungan dengan intensitas nyeri.22,34,36
Modulasi sentral berhubungan dengan hambatan nyeri endogen. Bonica 1990 menggambarkan modifikasi model konseptual gate control. Terdapat mekanisme kontrol kortikal yang saling berinteraksi yaitu antara kontrol kognitif oleh neokorteks, bersama sistim motivasi afektif sistim sensoris diskriminatif. Proses kognitif bertanggung jawab memberikan informasi prakondisi, kecemasan, perhatian, sugesti, nilai budaya dan arti penyebab nyeri yang akan mempengaruhi reaksi sistim motivasi afektif dan sensoris diskriminatif. Bagian frontal dari korteks menjadi mediator antara proses kognitif dengan sistim motivasi afektif dan mempertahankan berdasarkan pengalaman terdahulu adanya emosi yang tidak menyenangkan maupun reaksi penolakan terhadap nyeri. Kontrol kognitif dapat langsung memodulasi transmisi nyeri lewat proyeksi dorsolateral sebelum impuls mencapai sistim motivasi afeksi dan sensoris diskriminatif, bila impuls dikenal berdasarkan pengalaman terdahulu. Sedangkan pengaruh motivasi dan afeksi dalam proses modulasi, ditunjukkan oleh proyeksi sistim hambatan dari batang otak ke kornu dorsalis. Dengan demikian masukan rangsang nyeri dengan cepat mengalami proses identifikasi, evaluasi dan modulasi sebelum tubuh menentukan sikap dan cara menghadapi.22,34,36
Persepsi adalah hasil rekonstruksi internal tentang rangsang. Proses rekonstruksi terjadi dengan adanya interaksi antara sistim sensoris yang mengantarkan rangsang dengan kontrol kognitif di neokorteks dan sistim limbik yaitu hipokampus dan amigdala. Selain dari talamus sebagai pusat pembagi informasi sensoris, amigdala yang bertanggungjawab dalam hal respon emosi menerima informasi tentang rangsang nyeri dari neokorteks yaitu pusat kognitif dan asosiasi sensoris maupun dari hipokampus. Korteks prefrontal sebagai kontrol kognitif terutama penting untuk mengendalikan respon emosi negatif karena bagian korteks ini berhubungan dan menerima informasi dari semua area sensoris dan asosiasi sensoris. Hipokampus berfungsi mengenali dan mengingat makna rangsang berdasarkan data masa lalu. Umpan balik dari amigdala ke korteks dan hipokampus memberikan kesadaran tentang respon emosi dan penyesuaian sikap. Hasil interaksi ini adalah sensasi nyeri dengan respon emosi tertentu.22,34,37
Respon emosi negatif akan menempatkan nyeri sebagai suatu kondisi yang mengancam atau stresor, sebaliknya respon emosi positif menurunkan terjadinya nyeri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi tentang nyeri menentukan intensitas rangsang nyeri yang dapat diterima tanpa keluhan. Contoh yang terkenal adalah pengamatan Beecher 1956 pada prajurit yang terluka di medan perang dunia kedua di Itali. Prajurit–prajurit ini kurang bahkan tidak merasa nyeri karena intensitas rangsang nyeri yang diterima tanpa keluhan dan daya tahan terhadap nyeri. Hal ini disebabkan persepsi tentang luka dan nyeri bagi mereka adalah peluang untuk pulang dan berakhirnya peperangan. Bila persepsi dan respon emosi terhadap masukan rangsang nyeri negatif, nyeri dikategorikan ancaman atau stresor. Dengan demikian terjadi peningkatan nyeri dan peningkatan sekresi kortisol sebagai indikator adanya reaksi stres yang disebabkan nyeri.19,22,32
Perbedaan afeksi nyeri pada dua individu, menurut Chapman 1985, disebabkan oleh perbedaan persepsi. Sedangkan persepsi dan respon emosi terhadap nyeri dipengaruhi oleh dua variabel yaitu faktor predisposisi dan faktor situasional. Faktor predisposisi misalnya intelegensia, kepribadian, status sosial, nilai budaya dan pengalaman sebelumnya. Faktor situasional misalnya adanya motivasi, depresi dan kecemasan. Faktor predisposisi merupakan faktor yang tidak dapat atau sukar dikendalikan. Faktor situasional bersifat sementara dan timbul oleh kondisi tertentu misalnya perubahan lingkungan atau kurangnya pengetahuan tentang masalah yang dihadapi. Oleh karena itu terhadap faktor situasional dapat dilakukan upaya perubahan.22
Nyeri secara fisiologi, menurut Weisenburg 1990, adalah sensasi yang sarat dengan modulasi. Modulasi terjadi di tingkat perifer, korda spinalis dan kortikal melewati alur sensoris maupun kognitif. Oleh karena itu dapat dilakukan intervensi untuk menghambat komponen sensoris maupun mempengaruhi komponen afeksi. Salah satu alternatif upaya mempengaruhi komponen afeksi adalah dengan modulasi kognitif yang diharapkan dapat merubah persepsi dan mempengaruhi respon emosi terhadap nyeri.22
Komponen afeksi menyebabkan nyeri. Menurut Field tahun 1989, nyeri yang dirasakan tidak setara dengan intensitas rangsang yang menimbulkannya. Demikian juga rangsang dengan intensitas yang sama dapat dirasakan berbeda pada individu. Perbedaan nyeri yang disebabkan perbedaan afeksi dicerminkan oleh perbedaan intensitas nyeri. Intensitas nyeri dapat dipakai untuk menilai komponen afeksi yaitu makin rendah intensitas nyeri berarti makin positif afeksi terhadap nyeri. Dengan demikian keberhasilan modulasi kognitif terhadap komponen afeksi dapat diketahui dari tinggi rendahnya intensitas nyeri.22
2.1.3 Kecemasan Prabedah dan Nyeri Pascabedah
Chapman 1985 menyebutkan, kecemasan merupakan status emosi yang paling sering didapatkan pada masa prabedah, disebabkan kondisi situasional. Kecemasan adalah ekspresi respon emosi normal yang timbul karena kesadaran fungsi kognisi tentang situasi yang mengancam dan adanya ketidakpastian. Kecemasan prabedah timbul karena perubahan lingkungan, kurangnya pengetahuan tentang pembedahan, anestesi, nyeri dan berbagai masalah yang terkait. Dari berbagai observasi klinik diketahui adanya hubungan linier kecemasan prabedah dengan nyeri pascabedah dan dari penelitian Johnson 1986 diketahui bahwa kecemasan memuncak sejak dua hari prabedah.22,38-41
Susunan saraf pusat yang berperan dalam timbulnya kecemasan adalah korteks dan sistim limbik. Korteks mengenal dan menganalisis kondisi yang mengancam, kemudian informasi ini diteruskan ke sistim limbik yaitu di hipokampus dan amigdala. Sistim limbik terutama berperan dalam pengkondisian respon emosi yang negatif. Titik tangkap kondisi mengancam atau tidak menyenangkan adalah pada nukleus basolateral amigdala.19,22
Nukleus sentral berhubungan dengan bagian otak yang terkait dengan kontrol sistim endokrin, otonom dan perilaku, sehingga informasi respon emosi dapat menimbulkan respon stres selanjutnya. Penelitian mengenai sirkuit persarafan menyimpulkan bahwa respon emosi terhadap suatu rangsang diperbesar oleh rangsang tidak menyenangkan yang diberikan bersamaan, karena kedua rangsang ini bersinaps pada nukleus sentral amigdala. Hal ini menjelaskan mekanisme meningkatnya respon emosi terhadap nyeri pascabedah bila terdapat pra kondisi kecemasan prabedah.22
Kecemasan juga mempengaruhi alur sensoris, karena menyebabkan kepekaan nosiseptor yang mekanismenya antara lain timbul refleks spinosimpatis (spino symphatetic) dengan mikrosirkulasi sekitar reseptor nyeri sehingga terjadi iskemia yang meningkatkan kepekaan nosiseptor dan pelepasan nor epinephrin dari ujung saraf simpatis. Selain meningkatkan kepekaan juga mempunyai efek langsung pada nosiseptor, serta refleks segmental somatomotorik, menimbulkan kejang otot yang menimbulkan rangsangan pada nosiseptor di otot.19,22
Jadi kecemasan prabedah mempunyai pengaruh ganda dalam meningkatkan nyeri pascabedah yaitu mempengaruhi komponen afeksi karena efek pra kondisi dan mempengaruhi komponen sensoris karena meningkatkan kepekaan nosiseptor. Mengurangi kecemasan prabedah merupakan upaya yang bersifat pre emptive cognitive analgesia. Diharapkan menurunnya atau hilangnya kecemasan dapat memperbaiki respon emosi dengan demikian menurunkan nyeri pascabedah.22
2.2 Pendekatan Spiritual
2.2.1 Spiritual Islam sebagai Kebutuhan dan Kewajiban
Spiritual, menurut Ary 2004, berasal dari kata spirit artinya murni. Maksudnya bila jiwa manusia murni atau jernih, maka akan menemukan potensi mulia dirinya, sekaligus menemukan siapa Tuhannya, karena pada manusia ditiupkan oleh Tuhan suara hati dan sama persis dengan sifat-sifat Ilahi (Asmaul Husnah) yang terletak pada god spot (titik Tuhan). Ramachandran tahun 2000 dan timnya dari California University yang menemukan eksistensi god spot dalam otak manusia, dan disebutnya sudah built in sebagai pusat spiritual.42-45
Spiritual Islam, menurut Nasr 2002, merupakan kata yang bahasa Arabnya adalah ruhaniyyah, diambil dari bahasa Al-Qur’an (QS.17:85). Maksudnya yang terkait dengan dunia ruh yang berkaitan dengan Ilahi yaitu dalam seluruh kasus, termasuk sakit, dikaitkan dengan nilai-nilai Ilahi, sehingga terjadi suatu kedekatan dengan Tuhan.15
Esensi spiritual Islam adalah realisasi dari yang terungkap dalam Al-Qur’an, berdasarkan teladan kenabian dari Nabi SAW. Tujuan dari spiritual islam adalah memperoleh sifat-sifat Ilahi dengan teladan Nabi SAW dan wahyu Al-Quran sehingga meraih kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (QS.2:201).15
Kehidupan spiritual didasarkan pada pengetahuan tentang Allah, kecintaan kepada Allah (QS.5:54), kepatuhan kepada kehendak-Nya. Spiritual Islam adalah cinta yang selalu diwarnai dan dikondisikan dengan pengetahuan dan didasarkan pada kepatuhan yang telah dipraktekkan dan terkandung dalam kehidupan sesuai dengan hukum Ilahi. Siapa saja yang memandang Tuhan sebagai norma yang penting dan menentukan atau sebagai prinsip hidupnya disebut spiritual.15
Menurut Najati 2003, manusia memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhan spiritual. Secara fitrah manusia memiliki kesiapan (potensi) untuk bertauhid (mengesahkan Allah), mendekatkan diri kepada Allah, kembali kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya ketika dalam situasi genting, termasuk ketika sakit.46
Manusia ketika di alam ruh sebelum diciptakan di alam dunia telah mengambil perjanjian dengan Tuhan, sebagaimana Allah telah berfirman : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(QS.7:172). Ayat tersebut, menurut Nurcholish Madjid, merupakan janji primordial atau janji fundamental antara manusia dan Tuhan bahwa manusia akan menyembah Tuhan.46,47
Menurut Nurcholish Madjid 1995, para ahli tafsir mengaitkan perjanjian ini dengan fitrah manusia. Karena itu seruan dalam kitab suci agar manusia menerima agama yang benar yaitu menjalankan nilai–nilai Ilahi (spiritual islam), dikaitkan dengan fitrah Allah tersebut. Firman Allah “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan penuh minat kepada kebenaran, sesuai dengan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atau fitrah itu” (QS.30:30). Agama atau dalam istilah kitab suci “din” artinya tunduk dan patuh kepada Allah yang tidak lain adalah pelaksanaan janji primordial tersebut.46,48
Makna “tunduk dan patuh” secara luas meliputi secara keseluruhan tingkah laku dalam hidup ini harus tidak lepas dari nilai-nilai Ilahi dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhan (QS.51:56). Kemudian dalam wujud hariannya, tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan spiritual Islam yang merupakan inti agama itu mengandung arti mengarahkan seluruh pekerjaan untuk mencapai ridha Allah (QS.92:20) merupakan pelaksanaan perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia tersebut diatas. Dan itu adalah kewajiban.46,48
2.2.2 Spiritual Islam tentang Sakit dan Terapi
2.2.2.1 Sakit Sebagai Cobaan
Sakit merupakan cobaan (musibah, ujian) dari Allah (QS.57:22) kepada makhluk ciptaan-Nya, yang dimaksudkan-Nya agar makhluk yang sekaligus sebagai khalifah (QS.2:30) ini agar bersabar menerima cobaan-Nya (QS.2:155–156), berprasangka baik (Hadis Qudsi), ridha (QS.92:20), ikhlas (QS.6:162) dan ingat kembali bahwa dirinya akan kembali kepada-Nya (QS.21:35).48-51
Dalam usaha menanggulangi persoalan sakit pada dirinya ini si khalifah tadi secara statistik atau sunatullah akan berikhtiar (QS.3:159) mencari pengobatan sesuai keyakinan dan pengetahuannya, sebagian akan ke dokter. Dalam usahanya Allah akan mengaruniakan kepadanya kesembuhan (QS.26:80) atau tidak.50-53
Bagi mereka yang benar-benar sadar bahwa itu adalah cobaan Allah, maka setelah ia berusaha sekuat kemampuannya ia akan tawakal kepada Allah (QS.3:159) dan memohon kepada Allah kesembuhan dengan sabar (QS.2:155), berdo’a (QS.40:60) serta menjadikan sakit dan hasil ikhtiarnya dapat dijadikan sebagai pemacu menuju tujuan hidup yang sebenar-benarnya menurut Allah (QS.51:56).49,50
Sakit sebagai cobaan yang terjadi pada Nabi Ayyub AS merupakan sebaik-sebaik contoh dan teladan bagi orang sakit, yang tercantum dalam Al-Qur’an. Nabi Ayyub AS telah menderita penyakit yang parah sehingga tersiksa (QS.38:41), tetapi dia beraqidah benar, beriman secara sempurna dan syariat terus dikerjakan serta berakhlak sabar, pasrah atas ketetapan-Nya, ikhtiar, berdo’a dan tawakal, kemudian sembuhlah penyakit yang ada padanya (QS.38:41-44, QS.21:84).54-57
2.2.2.2 Adab dikala Sakit
Menurut Aa Gym 2002, adab dikala sakit adalah berakhlak sabar dalam menghadapi cobaan (QS.2:155-156) berupa sakit. Sebab, ada kalanya orang yang sakit menjadi hina karena ketidaksabarannya. Akhlak sabar yang diperlukan saat sakit antara lain berprasangka baik kepada Allah, tidak berkeluh kesah, mentafakuri hikmah sakit, menyempurnakan ikhtiar untuk sembuh dan berniat untuk sembuh.48,57,58
Akhlak sabar berprasangka baik pada Allah dikala sakit, karena Allah sesuai dengan prasangka hambaNya (hadis qudsi) dan setiap penyakit yang diderita hakekatnya sudah diukur oleh Allah. Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya (QS.2:286).48,57,58
Akhlak sabar tidak berkeluh kesah karena berkeluh kesah termasuk tanda-tanda dari ketidaksabaran. Bila terpaksa berkeluh kesah diusahakan proposional dengan sakitnya dan tidak mendramatisir. Ada baiknya mengeluh dengan menyebut nama Allah.48,58,59
Akhlak sabar mentafakuri hikmah sakit karena banyak hikmah dibalik kejadian penyakit yang terjadi. Bersabar dalam mentafakuri hikmah sakit berarti bersabar menjalani proses sakit yang dialami. Salah satu hikmah sakit adalah terhapusnya dosa. Dengan begitu, salah satu hikmah sakit ialah kesempatan untuk mengintropeksi diri, terutama terhadap sejumlah kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Dalam HR. Bukhari diriwayakan bahwa suatu ketika Abdullah bin Mas’ud RA menghampiri Nabi SAW yang tengah sakit. Saat itu ia meraba tangan Nabi SAW sambil berkata, :Ya Rasulullah, penyakit Anda sangat berat.” Nabi SAW memberikan jawaban, “Benar, penyakit saya ini sama dengan penyakit dua orang di antara kamu.” Abdullah menjawab lagi,”Itulah sebabnya Anda mendapat pahala dua kali lipat.” Segera Nabi SAW membalas, ”Benar!” Dan dilanjutkan dengan sabdanya lagi, ”Setiap orang Islam yang mendapat bencana penyakit dan lain-lain, maka Tuhan menggugurkan (mengampuni) kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon kayu menggugurkan daunnya.48,58,60
Akhlak sabar menyempurnakan ikhtiar (QS.13:11) untuk sembuh adalah dengan berusaha ke ahlinya dan disiplin. Ada orang yang harus ke dokter ini-itu tetapi terus mengeluh karena uangnya habis untuk berobat. Padahal tanpa disadarinya biaya itupun pada dasarnya dari Allah.48,57,58
Akhlak sabar untuk berniat sembuh penting karena agar tidak menyerah pada rasa sakit. Niat sembuh karena Allah (QS.6:162). Dengan selalu memancangkan niat untuk sembuh karena Allah akan dapat membuat diri sembuh, tidak hanya sembuh secara fisik tapi juga sembuh dari sisi spiritual. Inilah yang sering disebut sehat wal’afiat.48,57,58
2.2.2.3 Legalitas Islam Terapi Medis dan Bedah
Spiritual lain yang penting diketahui adalah adanya legalitas Islam terapi medis dan bedah. Al-Qur’an dan Hadis menunjukkan legalitas terapi dan tidak ada larangan bagi penderita untuk berobat dengan terapi medis dan bedah. Dalil-dalil atas legalitas terapi dari Al-Qur’an antara lain Allah melarang membunuh diri sendiri (QS.4:29). Dalam ayat itu terdapat larangan seseorang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang bisa menghantarkan kepada kematiannya. Meninggalkan terapi penyakit termasuk hal yang tercakup dalam membunuh diri sendiri. Hal ini tampak jelas di dalam sikap meninggalkan terapi pada saat sakit kritis. Jadi terapi penyakit termasuk perkara yang dibolehkan Allah, karena Allah memerintahkan agar tidak membunuh diri sendiri atau berusaha membinasakan diri sendiri (QS.2:195).57,61-63
Legalitas terapi medis dan bedah dari hadis antara lain hadis Abu Hurairah dari Nabi SAW, sabdanya “Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Dia pasti menurunkan obat baginya.” (HR. Bukhari). Hadis Jabir bin Abdullah dari Nabi SAW, sabdanya “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat penyakit itu tepat, maka dia sembuh dengan izin Allah.”(HR.Muslim). Imam Nawawi di dalam syarah-nya terhadap hadis tersebut mengisyaratkan bahwa terapi penyakit hukumnya mustahab (dianjurkan) dan di dalam hadis ini terdapat penjelasan tentang keabsahan ilmu pengobatan. Ibnu Qayyim (dokter, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, ahli sejarah, ahli bahasa arab, 1354 M) berkata, “Di dalam hadis-hadis shahih tersebut terdapat perintah terapi penyakit dan terapi penyakit tidak menafikan (menghilangkan) tawakal sebagaimana tawakal tidak dinafikan oleh upaya menghilangkan penyakit. Bahwa pengabaian upaya terapi penyakit dapat mencemari tawakal, sebagaimana mencemari perintah.”61-64
Hadis lain dari Usamah bin Syuraik, ia berkata,”Aku mendatangi Nabi SAW dan para sahabat beliau. Kemudian ada orang badui bertanya, “Ya Nabi, apakah kami boleh berobat ? “Nabi SAW menjawab,”Berobatlah kalian, sesungguhnya Allah tidak meletakkan sesuatu penyakit kecuali Dia pasti meletakkan obat baginya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit tua.” (HR.Tirmidzi). Hadis Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Nabi SAW mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Kaab, lalu tabib itu memotong bagian anggota tubuhnya kemudian melakukan sengatan api (kayy) padanya.” (HR. Muslim). Tindakan Nabi SAW mengutus tabib untuk memotong bagian anggota badan dan melakukan kayy menunjukkan kebolehan terapi bedah (jirahah) yang merupakan salah satu jenis terapi.61,62,65,66
Dengan mengetahui legalitas islam terapi medis dan bedah tersebut berarti terapi yang dijalani sesuai dengan nilai-nilai Ilahi dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yang bila dengan diniatkan karena menjalankan nilai Ilahi tersebut (HR. Bukhari Muslim) yaitu karena Allah (QS.6:162) bernilai sebagai ibadah (QS.51:56) dan sebagai pelaksanaan perjanjian primordial (QS.7:172).47,61,62
2.3 Do’a
2.3.1 Arti dan Hakekat Do’a
Kata do’a, menurut Sambas 2003, adalah bentuk masdhar (sandaran) dari fi’il (kata kerja) da’aa – yad’uu. Menurut Ibnu Hajar, kata do’a adalah bentuk qashr (singkat) dari kata al-da’wa, seperti dalam fiman Allah “wa aakhiru da’waahum”, yang artinya antara lain permintaan atau permohonan (QS.7:55), ibadah (QS.10:106) atau memuji (QS.17:110).67-70
Do’a secara istilah adalah permohonan kepada Allah, agar Dia mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dan menjauhkannya dari segala bentuk kemudaratan. Dari segi bentuknya do’a merupakan pekerjaan hati, lisan dan raga dalam rangka ibadah kepada Allah. Do’a sebagai pekerjaan hati, maksudnya gerak dan energi berupa interaksi transendental antara makhluk dan khaliq untuk memperoleh sesuatu yang bermanfaat dan menghindari sesuatu yang mudarat. Do’a berupa pekerjaan lisan adalah berwujud ucapan bahasa yang isinya berupa permohonan dari makhluk kepada khaliq untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat dan menghindari sesuatu yang mudarat dalam rangka beribadah kepada Allah. Sedangkan do’a dari sisi aktivitas perbuatan raga adalah aktivitas hidup yang berjalan dalam hukum kausalitas immaterial sesuai dengan apa yang dilakukan qalbu dan lisan. Keterpaduan ketiga unsur itulah sebagai hakekat do’a yang murni dan konsekwen.67-71
Do’a hakekatnya adalah penuntun untuk mengubah diri dengan semakin dekat kepada Allah. Nilai yang lebih hakiki dari do’a yaitu perubahan diri menjadi lebih baik dan lebih dekat kepada Allah.71-74
Dalam Al-Qur’an disamping tersebut diatas dalil berdo’a antara lain : “berdo’alah kepada Tuhanmu” (QS.7:55), “Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa” (QS.2:186), “berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku pekenankan permohonanmu”(QS.40:60), “mohonlah kamu dengan nama-nama-Nya (Asma-ul Husnah).” (QS.7:180).”67,69,70,75
Dalam hadis dalil berdo’a antara lain bahwa do’a itu ibadah (HR.Turmudzi), hendaknya kita berdo’a (HR.Tirmidzi), berdo’a dengan keyakinan akan dikabulkan (HR. HR.Ahmad), Allah murka kepada siapa yang tidak berdo’a, berdo’a kepada Allah niscaya Allah mengabulkan (HR.Tirmidzi), berdo’a minta kesembuhan/sehat wal afiat (HR. Tirmidzi).67,69,70,76
2.3.2 Manfaat Do’a dalam Terapi
Doa adalah obat bagi orang yang sakit. Ketika seseorang sedang sakit, ia seharusnya merasa lebih dekat dengan Allah dan memusatkan pengharapannya agar sakitnya segera sembuh. Berkeyakinan bahwasanya penyakit apapun tidak ada penyembuhnya kecuali penyembuhan dari Allah semata (QS.26:80). Allah tidak menurunkan sesuatu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya (HR.Bukhari Muslim). Di saat sakit orang beriman menyerahkan dirinya kepada Allah. Dengan cara inilah setelah melalui pengobatan, ia mengobati hati dan perasaan sendiri dengan cara berdo’a kepada Allah, sehingga ringanlah penderitaannya. 77-80
Do’a merupakan senjata orang beriman, dapat mengubah takdir, menolak musibah, mencegah dan meringankan di saat musibah turun (HR. Ibnu Majah). Do’a itu berguna bagi sesuatu yang telah diturunkan dan sesuatu yang belum diturunkan, karena itu hendaknya berdo’a (Hadis dari Ibnu Umar).78,79,81
Menurut Ja’far Subhani 1999, terdapat dua anggapan terhadap manfaat do’a. Ada sebagian orang yang tidak mempercayai adanya manfaat do’a terhadap terapi penyakit dan beranggapan bahwa sembuhnya penyakit adalah karena sebab-sebab materialistik. Kalau ada sebab tentu akan muncul akibatnya, tanpa memerlukan bantuan do’a. Bila tidak ada sebab, maka akibatnya pun tidak pernah ada. Baik penderita sudah berdo’a atau belum adalah sama saja.82-85
Sesungguhnya di balik hukum kausalitas itu ada tatanan Allah, bersifat spiritual yang mengatur tatanan material dan segala urusan. Tatanan material sama sekali tidak bebas mengatur, tidak berdiri sendiri di dalam memberi arah (QS.79:5, QS.15:21).10,49
Anggapan lain, bahwa do’a tidak bermanfaat dalam menyembuhkan penderita yang sakit, berdasarkan asumsi bahwa sembuhnya penderita itu sudah ditakdirkan. Dia akan sembuh baik dido’akan atau tidak.82-85
Dari dua anggapan tersebut, bila menerima dengan anggapan sebelumnya, maka berarti bahwa usaha penyembuhan dengan minum obat adalah sebab kesembuhan penderita. Bila menolak anggapan sebelumnya, berarti bahwa do’a itu sebetulnya termasuk salah satu faktor penyebab yang mempengaruhi tatanan material. Tatanan material dikendalikan oleh tatanan spiritual. Nabi SAW telah bersabda bahwa sesungguhnya do’a adalah bagian dari takdir Allah dan do’a memiliki ketetapan dapat mengubah takdir (HR. Hakim).82-85
Jadi sesungguhnya do’a dan pengobatan adalah bagian dari sebab – sebab yang ada pada hukum kausalitas itu. Hanya saja sebab itu ada yang terlihat dan ada yang tidak terlihat, yang hanya dapat diketahui melalui pemberitahuan wahyu Ilahi.82
Dr.Anne Mc Caffrey, staf Harvard Medical School, Boston, Massachusetts dalam Journal of The American Medical Association disebutkan telah memimpin penelitian tentang tambahan do’a dalam terapi penyakit. Sekitar sepertiga dari penduduk Amerika menambahkan do’a sebagai obat saat sakit. Dalam sebuah studi yang melibatkan 2.055 dewasa muda, 35 % mengaku menggunakan do’a agar sehat. Studi ini dilakukan selama oktober 1997 dan pebruari 1998. Dari semua yang berdo’a 75 % mengaku ingin mendapatkan kesehatan yang lebih baik.Sementara 22 % lainnya berdo’a untuk mencapai aspek kesehatan tertentu, 69 % mengatakan efektif. Sedangkan survey yang dilakukan oleh majalah Time dan CNN tahun 1996 menyebutkan, bahwa pengaruh positif do’a dalam terapi penyakit sampai 64 %.11,85
Terlepas diterima atau tidaknya do’a, dengan berdo’a tejadi interaksi dengan Allah berupa dzikrullah. Dengan dzikrullah akan timbul ketenangan yang dapat mengelolah kecemasan, termasuk kecemasan prabedah, yang berarti dengan berdo’a diharapkan sebagai pre emptive cognitive analgesia.19,70,85
2.3.3 Do’a-Do’a dalam Terapi
Para ulama telah bersepakat dalam menggunakan do’a dalam terapi, jika memenuhi beberapa unsur seperti yang tertulis dalam Fathul Bari : 10/195 dan Fatawa al-Allamah Ibnu Baz 2/384, antara lain dengan menggunakan kalam Allah atau dengan nama-namanya, sifat-sifatnya, dengan menggunakan kalam Nabi SAW, dengan menggunakan bahasa arab atau bahasa lain yang dapat dimengerti atau dipahami maksudnya serta dengan keyakinan yang tinggi bahwa sesungguhnya hanyalah karena izin perkenan dan kuasa Allah semata kesembuhan penyakit dapat terjadi (QS.26:80) karena do’a atau sejenisnya termasuk dokter dengan terapi medis dan atau bedahnya hanyalah perantara semata.57,86
2.3.3.1 Basmalah (QS.1 : 1)
Menurut Ashshiddieqy 2002, Basmalah adalah mengharap semoga segala sesuatu yang akan seseorang lakukan diberkahi Allah serta dapat dilaksanakan dan menerangkan bahwa perbuatan itu dilakukan atas nama Allah.87,88
Utsman bin Abil’Ash RA suatu ketika datang menghadap Nabi SAW dan memberitahukan bahwa dirinya menderita sakit. Nabi SAW kemudian bersabda, “Letakkan tanganmu pada yang terasa sakit, kemudian katakanlah : Bismillah (Dengan nama Allah) sebanyak tiga kali dan ucapkanlah do’a ini sebanyak tujuh kali: A’uzu bi ‘izzatil-llaahi waqudraatihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru (Aku berlindung kepada Allah dengan kekuasaan-Nya dari kejahatan sesuatu yang aku dapatkan dan aku khawatirkan).” (HR. Muslim). Menurut riwayat yang lain, do’a terapi yang diucapkan Nabi SAW tersebut selain untuk diri sendiri, do’a tersebut juga berguna untuk mengobati orang lain jika tengah menderita sakit.88-92
2.3.3.2 Surat Al-Fatihah (QS.1 : 1-7)
Nabi SAW berkata kepada Jabir bin Abdillah, “Wahai Jabir, maukah kuajarkan kepadamu surat yang terbaik yang diturunkan oleh Allah dalam kitab suci-Nya?” Jabir menjawab,”Demi ayah dan ibuku, aku mau.” Lalu Nabi SAW mengajarinya surat Al-Fatihah dan berkata,”Ia (Al-Fatihah) adalah obat dari segala penyakit, kecuali kematian.” 93
Nabi SAW bersabda,”Membaca surat Al-Fatihah sebanyak tuju kali adalah obat dari segala penyakit.” Riwayat lain dalam salah satu hadis, bahwa siapa yang menderita suatu penyakit, maka hendaknya ia membaca Al-Fatihah sebanyak tuju kali, dan jika belum juga sembuh, hendaknya ia membaca sebanyak tuju puluh kali, insya Allah akan sembuh.” 93,94
Diriwayatkan sejumlah sahabat Nabi SAW datang ke suatu desa orang Arab. Namun kedatangan sahabat Nabi SAW tersebut tidak diterima dengan baik oleh penduduk desa Arab itu karena pemimpinnya tengah mendapat musibah sakit. “Apakah diantara kalian ada yang mempunyai obat untuk menyembukan pemimpin kami?” Tanya salah seorang warga desa kepada para sahabat. Para sahabat menjawab,”Kalian tidak menerima kami sebagai tamu. Kami tidak akan mengobati pemimpin kalian sebelum kalian memberikan sesuatu kepada kami.” Menanggapi permintaan para sahabat Nabi SAW, warga desa itu memberikan beberapa ekor kambing. Salah seorang sahabat kemudian membacakan Ummul Qur’an (Surat Al-Fatihah). Tidak berapa lama kemudian pemimpin desa yang menderita sakit tersebut sembuh.57,95,96
Warga desa Arab itu takjub dan gembira kemudian memberikan kambing-kambing mereka.”Kami akan bertanya dahulu kepada Nabi SAW,” jawab para sahabat menanggapi pemberian warga desa Arab itu. “Jika Nabi SAW mengijinkan, maka baru akan kami ambil kambing-kambing itu.” Para sahabat kemudian menghadap Nabi SAW dan mengabarkan peristiwa yang mereka alami. Mendengar penuturan para sahabatnya, Nabi SAW nampak tertawa dan berkata, “Siapa yang memberitahukan kepadamu, bahwa ayat itu obat? Ambillah kambing itu dan beri saya sebagian!” 54,95,.97
Satu peristiwa yang hampir serupa dengan peristiwa tersebut diatas juga terjadi pada diri sejumlah sahabat Nabi SAW, seperti yang dituturkan oleh sahabat Ibnu Abbas RA dan tercatat pada kumpulan hadis shahih riwayat Bukhari. Menurut penuturan Ibnu Abbas RA sejumlah sahabat Nabi SAW suatu ketika tengah berjalan melewati tempat pengambilan air. Di tempat itu ada seseorang yang nampak kesakitan akibat disengat binatang berbisa. Salah seorang yang berada di tempat tersebut kemudian mendatangi para sahabat Nabi SAW. Salah seorang sahabat mendatangi laki-laki yang tengah kesakitan tersebut. Ia membacakan surat Al-Fatihah di dekat si sakit. Tidak berapa lama kemudian si sakit tersebut sembuh.57,96,97
Ibnu Qayyim menceritakan, bahwa ketika beliau berada di Mekkah beliau menderita suatu penyakit. Ketika itu di sekitar tempat beliau berada tidak ditemui adanya obat.”Kemudian aku mengobati diriku sendiri dengan surat Al-Fatihah.”, demikian penjelasan Ibnu Qayyim.”Aku kemudian mengambil seteguk air zamzam, lalu aku bacakan surat Al-Fatihah pada air tersebut secara berulang-ulang. Ternyata, aku menyaksikan betapa besar khasiat Ummul Qur’an itu, karena lantaran itulah aku sembuh total dari penyakit yang kuderita.” Ibnul Qayyim akhirnya memutuskan cara penyembuhan dengan menggunakan ayat-ayat-Nya untuk obat penyembuh. Beberapa orang yang datang ke Ibnu Qayyim dengan mengutarakan aneka penyakit yang tengah mereka derita, beliau sarankan juga untuk berobat kepada Allah melalui firman-firman-Nya dan kebanyakan dari mereka dapat sembuh total karenanya. Ibnul Qayyim mengatakan, “Barangsiapa tidak disembuhkan Al-Qur’an, maka niscaya Allah juga tidak menyembuhkannya.”57,98,99
2.3.3.3 Mu’awwidzat/Surat Al-Ikhlas, Al-Alaq, An-Nas (QS. 112, 113, 114)
Terdapat riwayat yang menunjukkan perilaku Nabi SAW ketika beliau sedang menderita sakit, seperti satu hadis yang bersumber dari Ummul Mukminin, Aisyah RA, “Bahwa Nabi SAW apabila telah berbaring di atas kasurnya, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya, kemudian meniupnya sambil membaca ketiga mu’awwidzat (Qul huwwallaahu ahad,Qul a’udzu bi rabbil-falaq, Qul a’udzu bi rabbin-naas). Kemudian beliau mengusap kedua telapak tangannya kepada seluruh anggota badan yang dapat dicapainya. Beliau memulai dari kepala, wajah dan bagian depan dari badannya. Hal ini beliau lakukan tiga kali. Kemudian Aisyah RA berkata, “Ketika aku sakit, Nabi SAW menyuruhku berbuat seperti itu.” (HR. Bukhari Muslim).57
Terdapat riwayat berkenaan dengan diri Nabi SAW, “Apabila beliau ditimpa sebuah penyakit, beliau membaca ketiga muawwidzat itu kemudian menyembur.” Adapun cara menyembur yang dilakukan Nabi SAW dalam hadis tersebut, salah seorang perowi hadis beliau, Az-Zuhri menjelaskan,”Beliau menyembur kedua tangannya kemudian diusapkan kepada wajahnya.”57
2.3.3.4 Lain-lain
Dari Qur’an dan hadis do’a-do’a terapi lain banyak disebutkan mulai dari do’a-do’a terapi secara umum sampai dengan do’a-do’a terapi penyakit khusus, seperti tercantum juga di buku Alma’tsurat Hasan Al Banna,“Allahumma ‘aafinii fii badanii” (Ya Allah sehatkanlah badanku), dan lain-lain.57,100
2.4 Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah serta Mekanisme Coping
Pendekatan spiritual dengan mengetahui aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit dan terapi serta berdo’a prabedah merupakan pre emptive cognitive analgesia prabedah karena mengelola kecemasan prabedah, diduga dapat menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan mengefektifkan mekanisme coping. Respon emosi yang positif dapat menghindarkan reaksi stres.19,22,101
Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh penting terhadap kejadian yang menimbulkan stres adalah mekanisme coping (coping mechanism) atau penggunaan strategi penanggulangan adaptif. Respon individu terhadap stres, dengan mekanisme coping yang positif dan efektif dapat meredakan atau menghilangkan stres. Sebaliknya mekanisme coping yang negatif dan tidak efektif dapat memperburuk stres.22,101
Mekanisme coping adalah suatu mekanisme untuk mengatasi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil maka orang tersebut dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut atau akan merasakan beban berat menjadi ringan. Mekanisme coping ini dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari stresor tersebut. Kemampuan mekanisme coping setiap orang tergantung dari persepsi dan kognisi terhadap stresor yang diterima. Mekanisme coping terbentuk melalui kemampuan menyesuaikan diri pada pengaruh faktor internal dan eksternal.22,101
Dalam mengontrol respon emosi dapat diupayakan dengan beberapa alternatif strategi. Taylor menganjurkan strategi kognitif redifinisi (cognitif redefinition), dimana penderita dibantu untuk melihat masalah dari sisi pandangan yang lebih positif. Sedangkan Lazarus menganjurkan strategi cognitive restructuring yaitu upaya merubah persepsi menjadi lebih realistis dan konstruktif tentang stresor.22,101
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah pada penderita memenuhi dua strategi tersebut, karena esensi manfaat yang dapat diperoleh dari pendekatan spiritual dan do’a sendiri adalah hidup realistis, selalu optimis dalam menghadapi problema hidup yang dihadapi, sehingga penderita tetap konstruktif. “Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya diperuntukkan kepada Allah (QS.6: 162). Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang (QS.1:1). Tidak ada satu pun makhluk di muka bumi ini yang bisa menyebabkan mudarat dan menambahkan keuntungan, selain izin Allah (QS.9:51).19,22,101
Salah satu faktor utama yang menentukan apakah suatu rangsang atau kondisi yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan reaksi stres atau tidak, sangat dipengaruhi oleh beberapa kemampuan individu dalam mengendalikan kondisi tersebut. Jika penderita dapat menghayati makna pendekatan spiritual dan do’a prabedah, dimungkinkan dapat mampu mengendalikan berbagai kondisi yang ia hadapi, termasuk musibah yang menimpa dirinya. Artinya pendekatan spiritual dan do’a dapat mengefektifkan coping. Coping didefinisikan sebagai upaya untuk mengatasi dan mengendalikan kondisi yang dimiliki sebagai stresor. Dengan demikian pendekatan spiritual dan do’a prabedah diharapkan mengelola stres prabedah dan menurunkan nyeri pasca bedah.22,101
2.5 Pendekatan Spiritual dan Do’a sebagai Kontrol Kognitif dalam Pengendalian Nyeri
Untuk menjelaskan peran pendekatan spiritual dan do’a sebagai kontrol kognitif dalam pengendalikan nyeri dapat dipakai teori gate control. Interaksi antara pusat kognisi di korteks serebri dan sistim motivasi afektif, sistim limbik (hipokampus, amigdala) dan hipotalamus serta pengalaman emosional yang tidak menyenangkan dari korteks frontal menghasilkan persepsi dan respon emosi terhadap masukan rangsang nyeri.22
Kontrol kognisi dapat langsung mempengaruhi neuron di tingkat medula spinalis. Sedangkan pengaruh sistim motivasi afeksi di proyeksikan ke tanduk dorsal medula spinalis lewat sistim hambatan endogen.22
Jadi nyeri yang dirasakan tidak tergantung hanya pada intensitas rangsang (komponen sensoris), tetapi ditentukan juga oleh kontrol kognisi (komponen afeksi). Pendekatan spiritual dan do’a adalah upaya mempengaruhi kontrol kognisi dengan merubah persepsi dan respon emosi terhadap rangsang nyeri.22
2.6 Nyeri sebagai Stresor Psikis dan Respon Hormon Neuroendokrin
Canon 1929 mendefinisikan stres adalah reaksi terhadap stresor. Sedangkan stresor adalah semua kondisi yang dipersepsikan mengancam atau tidak diinginkan Amigdala adalah bagian dari sistim limbik yang bertanggungjaqwab tentang rangsang yang disertai emosi negatif atau rangsang yang tidak diinginkan.22,38-40
Amigdala menerima informasi mengenai rangsang nyeri dari korteks serebri yang merupakan pusat kognisi dan asosiasi sistim sensoris, talamus maupun hipokampus yang bertanggungjawab tentang proses belajar dan mengingat. Umpan balik dari amigdala ke korteks frontal dan hipokampus menimbulkan kesadaran tentang respon emosi dan penyesuaian sikap. Kemudian secara integral amigdala menyebabkan sekresi Corticotropin Releasing Hormon (CRH) dari hipotalamus, yang selanjutnya menggiatkan aksis Hypophyse Pituitary Adrenal (HPA) dan sistim otonom. Jadi walaupun yang menimbulkan nyeri adalah rangsang fisik, sekresi hormon neuroendokrin atau hormon stres tergantung persepsi dan respon emosi terhadap rangsang nyeri karena nyeri juga merupakan stresor psikis. Hormon neuroendokrin itu antara lain kortisol yang dapat dipakai sebagai indikator reaksi stres.19,22,25
Kortisol merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjer adrenal. Sekresi kortisol diatur oleh adrenocorticotropic hormons (ACTH). Selain oleh ACTH, sekresi kortisol juga dipengaruhi oleh rangsangan otak sebagai respon terhadap stres. ACTH merupakan faktor utama dalam pengaturan sekresi kortisol. Sedangkan ACTH sendiri diatur oleh corticotropin releasing hormon (CRH) dan neurotransmiter. Keadaan stres, ACTH meningkat. ACTH yang meningkat dapat mengaktifkan korteks adrenal untuk mensekresi hormon kortisol. Kortisol beredar dalam darah, dengan kadar dalam serum antara 2,5 – 25 g/dl.19,22,25,102
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
STRES PRA BEDAH
PENDEKATAN
SPIRITUAL & DO’A
KORTEKS
KOGNISI
SISTIM PERSEPSI(+)
NYERI NYERI
SENSORIK RESPON
EMOSI (+)
HIPOKAMPUS
AMIGDALA
STRES <
HIPOTALAMUS
HIPOFISIS
ACTH
KORTISOL
GAMBAR 3 : KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.2 Hipotesis Penelitian
1.Pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan nyeri pascabedah.
2.Pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan sekresi hormon kortisol.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan spiritual dan do’a prabedah terhadap nyeri pascabedah maka bentuk penelitian ini adalah eksperimental, dengan rancangan penelitian randomized pre test post test control group design.103
4.2 Subyek Penelitian
4.2.1 Populasi dan Sampel
Populasi yang diteliti adalah penderita dengan patah tulang paha (os femur) tertutup yang akan mengalami pembedahan terencana dengan anestesi umum di Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSU Dr. Soetomo. Seleksi sampel dilakukan dengan consecutive sampling, sampai besar sampel terpenuhi.
4.2.2 Besar Sampel
Perkiraan besar sampel adalah sebagai berikut :
n1 = n2 = 2( z1/2 + z)2S2
( µ1 - µ2 )2
S : Simpang baku = 0,31
Z1/2 Nilai baku distribusi normal pada : 0,05 = 1,96
Z Nilai baku distribusi normal pada : 0,20 = 0,84
µ1:rerata kelompok perlakuan = 1,32
µ2:rerata kelompok kontrol = 0,90
Besarnya S, µ1 dan µ2 sesuai dengan penelitian dengan kajian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.22,104
Jadi besar sampel :
n = 2 X 0,32 (1,96 + 0,84)2
( 1,32 - 0,90)2
n = 8,52 (dibulatkan menjadi 9)
Jadi total sampel : 18 ( 9 sampel kelompok perlakuan dan 9 sampel kelompok kontrol).
4.2.3 Kriteria Inklusi
1. Agama Islam.
2. Usia ≥ 18 tahun.
3. Pendidikan terendah tamatan Sekolah Menengah Pertama.
4. Penderita dengan patah tulang paha tertutup yang akan mengalami pembedahan berencana dengan anestesi umum.
5. Termasuk kelompok katagori status fisik 1 menurut American Society of Anesthesiologist (ASA).105
6. Penderita bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani informed consent penelitian (lampiran I).
6.2.4 Kriteria Eksklusi
1. Penderita memiliki kontra indikasi medis untuk dilakukan operasi.
2. Penderita diketahui menggunakan analgesik selain analgesik protokol.
3. Penderita menarik diri dari keikutsertaan dalam penelitian.
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan spiritual dengan aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit dan terapi yang dilakukan oleh peneliti dan subyek berdo’a prabedah.
4.3.2 Variabel Tergantung
1. Nyeri pasca bedah
2. Kortisol
4.4 Definisi Operasional
4.4.1 Pendekatan spiritual dan do’a
Yang dimaksudkan pendekatan spiritual dan do’a adalah pendekatan dengan aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit dan terapi secara perorangan dengan tatap muka antara subyek penelitian dengan peneliti, dilaksanakan komunikasi dengan subyek, subyek berdo’a prabedah..
Komunikasi dilakukan secara lisan yaitu peneliti sebagai sumber pesan secara sadar dan penuh perhatian, dengan pendekatan aspek spiritual tentang sakit dan terapi serta manfaat do’a, agar dapat mempengaruhi pikiran dan sikap penerima pesan yaitu subyek penelitian karena peneliti ingin menimbulkan persepsi dan motivasi positif terhadap pembedahan dan nyeri. Tujuan ini dicapai dengan membantu mengatasi kecemasan situasional dan meningkatkan strategi coping kognitif subyek.
Sesuai tujuan, pokok bahasan dalam komunikasi tersebut adalah diskusi tentang sakit penderita dan upaya terapi pembedahan yang akan dijalani. Diskusi ini berupaya menimbulkan persepsi dan motivasi positif mengenai sakit, terapi pembedahan dan nyeri dihubungkan dengan kebutuhan spiritual, aspek spiritualitas (Islam) tentang sakit dan terapi, serta manfaat do’a dalam terapi penderita. Penyampaian informasi tentang spiritualitas (Islam) sakit dan terapi pembedahan, sakit sebagai cobaan, adab dikala sakit dan legalitas (Islam) terapi medis dan bedah serta penjelasan rasa nyeri yang akan dirasakan. Komunikasi lesan spiritualitas Islam tentang sakit dan terapi yang seharusnya diketahui oleh setiap orang Islam yang mengalami sakit (lampiran II). Selain komunikasi dengan lisan secara “face to face”, juga komunikasi dengan tulisan dengan memberikan subyek buku “Adab dikala Sakit” Aa Gym.
Subyek berdo’a prabedah, minimal do’a yang setiap orang Islam hafal, Basmalah, surat Al-Fatihah dan Mu’ awwidzat (Qul huwwallaahu ahad,Qul a’udzu bi rabbil-falaq, Qul a’udzu bi rabbin-naas). Basmallah (Bismillah) diucapkan sebanyak tiga kali setiap kali mengalami sakit, surat Al-Fatihah diucapkan setiap pagi bangun tidur dan akan tidur dan Mu’awwidzat diucapkan setiap akan tidur. Subyek diberi tulisan do’a tersebut (lampiran III) dan do’a-do’a lain yang tersebut dalam buku “Do’a dan Zikir Rasulullah SAW pagi dan sore hari (Al-Ma’tsurat) Hasan Al Banna dilengkapi dengan Asma’ul Husna”.
Pertemuan dan pelaksanaan dilakukan sejak subyek penelitian Masuk Rumah Sakit (MRS), memenuhi kriteria pada seleksi penderita dan dilakukan tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan dengan tatap muka selama 30 – 45 menit setiap kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang terakhir saat akan operasi ke GBPT.
4.4.2 Nyeri
Yang dimaksud dengan nyeri adalah intensitas dimana seseorang merasakan atau mengeluh nyeri. Dalam penelitian ini nyeri dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri (10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0 hingga 10 (gambar 4).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 4 : Skala Analogi Visual (Sumber : Cole BE. Pain Management, Classifying, Understanding, and Treating Pain. June 2002. Available from : URL : htpp:// www.turner-white.com. 2004 Dec 24;08.49 pm).
Subyek mengkuwantifikasi rasa nyeri dengan menandai angka numerik yang tertera..Kuwantifikasi berdasar dari nyeri yang dirasakan subyek. 0 berarti tidak nyeri, 1 – 3 berarti nyeri ringan dan tidak mengganggu tidurnya, 4 – 6 berarti nyeri sedang dengan subyek merasa mengganggu tidurnya tapi masih bisa tidur, 7 – 10 berarti nyeri berat dengan subyek merasa mengganggu tidurnya sampai tidak bisa tidur (lampiran IV).
Analgesia yang digunakan adalah analgesia protokol yang digunakan di SMF Orthopaedi RSU Dr. Soetomo yaitu tramadol (tragesic) intravenous 100 miligram 3 kali perhari sesuai dosis.106,107
4.4.3 Kortisol
Yang dimaksud kortisol adalah variabel neuroendokrin yang mencerminkan ukuran reaksi stres. Pemeriksaan kortisol (µg/dl) menggunakan metode Fluorescense Polarization Immuno Assay (FPIA), dilakukan di Laboratorium Prodia Surabaya dan Jakarta.Untuk pemeriksaan kortisol, sampel darah diambil pada satu jam sebelum pembedahan (prabedah) dan setelah penderita sadar dari pengaruh anestesi (pascabedah).
4.5 Alur Penelitian
SELEKSI PENDERITA
DATA DASAR
INFORM CONSENT
RANDOMISASI
KELOMPOK PERLAKUAN KELOMPOK KONTROL
(PENDEKATAN SPIRITUAL&DOA +) (PENDEKATAN SPIRITUAL&DOA - )
LAB. KORTISOL
P E M B E D A H A N
LAB. KORTISOL
NYERI PASCA BEDAH
ANALISA DATA
HASIL
Gambar 5 : Alur Penelitian
4.6 Tempat Penelitian
1. Instalasi Rawat Inap Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya
2. GBPT RSU Dr. Soetomo Surabaya
4.7 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai Mei sampai dengan Juli 2005 atau sampai besar sampel terpenuhi.
4.8 Alat dan Bahan
1. Lampiran ringkasan komunikasi lesan spiritual Islam tentang sakit dan terapi, serta Buku “Adab Dikala Sakit” Aa Gym.
2. Lampiran lafal dan cara do’a, serta buku “Do’a dan Zikir Nabi SAW, Al-Ma’tsurat” Hasan Al Banna.
3. Cara pengukuran intensitas nyeri (VAS/Visual Analog Scale).
4. Lembar pengumpul data.
4.9 Prosedur Penelitian
1. Tahap I : seleksi sampel
Seleksi awal dilakukan oleh peneliti. Subyek memenuhi kriteria sampel dan bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani informed consent penelitian.
2. Tahap II : Pembagian kelompok
Pembagian kelompok dilakukan randomisasi untuk alokasi kelompok perlakuan dan kontrol. Randomisasi dengan non probability sampling yaitu secara consecutive sampling, setiap penderita yang datang dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian, dilakukan selang seling secara berurutan menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Pada kelompok perlakuan dilakukan pendekatan spiritual oleh peneliti, subyek berdo’a. Pada kelompok kontrol dilakukan pemeriksaan rutin prabedah oleh peneliti. Pertemuan dan pelaksanaan dilakukan sejak subyek penelitian MRS, dilakukan tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan dengan tatap muka selama 30 – 45 menit, setiap kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang terakhir saat akan berangkat operasi ke GBPT.
3. Tahap III : Pembedahan
Pembedahan dilakukan pagi hari. Prabedah, satu jam sebelum pembedahan diambil sampel darah untuk pengukuran hormon kortisol. Pascabedah, setelah penderita sadar dari pengaruh anestesi, diambil sampel darah untuk pengukuran hormon kortisol. Pengambilan sampel darah prabedah dilakukan pagi hari antara jam 07.00 sampai jam 09.00, sedangkan pengambilan sampel darah pascabedah dilakukan antara jam 10.00 sampai jam 12.00. Sampel darah dikirim ke Laboratorium Prodia.
4. Tahap IV: Penilaian Intensitas Nyeri
Penilaian intensitas nyeri dilakukan pada hari ke 1, 2, dan 3 pasca bedah oleh penderita. Dalam penelitian ini nyeri dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri (10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0 hingga 10. Subyek mengkuwantifikasi rasa nyeri dengan menandai angka numerik yang tertera. Kuwantifikasi berdasar dari nyeri yang dirasakan subyek. 0 berarti tidak nyeri, 1 – 3 berarti nyeri ringan dan tidak mengganggu tidurnya, 4 – 6 berarti nyeri sedang dengan subyek merasa dan mengganggu tidurnya tapi masih bisa tidur, 7 – 10 berarti nyeri berat dengan subyek merasa mengganggu tidurnya sampai tidak bisa tidur.Bila penderita kesulitan saat penilaian intensitas nyeri dengan VAS, penderita dibantu asisten peneliti (dr. Djoko Soelistijono). Asisten peneliti tidak mengetahui penderita termasuk kelompok perlakuan atau kelompok kontrol.
4.10 Cara Pengolahan dan Analisa Data
Uji statistik yang digunakan untuk menjawab masalah sesuai tujuan dan hipotesis penelitian adalah :
4.10.1 Uji Normalitas
Data yang sudah terkumpul dilakukan analisis secara diskriptif untuk mengetahui kwalitas data. Sebelum dilakukan analisis data dengan menggunakan uji statistik, dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmgorov Smirnov.
4.10.2 Uji Homogenitas
Dilakukan uji homogenitas antara kelompok perlakuan dan kontrol untuk mengetahui adanya pengaruh variabel perancu.
4.10.3 Uji Beda
1. Untuk membandingkan perubahan kortisol antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol digunakan uji t 2 sampel bebas.
2. Untuk membandingkan VAS antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pengamatan hari ke I, 2, 3 digunakan uji Mann-Whitney.108
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Seleksi Sampel
Sampel diambil secara consecutive sampling dari pasien RSU Dr. Soetomo yang datang dengan patah tulang paha tertutup, memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam penelitian.
Selama kurun waktu Mei 2005 hingga Juli 2005 didapat 22 sampel yang memenuhi kriteria inklusi tetapi 4 sampel tidak dapat diikutkan dalam penelitian karena minta dilakukan terapi di daerah (kabupaten) dimana penderita asli bertempat tinggal dan 18 sampel yang dapat diikutkan penelitian
5.2 Data Karakteristik Sampel
Semua sampel beragama Islam, suku Jawa, pendidikan terendah tamatan Sekolah Menengah Pertama, tertingggi mahasiswa dan usia 18 – 40 tahun dengan data dasar normal kecuali pada status lokalis patah tulang paha. Sampel dilakukan tindakan pembedahan dan pemeriksaan variabel tergantung (tabel 1, lampiran V, VI).
Tabel 1 : Karakteristik Sampel
Variabel Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Umur (X ±SD) 26,2 ± 8,1 23,0 ± 4,3 t 2 sampel 0,311
BB (X±SD) 59,7 ± 13,1 52,0 ± 4,8 t 2 sampel 0,130
Jenis kelamin
- Laki-laki (%) 6 (66,7 %) 7 (77,8 %) X2 1,000
- Wanita (%) 3 (33,3 %) 2 (22,2 %)
Pendidikan
- SMP (%) 2 (22,2%) 2 (22,2 %) Mann Whitney 0,796
- SMA (%) 5 (55,6 %) 6 (66,7 %)
- S1 (%) 2 (22,2 %) 1 (11,1 %)
5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test menunjukkan data prabedah dan pasca bedah berdistribusi normal (lampiranVII).
5.2.2 Uji Homogenitas
Untuk keacakan kedua kelompok penelitian dilakukan uji homogenitas terhadap variabel umur, berat badan (BB), jenis kelamin dan pendidikan. Pada uji homogenitas dengan uji t 2 sampel pada variabel umur dan berat badan, uji X2 pada variabel jenis kelamin, uji Mann Whitney pada variabel pendidikan didapatkan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (tabel 1).
5.3 Analisis Data Prabedah
Analisa tahap ini untuk mengetahui pengaruh pendekatan spiritual dan do’a terhadap reaksi stres prabedah. Pengaruh pendekatan spiritual dan do’a dinilai dari data indikator stres yaitu kortisol prabedah.
Hasil uji t 2 sampel pada perubahan kortisol prabedah menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p = 0,003) yaitu p < 0,05. (tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa pendekatan spiritual dan do’a berpengaruh terhadap reaksi stres prabedah. Rerata kortisol kelompok pendekatan spiritual dan do’a (14,8 ± 1,9) lebih rendah dibanding kelompok kontrol (19,3 3,3).
Jadi dapat disimpulkan pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a peningkatan kortisol prabedah secara bermakna lebih kecil.
Tabel 2 : Perubahan Kortisol Prabedah dan Pascabedah
pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Prabedah 14,8 ± 1,9 15,3 ± 1,7 t 2 sampel 0,003
(X ± SD)
Pascabedah 19,3 ± 3,3 25,2 ± 5,6
(X ± SD)
5.4 Analisis Data Pascabedah
Analisa tahap ini untuk mengetahui perbedaan reaksi stres nyeri dan hubungannya dengan kedua kelompok penelitian pada periode pascabedah. Reaksi stres nyeri dicerminkan oleh variabel kortisol, sedangkan intensitas nyeri pascabedah dengan visual analog scale (VAS).
Hasil uji t 2 sampel dari variabel kortisol menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p = 0,003) yaitu p < 0,05. (tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa pendekatan spiritual dan do’a berpengaruh terhadap reaksi stres pascabedah. Rerata kortisol (15,3 1,7) kelompok dengan pendekatan spiritual dan do’a secara signifikan lebih rendah dibanding rerata kortisol (25,2 5,6) kelompok kontrol. Selisih kortisol prabedah dan pascabedah juga menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p = 0,014) yaitu p < 0,05 (tabel 3). Intensitas nyeri berdasar data visual analog scale menunjukkan perbedaan yang bermakna baik pada hari ke 1, 2 maupun hari ke 3 (p = 0,0001) yaitu p < 0,05. (tabel 4).
Jadi dapat disimpulkan pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a, kortisol pascabedah secara bermakna lebih kecil dan VAS menunjukkan perbedaan bermakna.
Tabel 3 : Perbedaan Selisih Kortisol Prabedah dan Pascabedah
antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Selisih Kortisol Pra 0,47 ± 2,3 5,9 ± 5,1 t 2 sampel 0,014
&Pascabedah
(X ± SD)
Tabel 4 : Perbandingan Visual Analog Scale Pascabedah
pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
VAS hari ke: Perlakuan (median) Kontrol (median) Uji Statistik Nilai p
I 1 5 Mann-Whitney 0,0001
II 1 4 0,0001
III 1 3 0,0001
Pada analisis pascabedah ini disampaikan juga pembuktian paradigma baru nyeri, bahwa intensitas nyeri yang dirasakan tidak sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan, dengan membuktikan pengaruh jenis operasi dengan intensitas nyeri pasca bedah yang dinilai dengan VAS hari I, II dan III.
Tabel 6 menunjukkan, dengan uji Mann-Whitney didapat perbedaan VAS hari I, II dan III antara jenis operasi plating, nailing, nailingplating pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Didapat hasil tidak berbeda bermakna (p = 0,125; 0,099 dan 0,053) yaitu p > 0,05. Berarti intensitas nyeri yang dirasakan tidak sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan, sesuai dengan perubahan paradigma nyeri dari teori spesificity ke teori gate control dimana komponen afeksi diyakini merupakan bagian integral nyeri.
Tabel 5 : Jenis Operasi antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Jenis Operasi Perlakuan Kontrol
Plating 7 (77,8 %) 3 (33,3 %)
Nailing - 3 (33,3 %)
Nailingplating 2 (22,2 %) 3 (33,3 %)
Tabel 6 : Perbedaan VAS hari I, II dan III
antara Jenis Operasi Plating, Nailing dan Nailingplating
VAS hr.:Plating (median) Nailing (med.) Nailingplating (med.) Uji Statistik Nilai p
I 2 6 3 Mann-Whitney 0,125
II 1 5 2 0,099
III 1 4 2 0,053
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini dirancang untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengaruh pendekatan spiritual (Islam) dan do’a prabedah terhadap nyeri pascabedah. Apakah pendekatan spiritual dan do’a prabedah dapat menurunkan intensitas nyeri pascabedah ? Apakah pendekatan spiritual dan do’a prabedah dapat menurunkan sekresi hormon kortisol ?
Masalah tersebut muncul oleh karena adanya pemahaman dikotomi di kalangan sekelompok orang yang mempertentangkan agama pada satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Kebenaran agama dipandang sebagai suatu yang mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah. Meskipun diakui tidak semua ajaran agama dapat dibuktikan secara ilmiah.109
Untuk pemecahan masalah tersebut, dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian eksperimental, dengan model randomized pre test post test control group design.
Sebagaimana peran aspek psikologis, besarnya peran aspek spiritual dan do’a dalam modulasi nyeri yang dipergunakan untuk mengkaji pengaruh pendekatan spiritual dan do’a terhadap nyeri adalah teori gate control.19,22
Menurut Melsack dan Casey 1986, terdapat proses kontrol sentral yang merupakan fungsi komplementer antara kontrol kognitif dengan sistim motivasi afektif yang mengatur intensitas rangsang nyeri.22,35
Telah diketahui bahwa nyeri terdiri dua komponen yaitu komponen sensoris dan komponen afeksi. Komponen afeksi tidak dapat dikelola dengan cara pendekatan fisik atau hambatan jalur sensoris. Oleh karena itu tujuan pendekatan spiritual dan do’a dalam penelitian ini adalah mengupayakan perubahan penilaian kognisi agar mempengaruhi komponen afeksi.22,34
Afeksi terhadap nyeri adalah ekspresi kualitas respon emosi. Agar terukur, dalam penelitian ini dipakai nilai intensitas nyeri dengan menggunakan visual analog scale sebagai gambaran afeksi terhadap nyeri.22,31
Pencapaian tingkat homogenitas penelitian ini ditempuh dengan cara mengendalikan berbagai faktor yang mempengaruhi komponen afeksi nyeri dan mempengaruhi hasil pendekatan, antara lain budaya, intelegensia, pengalaman terdahulu, arti nyeri dan adanya kecemasan. Oleh karena itu, dengan kriteria inklusi diupayakan homogenitas faktor predisposisi yaitu agama, suku bangsa dan pendidikan.
Pendekatan spiritual dan do’a pada penelitian ini terutama mengupayakan dua hal yaitu menghilangkan kecemasan dan meningkatkan motivasi. Secara umum kecemasan merupakan masalah yang paling banyak didapatkan pada masa prabedah.22,38
Dari beberapa pengamatan klinik diketahui bahwa komponen afeksi nyeri sangat erat berhubungan dengan motivasi. Motivasi seperti juga proses kognitif menentukan arahan sikap subyek ke arah positif atau negatif, sesuai kebutuhan atau pengaturan internal yang berhubungan dengan homeostasis. Oleh karena itu, motivasi yang menimbulkan respon emosi positif akan menyebabkan terjadinya analgesia endogen atau descending inhibition.22,32
Karena subyek akan mengalami pembedahan, target yang ingin dicapai adalah menimbulkan motivasi positif dengan menerima pembedahan sebagai upaya terapi untuk mempercepat kembalinya kondisi normal. Target lainnya adalah menghilangkan kecemasan yang merupakan suatu prakondisi yang merugikan, dengan memberikan informasi yang diperlukan serta hubungannya dengan spiritualitas dan do’a. Upaya tersebut dimaksudkan untuk membantu strategi coping kognitif subyek. Bila proses coping yang di upayakan dengan pendekatan spiritual dan do’a berhasil, nilai stresor berkurang sehingga reaksi stres biologis yang diakibatkannya juga berkurang.19,22
Pendekatan spiritual dan do’a dilakukan sejak subyek MRS, dilakukan tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan dengan tatap muka selama 30 – 45 menit, setiap kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang terakhir dilakukan saat akan berangkat operasi. Dengan pendekatan perorangan secara persuasif, diharapkan menimbulkan persepsi dan motivasi positif tentang pembedahan dan nyeri sekaligus menghilangkan pengaruh kecemasan.
Kortisol secara umum dipakai sebagai tolok ukur adanya stres dalam tubuh. Dipilihnya kortisol sebagai variabel terukur dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan praktis. Karena kortisol mempunyai karakteristik pola sekresi peningkatan dan penurunan yang lambat, sehingga mudah untuk diukur. Sedangkan hormon stres lain, katekolamin misalnya mempunyai pola sekresi peningkatan dan penurunan spontanitas, sehingga sulit pengukurannya.19
Dari hasil uji 2 sampel terhadap indikator stres yaitu kortisol prabedah (tabel 2) dan penilaian intensitas nyeri dengan visual analog scale untuk nyeri pascabedah seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kelompok yang mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a dibanding kelompok kontrol.
Pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a, stres prabedah lebih rendah, terbukti kortisol pada kelompok ini lebih kecil secara bermakna dibanding kelompok kontrol.
Dengan demikian dapat disimpulkan pendekatan spiritual dan do’a dengan metoda seperti dilaksanakan pada penelitian ini dapat mengurangi reaksi stres prabedah.
Diketahui bahwa amigdala bertanggungjawab tentang respon emosi terhadap nyeri. Pengendalian respon emosi terjadi karena hubungannya dengan pusat kognitif, asosiasi sensoris maupun hipokampus. Bila pendekatan spiritual dan do’a menghasilkan memori positif, hipokampus akan menyebabkan hambatan terhadap respon emosi amigdala oleh neuron GABAergik. Diketahui terdapat banyak reseptor benzodiazepine pada nukleus basolateral amigdala.7,22
Pendekatan spiritual dan do’a membantu mekanisme coping terhadap stres yaitu dengan modulasi kognitif dan pada penelitian ini terbukti dapat menghilangkan kecemasan dan reaksi stres prabedah, akan menyebabkan supresi sekresi carboline endogen sehingga meningkatkan reseptor GABA. Efek hambatan GABA pada amigdala akan meredam respon emosi terhadap nyeri atau dengan kata lain menurunkan intensitas nyeri. Sedangkan area PAG selain menerima masukan dari amigdala juga menerima informasi dari korteks frontal dan hipotalamus sehingga reaksi terhadap nyeri dipengaruhi oleh proses kognitif, pengalaman masa lalu dan motivasi. Bila pendekatan spiritual dan do’a dapat menimbulkan motivasi positif, terjadi pelepasan opiat endogen, yang mana ikatannya pada neuron PAG akan menyebabkan hambatan transmisi rangsang nosiseptif di tingkat medula spinalis atau descending inhibition (lampiran VII, VIII).7,22
Pendekatan spiritual dan do’a dapat menghilangkan kecemasan, menimbulkan motivasi., memperbaiki respon emosi sehingga membangkitkan hambatan nyeri endogen dapat dibuktikan dengan menurunnya intensitas nyeri. Hubungan reaksi stres prabedah dan intensitas nyeri dengan penilaian visual analog scale pascabedah dapat terlihat dari tabel 2 dan 4.
Pendekatan spiritual dan do’a selain mengurangi reaksi stres, juga menurunkan intensitas nyeri. Intensitas nyeri berdasar data visual analog scale kelompok pendekatan spiritual dan do’a dan kelompok kontrol menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (tabel 4).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan do’a dapat mengurangi reaksi stres prabedah dan menurunkan intensitas nyeri pascabedah sehingga merupakan preemptive cognitive analgesia.
Hasil analisis pascabedah menunjukkan bahwa kortisol sebagai indikator stres pascabedah (tabel 2) dan intensitas nyeri yang dinilai dengan visual analog scale pascabedah (tabel 4) pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a berbeda bermakna dengan kelompok kontrol. Kadar kortisol plasma pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol. Karena kortisol plasma menunjukkan adanya stresor nyeri berarti pada kelompok yang mendapatkan pendekatanm spiritual dan do’a reaksi stres nyeri lebih kecil dibanding kelompok kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan do’a menyebabkan perubahan persepsi sehingga nyeri tidak merupakan stresor. Kesimpulan ini memperkuat status rangsang nyeri sebagai stresor psikis sebagaimana disebutkan oleh Lazarus 1993.22
Dari uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan, dari tabel 2 dapat dibuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a mengurangi reaksi stres, ditunjukkan oleh peningkatan kortisol data pascabedah pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a lebih kecil dibandingkan kontrol.
Dengan demikian kesimpulan ini menjawab hipotesis bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan sekresi hormon kortisol.
Dari tabel 2 dan 4 dapat dibuktikan bahwa pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a berkurangnya reaksi stres sejalan dengan menurunnya intensitas nyeri dengan visual analog scale pascabedah. Berarti berkurangnya stres disertai dengan intensitas nyeri yang lebih rendah. Kenyataan tersebut menguatkan kedudukan nyeri sebagai stressor psikis karena dengan menetapkan bahwa kerusakan jaringan menimbulkan intensitas rangsang yang sama, adanya perbedaan intensitas nyeri tersebut disebabkan adanya perbedaan persepsi dan respon emosi tentang nyeri.
Dengan demikian kesimpulan ini menjawab hipotesis bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan intensitas nyeri pascabedah.
Meskipun disadari kebenaran ilmiah bersifat relatif, namun dengan meyakini kebenaran wahyu bersifat absolut (QS.3:60), maka peneliti optimis bahwa hasil penelitian ini membuktikan akan kebenaran wahyu baik yang tertuang dalam Al-Qur’an maupun Hadis, seperti yang telah teruraikan pada latar belakang penelitian ini. Sekaligus memberikan bahan renungan kepada sinyalemen yang berpendapat bahwa kebenaran agama mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah.
Terdapat paradigma lama bahwa agama dinilai sebagai suatu yang harus diterima secara dogmatik, yang terpisah dengan sains dan mustahil bisa dibuktikan secara ilmiah, sehingga penyampaian pesan nilai-nilai agama sering dilakukan dengan pendekatan yang bersifat normatif, ancaman dan siksaan, bukan atas dasar bahwa ibadah itu suatu kebutuhan. Dengan penelitian ini membuktikan bahwa kebenaran agama bisa dibuktikan secara ilmiah, sehingga dengan penelitian ini pemahaman dikotomik ekstrim yang mereduksi agama dari sains tidak dibenarkan.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Sebagai kesimpulan penelitian dan jawaban hipotesis penelitian ini adalah :
1. Pendekatan spiritual dan do’a prabedah pada kelompok perlakuan dapat menurunkan intensitas nyeri pascabedah.
2. Pendekatan spiritual dan do’a prabedah pada kelompok perlakuan dapat menurunkan kadar kortisol plasma sebagai respon terhadap stres.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, yang dapat disarankan untuk pemanfatan adalah :
1. Pengelolaan nyeri harus ditujukan pada kedua komponen nyeri yaitu komponen sensoris dan komponen afeksi. Pendekatan spiritual dan do’a prabedah merupakan salah satu metode yang terbukti dapat mengurangi stres dan menurunkan intensitas nyeri. Dengan demikian pendekatan spiritual dan do’a prabedah dapat dikatagorikan sebagai preemptive cognitive analgesia.
2. Pendekatan spiritual dan do’a seharusnya menjadi bagian dari prosedur tetap persiapan prabedah karena dapat sebagai preemptive cognitive analgesia.
3. Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya, metode dan isi pendekatan spiritual dan do’a prabedah harus terstruktur dan terencana dengan memperhatikan faktor predisposisi maupun faktor situasional yang mempengaruhi persepsi dan respon emosi terhadap nyeri.
4. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengkaji pengaruh pendekatan spiritual dan do’a prabedah , dengan memperbanyak jumlah variabel dan memperbesar sampel.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yamani JK. Mukhtasar Tarikh Thariqat Ath Thib (trj.). Bandung : CV Prakarsa Insan Mandiri;1993. p. 15 – 59.
2. Turner HR. Science in Medical Islam, An Illustrated Introduction (trj.). Bandung : Nuansa; 2004. p. 143 – 173.
3. Ishom MB. Peranan Santunan Spiritual di Rumah Sakit Islam. Dalam : Pratiknya AW, Sofro ASM, editors. Islam, Etika dan Kesehatan. Jakarta : CV Rajawali;1986. p. 257 – 71.
4. Kawakib N. Santunan Spiritual Rumah Sakit. Surabaya Post 1990 Oct 25; Sect.A:4 (kol.1-4).
5. Bagir H. Ilmu Kedokteran Holistik : Sebuah Alternatif. Dalam : Benson H, Proctor W. Beyond The Relaxation Respone (trj.). Bandung : Kaifa; 2000. p. 9 – 19.
6. Lumenta B. Dokter : Citra, Peran dan Fungsi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius; 1989. p. 58 – 66.
7. Wirjoatmodjo K. Uraian Singkat tentang Fisiologi dan Psikologi Nyeri
sebagai Landasan Praktis Pengelolaan Nyeri Kanker.Dalam: Naskah Lengkap
Care with Competence Compassion & Commitment. PKB V Kelompok
Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri.2005 Sept 24;Surabaya,Indonesia.p.10–23
8. Hawari D.Managemen Stres,Cemas dan Depresi.Jakarta:FKUI;2002.p.115-66.
9. Hawari D. Al-Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. 3th ed. Yogyakarta : Dana Bahkti Prima Yasa; 2004. p. 1 – 54.
10. Idris DH. Pendekatan Kejiwaan bagi Penderita Sakit. Dalam : Yafie A, Shihab Q, Idris DH. Hafidhuddin D, RS Dharmais, editors. Sakit Menguatkan Iman, Uraian Pakar Medis dan Spiritual. Jakarta. Gema Insani Press; 1996. p.49 – 59
11. Beta FP. Tambahkan Do’a dalam Obat. Jawa Pos 2004 Apr 29; Sect. A : 31 (kol.1).
12. Depag RI.Al-Jumanatul ‘Ali,Al-Qur’an & Terjemahnya.Bandung:JArt; 2004.
13. Haekal MH. Hayat Muhammad (trj). 12 nd ed. Jakarta : Pustaka Litera Antar Nusa; 1990. p. 66 – 81.
14. Amin MR. Pencerahan Spiritual : Sukses membangun Hidup Damai dan Bahagia. Jakarta. Al-Maward Prima; 2002. p. iii – xiii.
15. Nasr SH. Islamic Spirituality Foundations (trj.). Bandung : Mizan; 2002. p.xix – 12.
16. Muthahhari M. Thabathaba’i SMH. Light Within Me (trj.). Bandung : Pustaka Hidayah; 2000. p. 19 – 75.
17. Nasution AF. Thibburruhany atau Faith Healing : Psikologi Iman dalam Kesehatan Jiwa dan Badan. Jakarta : Eldine; 2001. p. 1 – 4.
18. Alhaddad AA.Adab Suluk Al-Murid (trj.).Solo:Nur Muhammad. 2002.p.5–8.
19. Sholeh M. Pengaruh Salat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik : Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi. (Disertasi). Surabaya : Universitas Airlangga; 2000.
20. Burkit HG, Quick CRG, Gatt D. Essential Surgery : Problems, Diagnosis and Management. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone; 1996. p. 693 – 700.
21. Sterns EE. Clinical Thinking in Surgery. New Jersey : Appleton and Lange; 1988. p. 569 – 81.
22. Rehatta NM. Pengaruh Pendekatan Psikologis Prabedah Terhadap Toleransi Nyeri dan Respon Ketahanan Imunologik Pascabedah.(Disertasi). Surabaya : Universitas Airlangga; 1999.
23. Sudarsa W, Sutjahyo RA. Peri-Operative Pain Management. Naskah Lengkap Peri-Operative Course Kolegium Ilmu Bedah, Kolegium Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia.2004 May 27 - 30; Bandung, Indonesia.
24. Partoatmodjo L. Nyeri Neuropatik pada Penderita Kanker. Dalam : Tri AY, editor. Naskah Lengkap PKB III Kelompok Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri. 2003 Apr 26-27; Surabaya, Indonesia. p. 128 – 40.
25. Gyton AC. Texbook of Medical Physiology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunders Co; 1996. p. 9225 – 1015.
26. Woodruf R. Cancer Pain.Melbourne : Pharmacia & Upjohn; 1996.p.4-12.
27. Mander R. Pain in Childbearing and Its Control (trj.).Jakarta:EGC;2004.p.2-73
28. Cole BE. Pain Management, Classifying, Understanding, and Treating Pain. June 2002. Available from : URL : htpp:// www.turner-white.com. 2004 Dec 24;08.49 pm.
29. Fricton JR, Hathaway KM. Understanding Pain : A Multidimensional Personal Experience. In : Fricton JR, Kroening RJ, Hathaway KM, editors. TMJ and Craniofacial Pain, Diagnosis and Management. 1st ed. Tokyo : Ishiyaku EuroAmerica, Inc;1988. p. 11 – 18.
30. Paris PM, Uram M, Ginsburg MJ. Physiological Mechanisms of Pain. In : Paris PM, Stewart RD, editors. Pain Management in Emergency Medicine. California : Apleton & Lange; 1992. p. 3 – 15.
31. White P. Pain Measurement. In : Warfield CA, editor. Principles and Practice of Pain Management.Newyork : McGraw Hill Inc; 1993. p. 27 – 37.
32. Turk DC,Rudy TE, Boucek CD. Psychological Aspects of Pain. In : Warfield CA, editor. Principles and Practice of Pain Management.Newyork : McGraw Hill Inc; 1993. p. 43 – 50.
33. Tejawinata RS, Benyamin PM, Tejawinata NRH, Irmawati LI, Yuwana JFT. Recent Advances in Multidisciplinary Pain Management. Procedings of Doutch Foundation Post Graduate Medical Course in Indonesia; 2000 jan 31 – feb 3; Surabaya, Indonesia.
34. Sellers EM, Mount BM, BethuneGW, Chevalier IM, Emeads JG, Machets RA, et al., editors. Cancer Pain, A Monograph on the Management of Cancer Pain. Canada : Minister of Supply and Services; 1984. p. 6 – 8.
35. Bonica JJ. The Management of Pain. 2nd ed. London : Lea & Febiger; 1990.p.2– 17.
36. Bodin SC, Lieber PL. Peripherial Nerve Physiology, Anatomy and Pathology. In : Simon SR. editor. Orthopaedic Basic Science. 1st ed. Rosemont : AAOS; 1994. p. 325 –96.
37. Snell RS. The Ascending Tracts at The Spinal Cord and Brain. In : Snell RS.editor. Clinical Neuroanatomy for Medical Students. 4th ed. Philadelphia : Lippincot; 1997. p. 341 – 57.
38. Agoes A, Kusnadi HMA, Candra S. Teori dan Manajemen Stres (Kontemporer dan Islam). Malang : Taroda; 2003. p. 13 – 38.
39. Alkaf I. Mengobati Stres dengan Zikir&Do’a. Semarang : Alina Press. 2004; p.10 – 34.
40. Seawad BL. Stress Management (trj.). Jakarta : EGC; 2004. p. 1 – 67.
41. Nierenberg J, Janovic F. The Hospital Experience (trj.). Semarang : Dahara Press; 1987. p. 355 – 75.
42. Agustian AG. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. 4th ed. Jakarta : Arga; 2004. p. xxvi – 36.
43. Agustian AG. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual -ESQ (Emotional Spiritual Quotient) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta : Arga; 2001. p. 1 – 174.
44. Zohar D, Marshall I. SQ : Spiritual Intelligence-The Ultimate Intelligence (trj.). 6th ed. Bandung : Mizan; 2002. p. 3 – 15.
45. Halimi S. Spiritualitas Muhammad SAW. Semarang : Putra Mediatama Press; 2004. p. 21 – 47.
46. Najati MU. Al-Hadiitsun-Nabawiy wa ‘Ilmun-Nafs (trj). Jakarta : Mustaqiim; 2003. p. 34 – 43.
47. Madjid N. Pintu-Pintu menuju Tuhan. Jakarta : Paramadina. 1995;p.232 – 233.
48. Kawakib N.Spiritualitas Islam. Radar Jember 2004 Oct 27.Sec.A: 29 (kol.1-5)
49. Azzumaili ZM. Limaadza Ja’alallahu Almaradh (trj.). Jakarta : Cendekia Sentra Muslim;2003. p. 63 – 173.
50. Asdie AH. Sakit sebagai Media Da’wah. Dalam : Pratiknya AW, Sofro ASM, editor. Islam, Etika dan Kesehatan. Jakarta : CV Rajawali;1986. p. 305 – 309.
51. Yafie A. Falsafah Sakit sebagai Cobaan. Dalam : Yafie A, Shihab Q, Idris DH, Hafidhuddin D, RS Dharmais. Sakit Menguatkan Iman, Uraian Pakar Medis dan Spiritual. Jakarta : Gema Insani Press; 1996. p. 3 – 15.
52. Kawakib N. Konsep Normatif Islam : Bagaimana Sikap dan Perilaku Dokter ? Iqro’ 2nd ed. 1989 May. p. 16 – 18.
53. Ebrahim AFM.Organ Transplantation, Euthanasia, Cloning and Animal Experimentation : An Islamic View (trj.). Jakarta : Serambi; 2004. p. 36 – 40.
54. Sya’ban HA.Ayyub alaih assalam(trj).Yogyakarta:Mitra Pustaka;2004.p.43-55
55. Dayyab AH, Qarqauz A. Ma’a al-Thibb Fi Al-Qur’an Al-Karim (trj.). Jakarta : Restu Ilahi; 2004. p. 2 – 29.
56. Qordhowi Y. Assobru fil Qur’an (trj.). 2nd ed. Jakarta : Gema Insani Press; 2003. p. 71 – 88.
57. Gamal K.Sakit & Pengobatan secara Islam.Yogyakarta:Absolut;2003.p86-187.
58. Gymnastiar A.Adab Dikala Sakit. Bandung:MQS Pustaka Grafika.2002.p.7-24
59. Asysyaayi A.Ara’ Ibnu Al Qayyim Haula Al I’aqah (trj.). Jakarta : Najla Press; 2004. p. 37 – 41.
60. Newman AJ. Islamic Medical Wisdom, The Thib al-A’imma. (trj.) 2nd ed. Jakarta : Pusaka Zahra; 2001.p. 45 – 48.
61. Manshur MK. Al Ahkam Ath-Thibiyah Al Muta’aliqah bi An-Nisa’ fi Fiqhi Al Islami (trj). Jakarta : Cendekia; 2004. p. 21 – 27.
62. Kawakib N. Legalitas Terapi Medis dan Bedah. Radar Jember 2004 Sept 3;Sect.A : 29 (kol. 1- 4)
63. Aljauziyah IQ.Ath-Thibbun-Nabawi.Beirut : Daruts-Tsaqofah Islamiyah.p.105
64. Qayyim I. Healing With The Medicine of The Prophet (trj.). Jakarta : Gema Utama; 2002. p. 1 – 35.
65. Ruqaith HH. Ar-ri’ayah As-Sihhiyyah wa Ar-Riyyaadiyyah fi Al-Islam (trj.). Jakarta : Najla Press; 2004. p. 25 – 9.
66. Manshur M. Al-Mukhtasharul Mufid fi Fiqhul Maridl (trj.). Jakarta : Pustaka Al-Kautsar; 2003. p. 199 – 210.
67. Sambas S, Sukaya T. Quantum do’a. Jakarta : Hikmah; 2003. p. 1 – 26.
68. Yahya H. Taking the Qur’an as A Guide Prayer in the Qur’an (trj.). Surabaya : Risalah Gusti; 2004. p. 110 – 137.
69. Aljamal IMH Al-Istisyfa’ bi Ad-Du’a’ (trj.). Jakarta : Cendekia; 2003. p.23-46
70. Kawakib N. Do’a dalam Pengobatan. Radar Jember 2005 Feb 4.Sec.A: 29 (kol.1-5).
71. Aman. Zikir dan Do’a Rasulullah, Etika Hidup dan Penyembuhan. Jakarta Al – Mawardi Prima; 2003. p. 7 – 12.
72. Dossey L. Healing Words (trj.). 2nd ed. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 1997. p. xxv – xxxv.
73. Gymnastiar A. Kedahsyatan Do’a. Bandung : MQ Publishing; 2004. p.1 – 26.
74. Syariati A. Ad-Du’a’ (trj.). Jakarta : Pustaka Zahra; 2003. p. 23 – 71.
75. Firdaus H. Mencari Solusi dengan Do’a. Bandung : Mujahid; 2004. p. 11 – 30.
76. Billah M.Ad-Da’waul Ma’tsurah minal Kitabi was Sunnah (trj.). Bandung : Risalah; 1984. p. 1 – 11.
77. Majelis Tertinggi Urusan Keislaman Mesir. Muntakhobu Minassunnah (trj.). Bandung : Angkasa; 1987. p. 45.
78. Alju’aisin AA. Tuhfatul Maridh (trj.). Yogyakarta : Mitra Pustaka; 2003.
p. 67 – 85.
79. Abdullah MM. Asy-Syifa’ bid-Du’a (trj.). Bandung:Al-Bayan;1998.p. 21-109.
80. Qayyim I. Ad-Da’wad Dawa’,Al Jawabul Kafi Liman Sa’ala’anid Dawa’I Syafi (trj.). 2nd ed. Jakarta : Pustaka Amani; 1999.p. 9 – 10.
81. Alashifi MM. Al-Du’a Inda Ahlil Bait (trj.). Bogor : Cahaya; 2004. p. 1 – 13.
82. Subhani SJ. Memilih Takdir Allah Menurut Al-Qur’an dan Sunnah. Bandung : Pustaka Hidayah; 1999. p. 40 – 56.
83. Sulaiman.Misteri dibalik Ketetapan Ilahi.Surabaya:PutraPelajar;2001.p.22– 45
84. Qardhawi Y. Tawakkal (trj.). Jakarta : Azan; 2002. p. 193 – 238.
85. Wijaya Kusuma H, Elsulthani ML. Penyembuhan melalui Do’a. Jakarta : Gunung Agung; 2002. p. 49 – 68.
86. Kawakib N. Perihal Obat, Sebuah Persepsi Menyesatkan. Aula 4th ed. 1988 Apr. p.91 – 4.
87. As-Suyuthiy JA. As-Suyutti’s Medicine of The Prophet (trj.). Bandung : Pustaka Hidayah; 1997. p. 169 – 275.
88. Ashshiddieqy TMH. Pedoman Dzikir dan Do’a. 4th ed. Semarang: Pustaka Rizki Putra; 2002. p. 1 – 47.
89. Nasution AH. Keajaiban Dzikir dan Do’a, Transformasi Nilai Sufisme Menuju Emotional Spiritual Questient. Surabaya : Al-Dzikra; 2004. p. 85 – 171.
90. Beik A. Do’a-Do’a Kesembuhan. Jakarta : Misbah; 2004. p. 21 – 34.
91. Abdullah. Absyir Ayyuhal Maridh (trj.). Solo : Ath-Thibyan; 2004. p. 33 – 41.
92. AlHaritsi AM. Aadzbuz Zaalal fiima Maridu fi ‘Iyaadatil Mariidl (trj.). Jakarta :Gema Insani Press; 2003. p. 31 – 44.
93. Alcaf MAK.Do’a–Do’a Penyembuh.Bandung:Pustaka Hidayah;2003.p.103-78
94. Chisyti HM.The Book of Sufi Healing (trj.). Jakarta : Lentera; 2001. p.241-45
95. Bahreisj H. Islam dan Kesehatan. Surabaya :Al-Ikhlas. p. 78 – 111.
96. Gamal K. Fadhilah dan Khasiat. Yogyakarta : Absolut; 2003. p. 85 – 98.
97. Alqahthani SAW.Ad-Du’a min Al-Kitab wa As-Sunnah wa YalihiAl-Taju bir-Ruqo min Al-Kitab wa As-Sunnah (trj.).Solo : Al-Qowam; 2003. p. 116.
98. Kawakib N. Zamzam dalam Terapi Medis. Radar Jember 2004 Oct 8.Sec.A: 29 (kol.1-5).
99. Qundail AM. T-Tadawi bi al-Qur’an (trj.). Jakarta : Cendekia;2003.p.169-215.
100. Al Banna H. Al-Ma’tsurat. Jakarta : Zikrul Hakim; 2004.
101. Kawakib N. Pendekatan Spiritual Islam Terapi. Radar Jember 2004 Nov 26; Sect. A : 29 ( kol. 1 – 4).
102. Wallach J. Interpretation of Diagnstic Test. 5th ed. Boston : Little Brown Comp.; 1986. p. 789.
103. Tjokroprawiro A, Pudjirahardjo WJ, Putra ST. Pedoman Penelitian Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press; 1996. p.39 – 67.
104. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Ismael S, Sastroasmoro S, editors. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta:Binarupa Aksara;1995.p.186-212.
105. Wilson I. Klasifikasi ASA dari Risiko Perioperatif. In : Nicholas AJ, Wilson IH. Perioperative Medicin : Managing Surgical Patients with Medical Problems (trj.). Jakarta : Farmedia; 2001. p. 18 - 9
106. Asmiragani S, Santoso H. Perbandingan Morfin Peridural dengan Tramadol Intravena dalam Penanggulangan Nyeri dan Rehabilitasi pada Penderita dengan Fraktur Femur Distal Pasca Fiksasi Internal (Karya Akhir PPDS I Orthopaedi). Surabaya : Universitas Airlangga. 2004.
107.Conn D, Murdoch J. Manajemen Nyeri Akut. Dalam : Nicholls AJ, Wilson
IH. Perioperative Medicine : Managing Surgical Patients with Medical
Problems (trj). Jakarta : Farmedia; 2001. p. 57 – 69.
108.Dahlan MS. Seri Statistik : Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, Uji
Hipotesis dengan Menggunakan SPSS Program 12 Jam.Jakarta:Arkans; 2004.
109.Kartanegara M. Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistik Bandung : Arasy Mizan; 2005. p. 19 – 31.
DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
"Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah/2 : 2).
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl/16 : 44).
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS.Bani Isra’il/17 : 9).
“Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-Lail/92 : 20).
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah/2 :201).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab/33 : 21).
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa’/4 : 80).
“Maka segeralah kembali kepada (menta`ati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Az-Zariyat/51 : 50).
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d/13 : 28).
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
(QS. Bani Isra’il/17 : 85).
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ma’idah/5 : 54).
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A’raf/7 : 172).
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum/30 : 30).
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat/51 : 56).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”(QS. Al-Hadid/57 : 22).
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah/2 : 30).
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun/sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali." (QS. Al-Baqarah/2 : 155-156).
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am/6 : 162).
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiya’/21 : 35).
“ Kemudian jika kamu telah membulatkan kemauan, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran/3 : 159).
“dan apabila aku sakit, DIA-lah Yang menyembuhkan aku.”
(QS. Asy-Syu’ara’/26 : 80).
”Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Mu’min/40 : 60).
“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (QS. Al-Anbiya’/21 : 83).
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya; "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan".Allah berfirman: "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta`at (kepada Tuhannya).”
(QS. Sad/38 : 41 – 44).
“Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya’/21 : 84).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah/2 : 286).
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(QS. Ar-Ra’d/13:11).
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’/4 : 29).
“ Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Baqarah/2:195).
“Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. Al-A’raf/7 : 55).
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa`at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus/10 : 106).
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”
(QS. Bani Isra’il/17 : 110-111).
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah/2 : 186).
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.Al-A’raf/7 : 180).
“dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan.” (QS. An-Nazi’at/79 : 5).
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
(QS. Al-Hijr/15 : 21).
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolonganTunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(QS. Al-Fatihah/1 : 1 – 7).
“Katakanlah, “Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas/112 : 1 – 4))
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan (yang menguasai) waktu subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap, dan dari kejahatan tukang-tukang sihir yang meniup pada ikatan, dan dari kejahatan pendengki apabila dia dengki.” (QS. Al-Falaq/113 : 1 – 5).
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara manusia, yang menguasai manusia, Tuhan bagi manusia, dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, Yang membisikkan dalam dada manusia, Dari jin dan manusia.”
(QS. An-Nas/114 : 1 – 6).
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.” (QS. At-Taubah/9 : 51).
“Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, maka janganlah engkau pernah meragukannya.” (QS. Ali Imran/3 : 60).
DAFTAR RIWAYAT HADIS
اِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ يَقُوْلَ: أَنَاعِنْدَظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ اِذَا دَعَانِيْ.
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla berfirman (dalam hadits Qudsi): Aku akan mengikuti sangkaan-sangkaan hamba-Ku. Dan Aku akan selalu menyertainya apabila ia berdo’a kepada-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَهُوَ يُوْعَكُ, فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّكَ تُوْعَكُ وَعْكًا شَدِيْدًا. قَالَ: أَجَلْ. إِنِّى أُوْعَكُ كَمَا يَوْعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ. قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: أَجَلْ. ذَلِكَ كَذَلِكَ, مَامِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى: شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا.
Diterima dari Abdullah, katanya, ”Saya menjenguk Rasulullah SAW. sedangkan ia sedang sakit berat, maka kata saya, ”Wahai Rasulullah, penyakit anda sangat berat”. Jawabnya, ”Memang, saya menderita sakit sebagaimana yang diderita oleh dua orang laki-laki di antara kalian”. Kata saya pula, “Apakah demikian itu karena anda beroleh pahala sebanyak dua kali lipat?” “Ya, benarlah katamu itu! Tidaklah seorang muslim pun yang ditimpa oleh bencana penyakit dan lain-lain, bahkan baik karena-tusukan-duri maupun yang lebih besar dari itu, kecuali akan diampuni oleh Allah kesalahan-kesalahannya sebagaimana halnya pohon-pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبَيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَاأَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً.
Diterima dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW sabdanya, “ Allah tidak menurunkan sesuatu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR. Bukhari).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنهما أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ لَكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ, فَإِذَا اُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ.
Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya bagi setiap penyakit itu ada obatnya. Apabila obat penyakit itu tepat, maka ia sembuh dengan izin Allah.” (HR. Muslim).
ورواه التّرمذى عن أُسَامَةَ أَيْضًأ: لكن بلفظ: قَالَتْ الأَعْرَابُ: يَارَسُوْلَ اللهِ أَلاَ نَتَدَاوَى؟ قَالَ: نَعَمْ يَاعِبَادَاللهِ تَدَاوَوْا, فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً-أو دواء- إلا داءً واحدًا. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَاهُوَ؟ قَالَ: الهرم.
Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Usamah pula, tetapi lafadznya berbunyi, “orang-orang badui menanyakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah kami akan berobat?”Jawabnya, “Yah, wahai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena Allah tidak menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula baginya penyembuh-atau obatnya-kecuali satu macam penyakit.” Tanya mereka: “Wahai Rasulullah, apakah itu?”Jawabnya: “Yaitu penyakit tua.” (HR. Tirmidzi).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارى رضي اللهُ عنه قَالَ: بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ طَبِيْبًا فَقَطَعَ مِنْهُ عِرْقًا ثُمَّ كَوَاهُ.
Diterima dari jabir bin Abdillah al-Anshori RA katanya, “Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Ka’ab, lalu tabib itu memotong bagian anggota tubuhnya, kemudian melakukan kayy (sengatan api) padanya” (HR. Muslim).
عَنْ أَمِيْرِ المُؤْمِنِيْنَ أَبِى حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.
Dari Amiril Mu’minin Abi Hafs Umar bin Khoththob RA telah berkata: aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda “Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ. قَالَ رَبُّكُمْ: أُدْعُوْنِي أَسْتَجِبْلَكُمْ.
“Do’a adalah ibadah. Robb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (HR. Tirmidzi).
سَلُوْا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنَّ اللهَ يُحِبُّ اَنْ يَسْأَلَ.
“Mintalah kalian kepada Allah dari anugerah-Nya. Sesungguhnya Allah senang (jika) senantiasa diminta.” (HR. Tirmidzi).
فَإِنْ سَأَلْتُمُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَاأ َيُّهَا النَّاسُ فَاسْئَلُوْهُ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالإِجَابَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَيَسْتَجِبُ لِعَبْدٍٍٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ.
“Maka jika kalian memohon kepada Allah Azza Wajalla, wahai manusia, mohonlah langsung kehadirat-Nya dengan sepenuh keyakinan bahwa do’a kalian akan diperkenankankan, karena Allah tidak memperkenankan do’a hamba-Nya yang keluar dari hati yang lalai.” (HR. Ahmad).
مَنْ لَمْ يَسْئَلِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْه
“Siapa yang tidak berdo’a kepada Allah, maka Allah murka kepada-nya.”
(HR. Turmidzi).
من فتح له باب الدعاء فتحت له أبواب الرحمة. و ما سئل الله تعالى شيئا أحبّ إليه من أن يسأل العافية, و إن الدعاء ينفع مماّ نزل و ممّا لم ينزل و لا يردّ القضاء إلا الدعاء.
“Barang siapa dibukakan pintu do’a untuknya, berarti telah dibukakan pula baginya pintu rahmat. Dan tiada dimohonkan kepada Allah, yang lebih disukai-Nya selain dari pada dimohonkan ‘afiyah. Do’a itu memberikan manfaat terhadap apa yang telah diturunkan dan yang belum diturunkan. Dan tak ada yang dapat mengkis ketetapan Tuhan, kecuali do’a. Oleh sebab itu, hendaklah kamu sekalian berdo’a.” (HR. Tirmidzi).
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلََّمَ لاَ يَزِدُ فيِ اْلعُمْرِ إِلاَّ الْبِرُّ وَ لاَ يَرُدُّ اْلفَدَرَ إِلاَّ الدُّعَاءُ وَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ.
Rasulullah SAW bersabda: “Umur seseorang tiada ditambah kecuali dengan melakukan kebaikan, Qadar yang akan menimpa seseorang tidak bisa ditolak kecuali dengan do’a, dan kebaikan akan diharamkan kepada seseorang karena dosa yang dilakukannya.” (HR. Ibnu Majah).
لاَ يُغْنىِ حَذْرٌ مِنْ قَدَرٍ وَ الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَ مِمَّا لمَ ْيَنْزِلْ. وَ إِنَّ الْبَلاَءَ لَيَنْزِلُ فَيَلْقَاهُ الدُّعَاءَ فَيَعْتَلِجَانِ اِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ.
“Tidaklah berguna peringatan bagi orang yang telah ditakdirkan, tetapi do’a berguna untuk sesuatu yang belum diturunkan. Sesungguhnya malapetaka dan cobaan yang diturunkan kemudian bertemu dengan do’a, maka keduanya akan saling mengimbangi hingga hari kiamat kelak.” (HR. Hakim).
الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَ مِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ
“Do’a itu berguna bagi sesuatu yang telah diturunkan dan sesuatu yang belum diturunkan. Oleh karena itu, wahai para hamba Allah, hendaklah kamu sekalian berdo’a.” (Hadits dari Ibnu Umar).
“Dari Ustman bin Abil ‘Ash ats-Tsaqafi bahwa dia mengadu kepada Rasulullah SAW tentang suatu penyakit yang ia derita sejak ia masuk Islam. Maka Rasulullah SAW bersabda :
ضَعْ يَدَكَ عَلىَ الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ, وَ قُلْ: بِسْمِ اللهِ ثَلاَثًا. وَ قُلْ سَبْعَ مَرَّاتِ: أَعُوْذُ بِاللهِ وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَ أُحَاذِر.ُ
“Letakkan tanganmu di atas yang terasa sakit dari tubuhmu, dan bacalah Bismillah sebanyak tiga kali dan bacalah tujuh kali, “Aku berlindung kepada Allah dan kodrat-Nya dari segala bahaya yang aku derita dan yang aku khawatiri.” (HR. Muslim).
Dari Ustman bin Abil ‘Ash berkata, “Telah datang kepadaku Rasulullah SAW dan pada waktu itu aku sedang terkena penyakit yang hampir membawaku pada kematian. Maka Rasulullah SAW bersabda :
امْسَحْ بِيَمِيْنِكَ سَبْعَ مَرَّاتِ, وَ قُلْ أَعُوْذُ بِعِزَةِ اللهِ وَ قُدْرَتِهِ وَ سُلْطَانِهِ مِنْ شَرِّ مَا اَجِدُ
“Usaplah dengan tangan kananmu sebanyak tujuh kali, dan bacalah ‘Aku berlindung kepada Allah, kodratNya, dan kekuasaan-Nya dari bahaya yang aku dapati.”
Lalu aku laksanakan perintah itu, maka Allah menghilangkan penyakit yang menghinggap pada diriku. Dan, hingga kini masih aku praktekkan pada keluargaku dan yang lainnya. (HR. Tirmidzi).
عن أبى سعيد الخدرىِّـ رضى الله عنه ـ أن ناسا من أصحاب النبى ـ صلى الله عليه و سلّم ـ أَتَوْا على حىِّ من أَحياءِ العَرَبِ, فلم يَقْرُوهُمْ, فَبَيْنَمَا هم كَذَلِكَ إِذ لُدِغَ سيدُ أُولَئْكَ, فَقَالُوا: هل مَعَكُمْ من دواء أَو راقٍ؟ فقالوا: إِنَّكُمْ لمَ ْتَقْرُوْنَا, و لا نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلاً, فَجَعَلوُا لَهُمْ قَطِيْعًا من الشَّاءِ, فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القرآن, و يجمعُ بُرَاقه وينْفِلُ, فبَرَأَ, فأَتَوْا بالشَّاءِ, فقالوا: لا نأْخُذُه حتى نَسْأَلَ النبىـ صلى الله عليه و سلّم ـ فَسَالُوهُ, فَضَحِكَ, و قال: و مَا يُدْرِيكَ أَنَّها رُقْيَةٌ؟ خذوها واضرِبُوا لىِ بِسَهْمٍ.
Dan dari Abu Sa’id Al Khudri RA, bahwa serombongan manusia dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW datang kepada salah satu suku Arab, tetapi orang-orang ini hendak menerima mereka sebagai tamu. Maka sementara mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba pemimpin suku itu disengat oleh seekor kalajengking, lalu mereka bertanya, “Apakah tuan-tuan punya obat untuk mengobati pemimpin kami?” Jawab mereka, “Tuan-tuan tak hendak menerima kami sebagai tamu, maka kami tidak bersedia sebelum tuan-tuan memberi kami upah!” Maka mereka sediakanlah sekawanan kambing sebagai upahnya. Maka dibacanyalah Al Fatihah, dihimpunnya ayat-ayat utama dan diberinya tambahan, hingga pemimpin itu pun sembuhlah. Lalu mereka bawa kambing-kambing itu, tetapi kata para sahabat, “Kami tak hendak menerimanya sebelum menanyakan lebih dulu kepada Nabi SAW ”Lalu mereka tanyakanlah, maka Nabi SAW pun tertawa dan bersabda, “Siapa yang memberikan tahu kepadamu, bahwa ayat itu obat ? terimalah dan jangan lupa memberi saya sebagian!” (HR. Bukhari).
عن ابن عباسٍ ـ رضى الله عنه ـ ان نفراً من أصحاب النبىِّ ـ صلى الله عليه و سلّمت مروا يماءٍ فيهم لَدِيغٌ أو سَلِيمٌ, فعةص لهم رجلٌ من اهل الماءِ, فقال: هل فيكم من راق؟ إنَّ فى الماءِ رجلا لديغاً أو سليماً, فانطلق رجلٌ منهم, فقرأ بفاتحة الكتاب على شاءٍ, فبرأ, فجاء بالشاءِ إلى أصحابه, فكرهوا ذلك, و قالوا: أخذت غلى كتاب الله اجراً, حتى قدموا المدينة, فقالوا: يا رسولَ الله, أخذ على كتاب الله اجرا, فقال رسول الله ـ صلى الله عليه و سلّم ـ إنَّ احق ما أخذتم عليه أجرا كتاب الله.
Dari Ibnu Abbas RA bahwa beberapa orang sahabat Nabi SAW lewat pada segolongan orang yang tinggal dekat sebuah mata air yang kebetulan di antara mereka ada yang disengat kalajengking. Maka tampillah salah seorang di antara orang-orang itu, lalu tanyanya, “Apakah di antara tuan-tuan ada yang bisa mengobati? Karena dekat mata air itu ada seseorang yang disengat oleh kalajengking”. Maka pergilah salah seorang di antara mereka, lalu dibacakannya surat Al Fatihah dengan beroleh upah seekor kambing. Maka sembuhlah orang itu dan yang mengobati tadi membawa kambing itu kepada sahabat-sahabatnya. Tetapi mereka tak hendak menerimanya, kata mereka,”Kamu mengambil upah dari Kitabullah”. Akhirnya mereka sampai di Madinah, lalu kata mereka, “Wahai Rasulullah! Ia ini mengambil upah dari Kitabullah”. Maka sabda Rasulullah SAW, “sesungguhnya upah yang paling patut kamu ambil ialah dari Kitabullah!”
(HR. Bukhari)
عن عائشةَ ـ رضى الله عنها ـ قالت: كان رسول اللهِ ـ صلى الله عليه و سلّم ـ إِذَا أَوَا إلى فِرَاشِه نفَث فى كفيه بقُل هو اللهُ أحدٌ, و بِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جميعاً, ثمَّ يمسح بهما وجهه, و ما بَلَغَتْ يَدَاهُ من جَسَدِهِ, قالت عائشةُ: فلما اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنىِ أَن أْفعَلَ بِهِ ذَلِكَ
Diterima dari Aisyah RA katanya, “Jika Rasulullah SAW pergi ke peraduannya, maka beliau meniupkan “Qul huwallahu ahad”, dan kedua Mu’awwidzat ke dua belah telapak tangannya, lalu menyapukan kedua telapak tangannya itu ke mukanya dan ke tubuhnya yang dapat dicapai oleh kedua tangannya”. Kata Aisyah RA lagi, “Dan tatkala aku sakit, disuruhnyalah aku melakukan hal seperti itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
و عنها ـ رضى الله عنها ـ: أن النبى ـ صلى الله عليه و سلّم ـ كان يَنْفُثُ على نَفْسِهِ فى المرضِ الَّذِى مَا تَ فيه بِاْلمُعَوِّذَاتِ, فلما ثَقُلَ كنتَ أنْفُثُ عنه بِهِنَّ, و أمْسَحٌ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِها
Dan daripadanya RA pula bahwa Nabi SAW meniupkan mu’awwidzat ke tubuhnya sewaktu sakit yang membawa ajalnya, dan tatkala penyakitnya telah bertambah berat, maka sayalah yang meniupkannya kepadanya dan menyapukannya dengan tangannya sendiri guna mengambil berkahnya. (HR. Bukhari)
LAMPIRAN I : PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
JUDUL
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DO’A PRABEDAH
TERHADAP NYERI PASCABEDAH
1. Saya bersedia mengikuti penelitian ini
2. Saya mendapat penjelasan bahwa tujuan penelitian ini adalah menilai apakah adanya pendekatan spiritual dan do’a sebelum pembedahan dapat mengurangi rasa nyeri sesudah tindakan pembedahan.
3. Selama penelitan ini saya sanggup dan bersedia untuk diambil darah pada waktu yang telah ditentukan sebanyak dua kali yaitu saat di ruang bedah sebelum berangkat ke ruang operasi dan di ruang GBPT setelah sadar dari pengaruh obat anestesi selesei operasi, diluar pemeriksaan rutin seharusnya. Untuk pemeriksaan tambahan ini saya dan Rumah Sakit tidak dibebani biaya pemeriksaan tersebut karena pemeriksaan ini diluar kebiasaan yang diperlukan.
4. Saya mendapat kesempatan untuk bertanya mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ini dan akan dijawab dengan jelas oleh dr.Nurul Kawakib.
5. Saya mengerti bahwa setiap data mengenei saya dalam penelitian ini akan tetap dirahasiakan
6. Saya menyatakan dengan sadar dan tidak dibawah tekanan kesediaan saya yang mengikuti penelitian ini dan saya berhak untuk menyatakan tidak besedia lagi mengikuti penelitian ini kapan saja tanpa ada tekanan ataupun ancaman akan pelayanan kesehatan saya.
Surabaya, ……………………2005
(………………………….) (………………………….)
yang menjelaskan Penderita
(…………………………)
Saksi
LAMPIRAN II : RINGKASAN KOMUNIKASI
SPIRITUAL ISLAM TENTANG SAKIT DAN TERAPI
Mengetahui:
- Sakit cobaan dari Allah (QS.57 : 22)
- Allah yang menyembuhkan (QS.26 : 80)
- Legalitas Islam terapi medis (HR. Turmudzi) dan bedah (HR. Muslim)
Bersikap :
- Sabar (QS.2 : 155), berprasangka baik pada Allah (Hadis Qudsi),
ridho (QS.92 : 20),, iklas karena Allah semata (QS.6 : 162)
- Ikhtiar (QS. 3 : 159)
- Tawakal (QS.3 :159)
- Berdo’a (QS.40 : 60)
- Mengingat Allah/Dzikrullah (QS.13: 28)
Sehingga :
- Menghilangkan kecemasan/menjadi tenang atau tentram (QS. 13 : 28)
- Motivasi positif meningkat (QS. 2 : 286)
LAMPIRAN III : LAFAL DAN CARA DO’A
Dalam penelitian ini subyek berdo’a, minimal do’a yang setiap orang Islam hafal dan bisa ditambah do’a-do’a lainnya yang subyek hafal. Do’a-do’a itu antara lain:
1. Basmalah
Dasar : HR. Muslim
Lafal (QS:1) : “Bismillaah” (artinya : dengan nama Allah)
Cara : diucapkan 3x setiap kali sakit dan bila memungkinkan bagian yang sakit dipegang dengan tangan.
2. Al-Fatihah
Dasar : Hadis dari Jabir bin Abdillah
Lafal (QS.1/1-7) : “Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.
Arrahmaanir rahiim.
Maaliki yaumid diin.
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.
Ihdinash shiraathal mustaqiim.
Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi
‘alaihim wa ladh dhaalliin.”
(artinya : Dengan nama Allah Yg Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Yang Menguasai hari Pembalasan.
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan,
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang – orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (jalan) mereka yang sesat).
Cara : diucapkan setiap akan tidur dan bangun tidur.
3. Mu’awwidzat
Dasar : HR. Bukhari Muslim
Lafal (QS.112,113,114): “Qul huwallaahu ahad.
Allaahush shamad.
Lam yalid wa lam yuulad.
Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad.”
“Qul a’uudzu bi rabbil falaq.
Min syarri maa khalaq.
Wa min syarri ghaasiqin idzaa waqab.
Wa min syarrin naffaatsaati fil ‘uqod.
Wa min syarri haasidin idzaa hasad.”
“Qul a’uudzu bi rabbin naas.
Maalikin naas.
Ilaahin naas.
Min syarril waswaasil khannaas.
Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas.
Minal jinnati wan naas.”
(artinya :”Katakanlah,”Dia-lah Allah Yang Maha Esa.
Allah tempat meminta.
Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.”
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan (yang menguasai) waktu subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap,
dan dari kejahatan tukang - tukang sihir yang meniup pada ikatan,
dan dari kejahatan pendengki apabila dia dengki.”
“Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara manusia,
yang menguasai manusia,
Tuhan bagi manusia,
dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi,
Yang membisikkan dalam dada manusia,
Dari jin dan manusia.”
Cara : diucapkan setiap akan tidur.
LAMPIRAN IV : CARA PENGUKURAN INTENSITAS NYERI
` Dalam penelitian ini intensitas nyeri dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri (10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0 hingga 10.
Alat : Skala Analogi Visual
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cara :Subyek mengkuwantfikasi rasa nyeri dengan menandai angka numerik yang tertera..Kuwantifikasi berdasar dari nyeri yang dirasakan subyek, yaitu :
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan/ tidak mengganggu tidur
4 – 6 = nyeri sedang/ mengganggu tidur, masih bisa tidur
6 – 10 = nyeri berat/ mengganggu tidur, tidak bisa tidur.
LAMPIRAN V :
STATUS PENDERITA DAN HASIL VARIABEL TERGANTUNG
No. Group Seks Umur BB Pendi
dikan Kortisol
prabdh Kortisol pscbdh VAS Hr.1 VAS Hr.2 VAS Hr.3
1 1 L 19 50 SMP 14,9 11,3 2 1 1
2 1 L 19 87 S1 14,4 15,7 3 0 1
3 1 L 39 65 SMP 15,1 14,1 1 1 1
4 1 L 23 65 SMA 15,7 16,1 2 1 1
5 1 L 34 50 SMP 17,4 16,5 2 2 1
6 1 L 22 50 SMA 13 15,8 1 1 1
7 1 P 36 70 SMA 17,2 16,2 0 1 1
8 1 P 18 50 SMA 11,3 15,2 0 1 0
9 1 P 26 50 S1 14,5 16,8 1 0 0
10 2 L 23 60 S1 23 34,1 5 5 4
11 2 L 18 50 SMA 21,4 29,5 6 6 5
12 2 L 33 60 SMA 15,6 20,3 3 3 3
13 2 L 23 49 SMA 17,1 25,9 6 4 3
14 2 L 22 50 SMP 25,4 24,5 9 6 6
15 2 L 25 47 SMA 18,7 24,5 4 2 2
16 2 L 21 49 SMA 16,7 30,8 4 4 2
17 2 P 23 50 SMP 19,2 20,6 4 4 3
18 2 P 19 53 SMA 16,7 16,7 6 5 4
Keterangan : 1 (perlakuan), 2 (kontrol), umur (tahun), BB (kg), kortisol (g/dl)
LAMPIRAN VI : DATA PEMBEDAHAN
No. Group Waktu
MRS-Operasi Jenis
Operasi Lama Operasi Jumlah Perdarahan
1 1 9 Plating 135 200
2 1 9 Nailingplating 195 700
3 1 25 Plating 120 600
4 1 8 Plating 75 300
5 1 9 Plating 80 300
6 1 19 Plating 95 400
7 1 13 Nailingplating 125 700
8 1 3 Plating 80 200
9 1 2 Plating 115 200
10 2 8 Plating 175 300
11 2 3 Nailing 75 300
12 2 3 Nailingplating 200 250
13 2 11 Plating 85 250
14 2 4 Nailingplating 70 500
15 2 8 Nailingplating 120 500
16 2 5 Plating 95 250
17 2 10 Nailing 95 400
18 2 2 Nailing 100 350
Keterangan: 1:perlakuan. 2:Kontrol.Waktu MRS-Op(hari).Lama op (menit).Jumlah darah (cc)
LAMPIRAN VII : ANALISA STATISTIK
PERLAKUAN
NPar Tests
KONTROL
NPar Tests
T-Test
Mann-Whitney Test
T-Test
PERLAKUAN
Frequencies
KONTROL
Frequencies
NPar Tests
Mann-Whitney Test
PERLAKUAN
T-Test
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
KONTROL
T-Test
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
T-Test
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
T-Test
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Platting
Nailing
Nailingplatting
LAMPIRAN VIII : HUBUNGAN MEKANISME COPING DENGAN STRES
LAMPIRAN IX : BAGAN FISIOLOGI NYERI, PENGARUH STRES DAN PENDEKATAN SPIRITUAL PADA PERSEPSI NYERI
Penjelasan Bagan :
a. Ascending pathway (excitatory), jalur penghantaran rangsang nyeri,
(lihat a) dimulai dari saraf perifer → cornu dorsalis medula spinalis → sinaps →
naik (ascending) ke thalamus → cortex somato sensory → association area.
b. Descending pathway(inhibition), jalur turun untuk memodulasi mengurangi
intensitas rangsang nyeri, (lihat b) dimulai dari Peri Aquaductus Gray (PAG) →
turun ke cornu dorsalis medula spinalis mengurangi masuknya rangsang nyeri.
Dengan mekanisme ini rasa nyeri yang naik jadi kurang → persepsi nyeri turun.
c. Pengaruh cemas, stres pada persepsi nyeri, (lihat c) dimulai dari pusat stres
amigdala turun menghambat kerja PAG sehingga terjadi disinhibition dari jalur
modulasi yang menghambat transmisi nyeri → persepsi nyeri menjadi lebih besar.
d.Pendekatan Spiritual, (lihat d), penyuluhan, informasi yang diberikan
mempengaruhi pusat kognitif, association area → akan turun rangsang yang
memperkuat PAG sehingga inhibition, modulasi meningkat juga → mempengaruhi
amigdala → rangsang disinhibition turun. Hasil akhir persepsi nyeri turun.
Beberapa pengertian :
1.Transduksi, proses dimulainya rangsang nyeri, merubah rangsang termal,
mekanikal, kemikal menjadi impuls listrik
2.Transmisi, impuls listrik diteruskan
3. Modulasi, mengurangi/menambah nyeri
4. Persepsi, rasa nyeri dihayati
Penghayatan rasa nyeri :
I. Sensory discrimination : penghayatan, tempat, intensitas dan kwalitas nyeri
II. Affective : perasaan yang timbul, cemas, takut
III. Cognitif : pemahaman interpretasi terhadap nyeri berbahaya, tidak berbahaya
Rabu, 15 April 2009
Langganan:
Postingan (Atom)