Terapi dengan Air Zamzam
Oleh : Dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
“Air zamzamnya mana ? Apakah air zamzamnya masih ada ?” Pertanyaan ini sering diucapkan oleh para kerabat dan tamu yang datang pada jamaah haji yang baru pulang dari tanah suci, karena manfaat-manfaat dari air zamzam sebagai terapi (pengobatan).
Dari sejarah diketahui, air zamzam merupakan minuman Nabi Ismail AS dan ibunya Siti Hajar AS. Para sejarawan menyebutkan bahwa Ibrahim AS datang membawa Siti Hajar AS dan anaknya Ismail AS ke Baitul Haram dan menempatkan mereka dekat Baitullah. Kemudian meninggalkan mereka. Ketika bekal air habis, Siti Hajar AS meninggalkan anaknya dan beliau mulai berjalan hingga sampai ke puncak bukit Safa, lalu bergegas turun menuju ke puncak bukit Marwah. Ismail AS mulai kelaparan, menjerit-jerit dan menghentak-hentak tanah. Tiba-tiba air itu menyembur dari bawah kedua kakinya, lalu Siti Hajar AS datang dan mulai menangkupinya seraya berkata, “zamzam/ berkumpullah.” Ketika Siti Hajar RA telah meminum air zamzam, seketika itu juga ia bisa menyusui Nabi Ismail AS dan air susunya semakin bertambah berkat air zamzam.
Air zamzam merupakan minuman Nabi SAW, dan saat ini juga menjadi minuman untuk para jamaah haji serta menjadi oleh-oleh bagi kaum kerabat di negerinya masing-masing, yang ternyata dapat sebagai terapi.
Terapi dengan air zamzam telah dilakukan oleh Jibril AS kepada Nabi SAW. Diriwayatkan dalam berbagai hadis, bahwa hati Nabi SAW diterapi Jibril AS dengan dicuci air zamzam, saat kanak-kanak sebelum menjadi Rasul dan saat akan di isra’ mi’rajkan oleh Allah SWT.
Anas bin Malik RA mengatakan bahwa Jibril AS pernah mendatangi Nabi SAW, ketika Nabi SAW tengah bermain bersama anak-anak lain. Lalu Jibril memegangnya dan Nabi SAW telah jatuh pingsan, kemudian Jibril AS mengeluarkan hati Nabi SAW, membelahnya dan mengeluarkan segumpal darah dari dalamnya, seraya berkata, “Ini adalah bagian syaitan dari dirimu.” Jibril AS mencucinya dengan air zamzam, lalu memperbaikinya, lalu mengembalikan kembali ketempatnya.
Malik bin Sha’sha’ah RA meriwayatkan, Nabi SAW telah bersabda, “Ketika aku berada di sisi Baitullah antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku mendengar, ’Salah satu dari tiga diantara dua pemuda.’ Lalu aku didatanginya dan dibawa pergi, selanjutnya aku dibawakan sebuah mangkuk besar dari emas yang di dalamnya terdapat air zamzam. Kemudian dadaku dibedah sampai begini dan begitu.”
Terapi dengan air zamzam tergantung atas niatnya. Apabila ia berniat untuk sembuh, Allah SWT akan menyembuhkannya. Apabila ia berniat untuk kenyang, maka Allah SWT akan mengenyangkannya.Apabila ia berniat untuk menghilangkan dahaganya, Allah SWT akan menghilangkan dahaganya. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Air zamzam dapat sebagai terapi segala penyakit, sebagaimana doa yang biasa diajarkan dan dibaca para jamaah haji dan umroh, yaitu doa dari Ibnu Abbas RA. Ibnu Abbas RA pernah melihat seorang pemuda hendak minum air zamzam, kemudian ditanyanya pemuda itu, “Tahukah kamu bagaimana seharusnya air zamzam itu diminum ?” pemuda itu menjawab, “Lalu bagaimana seharusnya aku meminum air zamzam itu wahai Abu Abbas?” Dia menjawab, “Apabila engkau hendak minum air zamzam, ambillah darinya kemudian menghadaplah ke arah kiblat, dan ucapkan Bismillah, bernafaslah tiga kali dan minumlah sampai puas. Bila telah selesai, ucapkan Alhamdlillah dan berdoa “Allahumma inni as’aluka ‘ilman nafi’an wa rizqan wasi’an wa syifa’an min kulli da’in/ Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang luas dan kesembuhan dari segala penyakit.”
Dari segi medis disebutkan air zamzam kaya mineral sehingga berkhasiat untuk berbagai penyakit. Penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa air zamzam adalah air murni yang tidak berwarna ataupun berbau dengan rasa alkali karena kadar keasamannya adalah 7,5. Ia mengandung 30 jenis mineral. Kandungan terbanyak pada air zamzam adalah Natrium, Magnesium dan Fluor. Penelitian menyebutkan bahwa air zamzam tidak mengandung kuman dan berdasarkan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) air Zamzam bukan hanya layak minum tapi juga bermanfaat untuk terapi.
Diriwayatkan oleh Bukhari, dahulu ketika Siti Hajar AS telah meminum air zamzam seketika itu juga ia bisa menyusui Nabi Ismail AS dan air susunya bertambah berkat air berkah tersebut. Menurut dr. Bahar A. SpB (K) Onk, dokter ahli bedah konsultan onkologi, hal tersebut mungkin berhubungan dengan peran Deoxyribonucleic Acid (DNA) dalam pembentukan protein. Dengan kata lain, kelengkapan mineral air zamzam dapat membuka sandi DNA.
Dalam dunia kedokteran DNA adalah bahan genetis yang tersusun dalam gen dan memuat program induk pembuatan protein untuk aktivitas sel. Dengan demikian, ia menentukan fungsi setiap sel dan pada akhirnya pada keseluruhan tubuh. Allah SWT mengizinkannya untuk bekerja (sunatullah) sesudah memecahnya menjadi Ribinucleic Acid (RNA) suatu program aplikasi. Tanpa RNA, DNA belum bisa disebut, karena tidak berfungsi atau belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. Tidaklah sulit memahami bahwa kelainan DNA dan atau RNA menyebabkan cacat program dengan munculnya berbagai kerusakan atau kejanggalan pengorganisasian bentuk dan susunan sel.
Kebanyakan penyakit berhubungan dengan gen (plasma pembawa sifat yang diwariskan oleh sifat bawaan pertama yaitu orangtua, kakek dan seterusnya ke atas). Informasi yang terkandung di dalamnya dapat membuat rentan terhadap berbagai penyakit kronik dan infeksi. Penyakit yang berhubungan dengan gen antara lain payudara, jantung, DM, Alzheimer, kelainan jiwa, sendi, paru dan kelainan darah.
Pembuktian dari Nabi SAW dan para pengikutnya telah banyak disebutkan, bahkan Laila Al-Hulw dari Maroko telah membuktikan kesembuhan menggunakan terapi dengan air zamzam pada kanker payudara yang dideritanya, yang menurut ilmu bedah sudah terapi paliatif atau tidak bisa disembuhkan lagi (stadium empat). Wallahua’lam.
* Penulis adalah dokter ahli bedah RSI NU Lamongan dan Jamaah Haji 1430 H/2009 M.
Minggu, 20 Desember 2009
Jumat, 23 Oktober 2009
Terapi Hati dengan Berhaji
Terapi Hati dengan Berhaji
Oleh : Dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
Haji adalah ibadah yang termasuk kelompok syari’ah qodimah, yaitu ibadah yang bukan saja dimulai pada masa Nabi Muhammad SAW, tapi sudah dimulai pada masa sebelumnya, sekitar 4000 tahun sebelum Nabi SAW diangkat menjadi rasul, yaitu pada masa Nabi Ibrahim AS.
Pelaksanaan haji sesungguhnya merupakan apa – apa yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim AS. Jadi haji yang diwajibkan pada Nabi SAW dan pada umatnya yang mampu ,sesungguhnya merupakan rekaman sejarah yang lalu, yang ternyata dalam rekaman peristiwa itu menjadi sebuah ritual, menjadi rukun Islam, yang mempunyai makna yang begitu luas dan hikmah yang begitu dalam.
Ali Syariati dalam bukunya yang berjudul Haji mengatakan bahwa haji merupakan pertunjukan simbolis filsafat penciptaan Nabi Adam AS, pertunjukan penciptaan, sejarah, keesaan, ideologi Islam dan pertunjukan Ummah. Pertunjukan berlangsung dalam kondisi Allah SWT adalah manager panggungnya. Tema yang disorot adalah tindakan orang - orang yang terlibat di dalamnya. Adam, Ibrahim, Hajar dan Iblis adalah tokoh utamanya. Latarnya adalah tanah suci, Masjidil Haram, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Simbol - simbol pentingnya adalah Ka’bah, Safa, Marwah, siang, malam, fajar, senja, berhala - berhala dan ritual pengurbanan. Busana dan dandanannya adalah ihram. Pemain peran dalam pertunjukan ini hanya seorang yaitu seseorang yang berhaji.
Berhaji berarti menjadi pemain utama dalam pertunjukan itu dan mesti bertanya apa makna haji itu. Ali Syariati mengatakan bahwa makna haji intinya adalah evolusi (tumbuh atau berkembang secara sedikit demi sedikit dan perlahan - lahan) menuju Allah SWT. Haji adalah terapi (pengobatan), tepatnya terapi hati. Ketika berhaji hati dicuci bersih. Hati didekatkan kepada sesuatu yang agung dan mulia. Hati diisi dengan hal - hal yang sama sekali baru dari sisi material dan non material.
Kiatnya adalah mengulangi kembali pengalaman mereka secara betul – betul menghayati usaha mereka dalam mengabdi kepada Allah SWT. Dimulai ihram di miqat, tawaf di Baitullah, sa’i antara Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, mabit atau bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah di Mina dan tahallul atau bercukur di akhirnya.
Berhenti di miqat, menanggalkan semua pakaian berjahit yang terlarang, lalu mandi menjelang ihram. Berhenti di miqat, hati meneguhkan niat untuk juga berhenti menanggalkan semua pakaian maksiat dan sebagai gantinya mengenakan pakaian kepatuhan dan ketaatan. Menanggalkan semua pakaian terlarang, hati menanggalkan diri dari semua sifat riya’(pamer, mengerjakan suatu amalan agar memperoleh pujian orang), nifaq (kemunafikan) dan segala yang diliputi syubhat (segala sesuatu yang meragukan). Mandi dan membersihkan diri sebelum memulai ihram, hati berniat membersihkan diri dari segala pelanggaran dan dosa.
Kemudian ke Mekah dengan pesonanya. Pesona Mekah adalah pesona Nabi SAW, sang kekasih Allah SWT. Di Mekah-lah tempat - tempat yang menjadi simbol ibadah haji itu berada. Di Mekah pulalah Masjidil Haram, yang dijadikan pusat kegiatan jamaah haji sehari - hari tegak berdiri Ka’bah, kiblat kaum muslim di seluruh dunia ketika menjalankan ibadah salat, berada di lingkungan Masjidil Haram.
Tatkala melihat Ka’bah, mengangkat tangan dan mengucapkan takbir “Allahu Akbar” dan tahlil “La ilaha illallah”, lalu membaca doa “Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, kehormatan, keagungan dan kehebatan Baitullah ini. Dan tambahkanlah pula pada orang – orang yang memuliakan, menghormati dan mengagungkannya diantara mereka yang berhaji atau yang berumrah, padanya kemuliaan, kehormatan, kebesaran dan kebaikan.” Di depan Ka’bah, hati terkesan bahwa tangan seorang pembangun demikian dekatnya dengan konsepsi agamanya. Dalam kesederhanaan kubus itu, menyangkal segala keindahan garis dan bentuk, berkatalah hati ini betapapun indahnya segala apa yang mampu dibuat oleh tangan - tangan manusia adalah congkak bila dibandingkan kebesaran Tuhan. Oleh karena itu, semakin sederhana yang dapat disombongkan manusia merupakan hal terbaik yang dibuatnya untuk menyatakan kebesaran itu. Menuju Ka’bah melakukan tawaf, hati tunduk menuju ketaatan kepada-Nya, berpegang teguh pada kecintaan terhadap-Nya, setia menunaikan segala perintah-Nya dan mendekatkan diri selalu kepada-Nya. Bertawaf mengelilingi Ka’bah sebagai indikasi hati akan selalu berada di dekat Allah SWT dan selalu siap melaksanakan tugas dari-Nya.
Setelah tawaf dilanjutkan dengan sa’i atau berlari – lari kecil antara bukit Safa dan bukit Marwah, untuk menapaktilasi jejak Ibu Hajar RA, yang dengan penuh semangat berusaha mencari air untuk putranya yaitu Ismail AS. Ketika sa’i tuju kali antara Safa dan Marwah, mesti dijalani dengan semangat tinggi dan pantang menyerah. Ini adalah ajaran kesabaran agar tabah menghadapi segala rintangan ketika sedang menempuh perjalanan menuju Allah SWT. Hati tabah karena meyakini bahwa Allah SWT akan memberi solusi atas segala masalah dalam kehidupan.
Mabit atau berhenti bermalam di Mina, melempar jumrah, tahallul atau mencukur rambut dan memotong hewan (membayar dam sebagai tebusan atau hewan kurban). Di mina melempar jumrah, meneguhkan hati bahwa dengan melempar jumrah berarti melempar iblis musuh bebuyutan, memeranginya habis – habisan. Dengan mencukur habis rambut, mencukur habis pula dari hati segala kenistaan dan telah keluar serta menjauh dari segala perbuatan dosa, sehingga suci bersih seperti ketika baru lahir dari perut ibu. Dan pada saat memotong hewan, hati juga berniat memotong segala urat ketamaan dan kerakusan, dan sebagai gantinya berpegang pada sifar wara’ (bersikap sangat hati - hati dalam mencari keuntungan, jangan sampai terjerumus ke dalam dosa). Hati mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS yang rela sepenuhnya memotong leher Nabi Ismail AS, putra kecintaannya, buah hatinya dan penyegar jiwanya, agar menjadi teladan bagi seluruh manusia sesudahnya, semata – mata demi memenuhi perintah Allah SWT.
Tahallul atau memotong rambut sebagai bukti syukur kepada Allah SWT . Ibarat akhir dari semua perjuangan, dengan tahallul seseorang bisa kembali menikmati sesuatu yang sebelumnya dilarang, menikmati manfaat di balik haji dan mabrur yaitu menjadi lebih baik, lebih beriman dan lebih memaknai terhadap yang dilakukan pada waktu berhaji. Wallahua’lam.
* Penulis adalah Dokter Ahli Bedah, Jamaah Haji 1429 H/2008 M. Alumnus Pondok Pesantren Yanabiul Ulum Sidoresmo dan Roudlotul Qur’an Lamongan.
Oleh : Dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
Haji adalah ibadah yang termasuk kelompok syari’ah qodimah, yaitu ibadah yang bukan saja dimulai pada masa Nabi Muhammad SAW, tapi sudah dimulai pada masa sebelumnya, sekitar 4000 tahun sebelum Nabi SAW diangkat menjadi rasul, yaitu pada masa Nabi Ibrahim AS.
Pelaksanaan haji sesungguhnya merupakan apa – apa yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim AS. Jadi haji yang diwajibkan pada Nabi SAW dan pada umatnya yang mampu ,sesungguhnya merupakan rekaman sejarah yang lalu, yang ternyata dalam rekaman peristiwa itu menjadi sebuah ritual, menjadi rukun Islam, yang mempunyai makna yang begitu luas dan hikmah yang begitu dalam.
Ali Syariati dalam bukunya yang berjudul Haji mengatakan bahwa haji merupakan pertunjukan simbolis filsafat penciptaan Nabi Adam AS, pertunjukan penciptaan, sejarah, keesaan, ideologi Islam dan pertunjukan Ummah. Pertunjukan berlangsung dalam kondisi Allah SWT adalah manager panggungnya. Tema yang disorot adalah tindakan orang - orang yang terlibat di dalamnya. Adam, Ibrahim, Hajar dan Iblis adalah tokoh utamanya. Latarnya adalah tanah suci, Masjidil Haram, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Simbol - simbol pentingnya adalah Ka’bah, Safa, Marwah, siang, malam, fajar, senja, berhala - berhala dan ritual pengurbanan. Busana dan dandanannya adalah ihram. Pemain peran dalam pertunjukan ini hanya seorang yaitu seseorang yang berhaji.
Berhaji berarti menjadi pemain utama dalam pertunjukan itu dan mesti bertanya apa makna haji itu. Ali Syariati mengatakan bahwa makna haji intinya adalah evolusi (tumbuh atau berkembang secara sedikit demi sedikit dan perlahan - lahan) menuju Allah SWT. Haji adalah terapi (pengobatan), tepatnya terapi hati. Ketika berhaji hati dicuci bersih. Hati didekatkan kepada sesuatu yang agung dan mulia. Hati diisi dengan hal - hal yang sama sekali baru dari sisi material dan non material.
Kiatnya adalah mengulangi kembali pengalaman mereka secara betul – betul menghayati usaha mereka dalam mengabdi kepada Allah SWT. Dimulai ihram di miqat, tawaf di Baitullah, sa’i antara Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, mabit atau bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah di Mina dan tahallul atau bercukur di akhirnya.
Berhenti di miqat, menanggalkan semua pakaian berjahit yang terlarang, lalu mandi menjelang ihram. Berhenti di miqat, hati meneguhkan niat untuk juga berhenti menanggalkan semua pakaian maksiat dan sebagai gantinya mengenakan pakaian kepatuhan dan ketaatan. Menanggalkan semua pakaian terlarang, hati menanggalkan diri dari semua sifat riya’(pamer, mengerjakan suatu amalan agar memperoleh pujian orang), nifaq (kemunafikan) dan segala yang diliputi syubhat (segala sesuatu yang meragukan). Mandi dan membersihkan diri sebelum memulai ihram, hati berniat membersihkan diri dari segala pelanggaran dan dosa.
Kemudian ke Mekah dengan pesonanya. Pesona Mekah adalah pesona Nabi SAW, sang kekasih Allah SWT. Di Mekah-lah tempat - tempat yang menjadi simbol ibadah haji itu berada. Di Mekah pulalah Masjidil Haram, yang dijadikan pusat kegiatan jamaah haji sehari - hari tegak berdiri Ka’bah, kiblat kaum muslim di seluruh dunia ketika menjalankan ibadah salat, berada di lingkungan Masjidil Haram.
Tatkala melihat Ka’bah, mengangkat tangan dan mengucapkan takbir “Allahu Akbar” dan tahlil “La ilaha illallah”, lalu membaca doa “Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, kehormatan, keagungan dan kehebatan Baitullah ini. Dan tambahkanlah pula pada orang – orang yang memuliakan, menghormati dan mengagungkannya diantara mereka yang berhaji atau yang berumrah, padanya kemuliaan, kehormatan, kebesaran dan kebaikan.” Di depan Ka’bah, hati terkesan bahwa tangan seorang pembangun demikian dekatnya dengan konsepsi agamanya. Dalam kesederhanaan kubus itu, menyangkal segala keindahan garis dan bentuk, berkatalah hati ini betapapun indahnya segala apa yang mampu dibuat oleh tangan - tangan manusia adalah congkak bila dibandingkan kebesaran Tuhan. Oleh karena itu, semakin sederhana yang dapat disombongkan manusia merupakan hal terbaik yang dibuatnya untuk menyatakan kebesaran itu. Menuju Ka’bah melakukan tawaf, hati tunduk menuju ketaatan kepada-Nya, berpegang teguh pada kecintaan terhadap-Nya, setia menunaikan segala perintah-Nya dan mendekatkan diri selalu kepada-Nya. Bertawaf mengelilingi Ka’bah sebagai indikasi hati akan selalu berada di dekat Allah SWT dan selalu siap melaksanakan tugas dari-Nya.
Setelah tawaf dilanjutkan dengan sa’i atau berlari – lari kecil antara bukit Safa dan bukit Marwah, untuk menapaktilasi jejak Ibu Hajar RA, yang dengan penuh semangat berusaha mencari air untuk putranya yaitu Ismail AS. Ketika sa’i tuju kali antara Safa dan Marwah, mesti dijalani dengan semangat tinggi dan pantang menyerah. Ini adalah ajaran kesabaran agar tabah menghadapi segala rintangan ketika sedang menempuh perjalanan menuju Allah SWT. Hati tabah karena meyakini bahwa Allah SWT akan memberi solusi atas segala masalah dalam kehidupan.
Mabit atau berhenti bermalam di Mina, melempar jumrah, tahallul atau mencukur rambut dan memotong hewan (membayar dam sebagai tebusan atau hewan kurban). Di mina melempar jumrah, meneguhkan hati bahwa dengan melempar jumrah berarti melempar iblis musuh bebuyutan, memeranginya habis – habisan. Dengan mencukur habis rambut, mencukur habis pula dari hati segala kenistaan dan telah keluar serta menjauh dari segala perbuatan dosa, sehingga suci bersih seperti ketika baru lahir dari perut ibu. Dan pada saat memotong hewan, hati juga berniat memotong segala urat ketamaan dan kerakusan, dan sebagai gantinya berpegang pada sifar wara’ (bersikap sangat hati - hati dalam mencari keuntungan, jangan sampai terjerumus ke dalam dosa). Hati mengikuti jejak Nabi Ibrahim AS yang rela sepenuhnya memotong leher Nabi Ismail AS, putra kecintaannya, buah hatinya dan penyegar jiwanya, agar menjadi teladan bagi seluruh manusia sesudahnya, semata – mata demi memenuhi perintah Allah SWT.
Tahallul atau memotong rambut sebagai bukti syukur kepada Allah SWT . Ibarat akhir dari semua perjuangan, dengan tahallul seseorang bisa kembali menikmati sesuatu yang sebelumnya dilarang, menikmati manfaat di balik haji dan mabrur yaitu menjadi lebih baik, lebih beriman dan lebih memaknai terhadap yang dilakukan pada waktu berhaji. Wallahua’lam.
* Penulis adalah Dokter Ahli Bedah, Jamaah Haji 1429 H/2008 M. Alumnus Pondok Pesantren Yanabiul Ulum Sidoresmo dan Roudlotul Qur’an Lamongan.
Selasa, 20 Oktober 2009
Risiko Flu Babi ketika Haji
Risiko Flu Babi Ketika Haji
Oleh : Dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
Flu babi merupakan masalah yang harus dihadapi Calon Jamaah Haji (CJH) Indonesia tahun 1430 H/2009 M, yang mulai terbang ke Arab Saudi tanggal 23 oktober ini, karena Organisasi Kesehatan Dunia (World Health of Organization/WHO) telah menyatakan penyakit flu babi yang berasal dari Meksiko ini telah menjadi pandemi atau epidemi global, yang berarti CJH berisiko terkena flu babi saat menunaikan haji.
Salah satu kasus terjadi pada bulan Juli 2009 lalu. Seorang jamaah umrah, usia 25 tahun, asal Mesir, positif terkena flu babi dan meninggal sepulang dari umrah pada pertengahan Juli lalu. Kementerian Kesehatan Mesir memperingatkan orang tua, ibu hamil, anak-anak dan orang-orang yang menderita penyakit kronis untuk tidak melaksanakan haji atau umrah.
Peringatan tersebut juga disampaikan kementerian kesehatan Kerajaan Arab Saudi, pada bulan Juli lalu, kepada negara yang penduduknya ada yang berhaji, meskipun Arab Saudi telah secara komprehensif dan transparan memaparkan pada WHO upaya untuk mencegah penyebaran flu babi selama musim haji dan umrah. Dan WHO serta PBB menunjukkan dukungan kepada upaya yang dilakukan Arab Saudi. Pertemuan menteri kesehatan negara-negara Arab, bulan Juli lalu, mengeluarkan rekomendasi agar CJH yang berusia diatas 65 tahun atau di bawah 12 tahun sebaiknya tidak menjalankan ibadah haji tahun ini.
Pemerintahan Oman sejak Juli lalu sudah melarang wanita hamil, orang tua dan orang-orang dengan penyakit kronis menunaikan haji dan umrah tahun ini. Sedangkan pemerintah Indonesia masih memperbolehkan orangtua, ibu hamil (yang tidak kontraindikasi imunisasi meningitis) dan orang-orang yang menderita penyakit kronis untuk melaksanakan haji, karena dari Kerajaan Arab Saudi bukan larangan tapi imbauan. Dan mereka itulah yang berisiko tinggi terkena flu babi sehingga perlu upaya pencegahan.
Pencegahan terjadinya flu babi penting dilakukan saat sebelum berangkat, saat di Arab Saudi serta saat setelah ibadah haji. Saat sebelum berangkat yaitu mengikuti segala prosedur yang ditetapkan Departemen Kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan oleh Puskesmas kecamatan, pemeriksaan di kabupaten dengan mendapat imunisasi vaksin anti flu babi dan ketika CJH di karantina di asrama haji sampai di bandara menjelang keberangkatan. Bila CJH mengalami penyakit demam tinggi akan dikarantina dan tidak boleh berangkat.
Selama di Arab Saudi CJH harus menggunakan masker wajah, tujuannya dengan masker virus flu babi tidak mudah menyebar, karena penyakit flu babi adalah penyakit influenza yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1 yang dapat ditularkan antar manusia.
CJH diharapkan selalu menjaga kebersihan kamar di maktab serta menjaga kesehatan fisik. Selama di tanah suci, harus sering mencuci tangan dengan sabun dan air beberapa kali sehari. Selain itu jangan terlalu sering menyentuh mata, hidung atau mulut. Virus flu babi seringkali menyebar saat seseorang menyentuh permukaan yang terkontaminasi kuman, lalu menyentuh mata, hidung dan mulut masing-masing.
Bila ada laporan wabah flu babi, CJH dianjurkan untuk sementara menghindari dulu berjabat tangan dan mencium orang lain. Hindari tempat umum jika sakit flu, untuk mencegah penularan penyakit tersebut ke orang lain. Jangan lupa menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk, hal ini juga bisa mencegah penyebaran virus yakni dengan masker.
Secara umum penyakit ini mirip dengan influenza (influenza like illnes) dengan gejala klinis demam, batuk pilek, lesuh, letih, nyeri tenggorokan, napas cepat atau sesak napas, bisa disertai mual, muntah dan diare.
CJH yang risiko tinggi terkena virus flu babi adalah orang tua, anak-anak dan orang yang mengidap penyakit kronis. Gejalanya bisa dilihat dari flu, batuk-batuk dan badannya panas. Bila ada gejala ini segera periksa ke dokter tim medis haji atau dokter kloter. Dan bila dicurigai terkena flu babi maka akan dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) yang telah siap mengantisipasi terjadinya flu babi pada CJH.
Sekembalinya dari tanah suci terdapat risiko membawa penyakit flu babi dan penyakit luar negeri yang bisa menyebabkan anggota keluarga yang lain menjadi sakit. Karena itu, paling tidak selama 2 minggu setelah CJH tiba di tanah air, tetap waspada terhadap risiko tersebut dan bila sakit segera berobat ke ahlinya.
Kewajiban pelaksana haji, tepatnya petugas Puskesmas untuk melaksanakan pelacakan (surveilence) CJH sekembalinya dari tanah suci, paling tidak selama 2 minggu setelah CJH tiba di tanah air.
Akhirnya, disamping upaya medis dengan segalanya misi ibadah (QS.51:56) dan visi dimasukkan surga (QS.89:30) bertemu Allah SWT (QS.2:46), tidak lupa upaya spiritual dengan berdoa (QS.40:60) dan selalu mengingat Allah atau dzikrullah (QS.2:152) yang dapat menyebabkan hati menjadi tenang dan tentram (QS.13:28). Dan dengan tenang dan tentram menurut teori psikoneuroimunologi dapat meningkatkan ketahanan tubuh, sehingga tidak hanya sehat fisik tapi juga sehat spiritual (sehat wal afiat). Wallahua’lam.
* Penulis adalah Dokter Ahli Bedah RSI NU Lamongan, CJH 1430 H/ 2009 M yang beberapa kali menjadi tenaga medis haji.
Oleh : Dr. H. Nurul Kawakib, SpB*
Flu babi merupakan masalah yang harus dihadapi Calon Jamaah Haji (CJH) Indonesia tahun 1430 H/2009 M, yang mulai terbang ke Arab Saudi tanggal 23 oktober ini, karena Organisasi Kesehatan Dunia (World Health of Organization/WHO) telah menyatakan penyakit flu babi yang berasal dari Meksiko ini telah menjadi pandemi atau epidemi global, yang berarti CJH berisiko terkena flu babi saat menunaikan haji.
Salah satu kasus terjadi pada bulan Juli 2009 lalu. Seorang jamaah umrah, usia 25 tahun, asal Mesir, positif terkena flu babi dan meninggal sepulang dari umrah pada pertengahan Juli lalu. Kementerian Kesehatan Mesir memperingatkan orang tua, ibu hamil, anak-anak dan orang-orang yang menderita penyakit kronis untuk tidak melaksanakan haji atau umrah.
Peringatan tersebut juga disampaikan kementerian kesehatan Kerajaan Arab Saudi, pada bulan Juli lalu, kepada negara yang penduduknya ada yang berhaji, meskipun Arab Saudi telah secara komprehensif dan transparan memaparkan pada WHO upaya untuk mencegah penyebaran flu babi selama musim haji dan umrah. Dan WHO serta PBB menunjukkan dukungan kepada upaya yang dilakukan Arab Saudi. Pertemuan menteri kesehatan negara-negara Arab, bulan Juli lalu, mengeluarkan rekomendasi agar CJH yang berusia diatas 65 tahun atau di bawah 12 tahun sebaiknya tidak menjalankan ibadah haji tahun ini.
Pemerintahan Oman sejak Juli lalu sudah melarang wanita hamil, orang tua dan orang-orang dengan penyakit kronis menunaikan haji dan umrah tahun ini. Sedangkan pemerintah Indonesia masih memperbolehkan orangtua, ibu hamil (yang tidak kontraindikasi imunisasi meningitis) dan orang-orang yang menderita penyakit kronis untuk melaksanakan haji, karena dari Kerajaan Arab Saudi bukan larangan tapi imbauan. Dan mereka itulah yang berisiko tinggi terkena flu babi sehingga perlu upaya pencegahan.
Pencegahan terjadinya flu babi penting dilakukan saat sebelum berangkat, saat di Arab Saudi serta saat setelah ibadah haji. Saat sebelum berangkat yaitu mengikuti segala prosedur yang ditetapkan Departemen Kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan oleh Puskesmas kecamatan, pemeriksaan di kabupaten dengan mendapat imunisasi vaksin anti flu babi dan ketika CJH di karantina di asrama haji sampai di bandara menjelang keberangkatan. Bila CJH mengalami penyakit demam tinggi akan dikarantina dan tidak boleh berangkat.
Selama di Arab Saudi CJH harus menggunakan masker wajah, tujuannya dengan masker virus flu babi tidak mudah menyebar, karena penyakit flu babi adalah penyakit influenza yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1 yang dapat ditularkan antar manusia.
CJH diharapkan selalu menjaga kebersihan kamar di maktab serta menjaga kesehatan fisik. Selama di tanah suci, harus sering mencuci tangan dengan sabun dan air beberapa kali sehari. Selain itu jangan terlalu sering menyentuh mata, hidung atau mulut. Virus flu babi seringkali menyebar saat seseorang menyentuh permukaan yang terkontaminasi kuman, lalu menyentuh mata, hidung dan mulut masing-masing.
Bila ada laporan wabah flu babi, CJH dianjurkan untuk sementara menghindari dulu berjabat tangan dan mencium orang lain. Hindari tempat umum jika sakit flu, untuk mencegah penularan penyakit tersebut ke orang lain. Jangan lupa menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk, hal ini juga bisa mencegah penyebaran virus yakni dengan masker.
Secara umum penyakit ini mirip dengan influenza (influenza like illnes) dengan gejala klinis demam, batuk pilek, lesuh, letih, nyeri tenggorokan, napas cepat atau sesak napas, bisa disertai mual, muntah dan diare.
CJH yang risiko tinggi terkena virus flu babi adalah orang tua, anak-anak dan orang yang mengidap penyakit kronis. Gejalanya bisa dilihat dari flu, batuk-batuk dan badannya panas. Bila ada gejala ini segera periksa ke dokter tim medis haji atau dokter kloter. Dan bila dicurigai terkena flu babi maka akan dirujuk ke Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) yang telah siap mengantisipasi terjadinya flu babi pada CJH.
Sekembalinya dari tanah suci terdapat risiko membawa penyakit flu babi dan penyakit luar negeri yang bisa menyebabkan anggota keluarga yang lain menjadi sakit. Karena itu, paling tidak selama 2 minggu setelah CJH tiba di tanah air, tetap waspada terhadap risiko tersebut dan bila sakit segera berobat ke ahlinya.
Kewajiban pelaksana haji, tepatnya petugas Puskesmas untuk melaksanakan pelacakan (surveilence) CJH sekembalinya dari tanah suci, paling tidak selama 2 minggu setelah CJH tiba di tanah air.
Akhirnya, disamping upaya medis dengan segalanya misi ibadah (QS.51:56) dan visi dimasukkan surga (QS.89:30) bertemu Allah SWT (QS.2:46), tidak lupa upaya spiritual dengan berdoa (QS.40:60) dan selalu mengingat Allah atau dzikrullah (QS.2:152) yang dapat menyebabkan hati menjadi tenang dan tentram (QS.13:28). Dan dengan tenang dan tentram menurut teori psikoneuroimunologi dapat meningkatkan ketahanan tubuh, sehingga tidak hanya sehat fisik tapi juga sehat spiritual (sehat wal afiat). Wallahua’lam.
* Penulis adalah Dokter Ahli Bedah RSI NU Lamongan, CJH 1430 H/ 2009 M yang beberapa kali menjadi tenaga medis haji.
Kamis, 08 Oktober 2009
buku terapi spiritual bedah
i
N K A
ii iii
Tentang penulis—
Ucapan Terima Kasih—
Daftar Gambar, Tabel dan Lampiran—
Pendahuluan
URGENSI PENDEKATAN SPIRITUAL —-
Manfaat Pendekatan Spiritual—
Rumusan, Tujuan dan Manfaat—
Bagian Pertama
NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN
DOA—-
Nyeri—
Kecemasan Prabedah dan Nyeri Pascabedah—
Pendekatan Spiritual—
Do’a—
Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah serta
Mekanisme
Coping—
iv v
NURUL KAWAKIB
Pendekatan Spiritual dan Do’a sebagai Kontrol Kognitif
dalam
Pengendalian Nyeri—
Nyeri sebagai Stresor Psikis dan Respon Hormon
Neuroendokrin—
Bagian Kedua
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN
DO’A PRABEDAH
TERHADAP NYERI PASCABEDAH——
Kerangka Konseptual Penelitian—
Hipotesis Penelitian—
Desain Penelitian—
Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah
terhadap Nyeri Pascabedah—
Rekomendasi—
DAFTAR PUSTAKA—
DAFTAR AYAT AL-QUR’AN—DAFTAR
RIWAYAT HADIS—
Tentang Penulis
NURUL KAWAKIB lahir di Lamongan pada 12 Mei 1967.
Setelah mendapatkan bimbingan dari ayahanda-ibundanya
dan menyeleseikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan SD
di Dinoyo Deket, melanjutkan SMP dan SMA sambil
ngangso kaweruh di pondok Pesantren Roudlotul Quran
Lamongan. Ia lalu mengambil S1 di Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga sambil ngangso kaweruh di Pondok
Pesantren Yanabiul Ulum Sidoresmo Surabaya. Kemudian
ke Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Bedah
di Universitas yang sama.
Ia pernah bekerja sebagai dokter umum di Rumah
Sakit Muhammadiyah Lamongan dan beberapa kali
membantu di BP Muhammadiyah Keduyung Laren serta BP
Muhammadiyah Pangkatrejo Sekaran/Maduran (1992).
Sebagai dokter puskesmas Payaman Solokuro (1993), dokter
kepala Puskesmas Laren (1993), dokter umum Rumah Sakit
Islam NU (1995) dan sebagai dokter BP Pondok Pesantren
Mambaush Sholihin Suci Gresik (1998). Saat di PPDS Ilmu
Bedah pernah bekerja antara lain di RSU Dr. Soetomo
Surabaya, RSUD Sidoarjo, RSUD Jombang (beberapa kali
operasi ke RS Mojowarno), RSUD Madiun, RSUD Krikilan
Banyuwangi, RSUD Jember, RS LNG Bontang Kalimantan
dan RSUD Sigli Banda Aceh. Juga beberapa kali sebagai
Tenaga Medis Haji Semesta Tour, Pondok Pesantren
H idayatullah Surabaya.
Saat ini, disamping sebagai dokter ahli bedah Rumah
Sakit Islam NU Lamongan, juga sebagai konsultan bedah
vi vii
NURUL KAWAKIB
TENTANG PENULIS
Rumah Sakit Umum dan swasta di Lamongan, Klinik Jl
Veteran 82 Lamongan, Citra Medical Clinic Lamongan, BP
Islam Babat dan Rumah Sakit Islam Bedah dan Bersalin
Bojonegoro. Juga mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Lamongan, Universitas Islam Lamongan
dan Akper Pemda Lamongan. Mengisi berbagai acara
kedokteran dan keislaman serta seminar yang diadakan instansi
pemerintah maupun swasta, di masjid maupun pondok
pesantren serta manasik haji, antara lain di masjid Polres
Lamongan, Pondok Pesantren Roudlotul Qur'an Lamongan,
KBIH MWC NU Paciran/Pondok Pesantren Sunan Drajat
Paciran Lamongan, KBIH Darul Fiqhi/Pondok Pesantren
Darul Fiqhi Ngepung Rejosari Deket Lamongan. Juga sebagai
pengurus di LPK PC NU Lamongan dan Ketua Seksi
Kesehatan Takmir Masjid Agung Lamongan.
Selain itu, ia juga rajin menulis untuk berbagai media yang
sebagian besar mengambil topik tentang kedokteran dan
keislaman. Diantara karya tulisnya adalah :
1.
Ulama', Warosatul Anbiya', Majalah Disan, Jombang,
1987.
2.
Apakah Kemandulan Terjadi Di Pihak Istri Saja ?,
Simponi, Jakarta, 1987.
3.
ASI Makanan terbaik untuk bayi, Simponi, Jakarta,
1987.
4.
Pengaruh Kurang Gizi terhadap Kecerdasan Anak,
Simponi, Jakarta, 1987.
5.
Resiko Melahirkan Pada Remaja, Simponi, 1987.
6.
Makanan Dapat Dijadikan Obat, Sentana, Jakarta, 1987.
7.
Apa Yang Harus Dilakukan Bila Istri Sedang Haid ?,
Simponi, Jakarta, 1987.
8.
Perihal Obat, Sebuah Persepsi Menyesatkan, Majalah NU
Aula, Surabaya, 1998.
9.
Masa Pra Kelahiran Tak Boleh Diabaikan, Surya,
Surabaya, 1988.
10.
Efek Samping Penggunaan Obat Pada Kehamilan,
Simponi, Jakarta, 1988.
11.
Narkotika, Perangsang Tindak Kriminalitas, Fakta,
Surabaya, 1988.
12.
Perlukah Aktifitas Seksual Pada Masa manula, Simponi,
Jakarta, 1988.
13.
Upaya Menjadikan Anak Cerdas, Majalah Gema Bprb,
Jakarta, 1988.
14.
Bayi Tabung, Potret Hitam Putih, Salam, Jakarta, 1988.
15.
Al-Jilbab Mal jilbab Wa maa Adrooka Maljilbab, Majalah
Disan, Jombang, 1989.
16.
Menghadapi Masa Pra Kelahiran, Surabaya Post,
Surabaya, 1989.
17.
KMS: Kartu Menuju Sehat, Surabaya Post, Surabaya,
1989.
18.
Konsep Islam Bagaimana Sikap dan Perilaku Dokter,
Iqro', Surabaya, 1989.
19.
KMS Ibu Hamil, Surabaya Post, Surabaya, 1989.
20.
Deteksi Dini Kelainan Pertumbuhan Balita, Surabaya
Post, Surabaya, 1990.
21.
Pemeriksaan Kehamilan, Majalah Nasehat Perkawinan,
Jakarta, 1990.
22.
Reproduksi Manusia dalam Al-Qur'an, Majalah Estafet,
Jakarta, 1990.
23.
Santunan Spiritual Rumah Sakit, Surabaya Post,
Suarabaya, 1990.
24.
Hati-Hati Menggunakan Obat Pada Anak, Simponi,
Jakarta, 1990.
25.
Bahaya Narkotika, Swadesi, Jakarta, 1991.
26.
Pengaruh Asap Rokok pada Anak, Swadesi, 1991.
27.
Masalah Obat dan Kehamilan, Swadesi, 1991.
28.
Posyandu Sebagai Upaya Menuju Sehat, Karya Darma,
Bojonegoro, 1994.
29.
Kemandirian Posyandu dan Intervensinya, Karya Darma,
Bojonegoro, 1994.
viii
ix
NURUL KAWAKIB
TENTANG PENULIS
30.
Manfaat Polindes bagi Kaum Ibu di Pedesaan, Karya
Darma, Bojonegoro, 1994.
31.
Peranan Dansa dan Pondok Bersalin di Pedesaan, Karya
Darma, Bojonegoro, 1994.
32.
Puskesmas Sebagai Ujung Tombak Yankes, Karya
Darma, Bojonegoro, 1994.
33.
Cedera Tajam Saraf Tepi, PPDS I, Surabaya, 2001.
34.
Peranan Radiasi pada Karsinoma Rektum, PPDS I,
Surabaya, 2001.
35.
Internal Bleeding Doe to Massage, MABI XIV, Bali, 2002.
36.
Luka Tusuk pada Leher, PIT IKABI XIV, Jakarta, 2003.
37.
Hernioplasti pada Hernia Femoralis, PPDS I, Surabaya,
2004.
38.
Invaginasi, PPDS I, Surabaya, 2004.
39.
Invaginasi tahun 1999-2003 di RSU Dr. Soetomo,
P2B2 PABI, Surabaya, 2004.
40.
Legalitas Terapi Medis dan Bedah, Radar Jember-Jawa
Pos, Jember, 2004.
41.
Zamzam dalam Terapi Medis, Radar Jember-Jawa Pos,
Jember, 2004.
42.
Spiritualitas Islam, Radar Jember-Jawa Pos, Jember,
2004.
43.
Pendekatan Spiritualitas Islam Terapi, Radar Jember-Jawa
Pos, Jember, 2004.
44.
Doa dan Pengobatan, Radar Jember-Jawa Pos, Jember,
2005.
45.
Pilihan Pasca Tsunami, Mimbar RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya, 2005.
46.
Urgensi Ilmul Haal dalam Menghadapi Bencana, Berita
Traumatologi Indonesia, Surabaya, 2005.
47.
Upaya Sehat Naik Haji, Radar Bj-Jawa Pos, Bojonegoro,
2005.
48.
Air Zamzam sebagai Terapi, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2005.
49.
Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Doa Prabedah
terhadap Nyeri Pascabedah, Journal Ilmu Bedah
x
Indonesia, Jakarta, 2006.
50.
Urgensi Santunan Spiritual di RS, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
51.
Program Husnul Khotimah di RS, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
52.
Ta'awwun : Hubungan Dokter-Pasien, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
53.
Persepsi Salah Terhadap Obat, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
54.
Urgensi Pendekatan Spiritual Terapi, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
55.
Aspek Terapeutik di Bali8k Salat, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
56.
Menunda Haid Untuk Berpuasa, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2007.
57.
Deteksi Dini dan Terapi Holistik Kanker Payudara,
GOW, Lamongan, 2007.
58.
Pilihan Menghadapi Bencana, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
59.
Pengaruh Gizi Buruk pada Anak, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
60.
Bahaya Penggunaan Narkotika, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
61.
Menunda H aid untuk Berhaji, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
62.
Risiko Nikah Usia Dini, Radar Bj-Jawa Pos, Bojonegoro,
2008.
63.
Manfaat Terapeutik di Balik Haji, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
64.
Pendekatan Holistik Terapi, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2009.
65.
Manfaat Biopsikososiospiritual Puasa, Radar Bj-Jawa Pos
(dkrm), 2009.
66.
Terapi Hati dengan Berhaji, Radar Bj-Jawa Pos (dkrm),
2009.
xi
U capan Terima Kasih
ALHAMDULILLAH, puji syukur penulis panjatkan, karena atas
kekuatan-Nya karya ilmiah akhir yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah terhadap Nyeri
Pascabedah” ini dapat terselesaikan di tahun 2005 M/1426 H.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginhya,
penulis sampaikan kepada :
Urip Murtedjo, dr. SpB(K). PGD.Pall.Med.(ECU).
FInaCS, sebagai pembimbing, yang ditengah kesibukannya
sebagai Wakil Direktur RSU Dr. Soetomo Surabaya,
menyempatkan selalu memberi perhatian dan bimbingan yang
sangat berharga dalam penyelesaian karya akhir ini.
Prof. Sunarto Reksoprawiro, dr. SpB. (K) Onk. FInaCS,
sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah, yang telah banyak
memberikan jalan kemudahan.
Para penguji proposal penelitian yaitu Prof. Sunarto
Reksoprawiro, dr. SpB(K) Onk. FinaCS, Prof. DR. Dr. Med.
Paul Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FCTS. FinaCS, H arun Al-
Rasjid, dr. SpB.KBD, Urip Murtedjo, dr. SpB (K). PGD. Pall.
Med. (ECU). FinaCS, atas semua asupan dan usulan untuk
penyempurnaan karya akhir ini.
Kepala Bagian Orthopaedi, Prof. DR. Djoko Roeshadi,
dr. SpB, SpOT, atas izin melaksanakan penelitian dengan subyek
penderita orthopaedi.
xii xiii
NURUL KAWAKIB UCAPAN TERIMA KASIH
Pimpinan dan staf Laboratorium Prodia Surabaya dan
Jakarta, yang telah memberikan kemurahan dalam pemeriksaan
laboratorium untuk penelitian ini. Budiono, dr. MPH, sebagai
konsultan metode penelitian dan statistik.
Alm. KH. Ms.Aminuddin Ridlo, pendiri PP. Roudlotul
Qur’an Lamongan dan H.A. Ali Arifin, Drs. MM, pengasuh
PP. Roudlotul Qur’an/ staf pengajar Fakultas Dakwah IAIN
Sunan Ampel Surabaya, yang telah banyak memberikan
masukan tentang spiritualitas Islam.
Djoko S, dr. dan Hj. Arthika P. Ir, pendiri/pengasuh
PPP. Al-Islam Sidoarjo, atas kerelaannya membantu penelitian
ini dan penulisan ayat Qur’an/Hadis.
Direktur RSU Dr. Soetomo Surabaya, H. Slamet R.
Yuwono, dr. DTM&H, MARS, Rektor Unair Prof. DR. Dr.
Med. H. Puruhito, dr. SpB. SpBTKV. FICS. dan Dekan FK
Unair Prof. DR. HMS. Wiyadi, dr, SpTHT (K), yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar dan bekerja.
Kepala Bagian Ilmu Bedah, Prof. DR. Dr. Med. Paul
Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FCTS. FinaCS, atas kesempatan
yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan
keahlian serta bimbingannya dalam menunaikan tugas.
Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Bedah RSU Dr.
Soetomo Surabaya yang tidak mengenal lelah dalam
memberikan wawasan, ilmu dan ketrampilannya.
Seluruh residen dan paramedis di RSU Dr. Soetomo,
atas kerjasamanya.
Kepada ibunda Hj. Amimah, almarhum ayahanda tercinta
H. Abdul Adhim dan mertua H. Abdul Aziz, almarhumah
Hj. Zaenab, yang telah mengasihi dan mendidik penulis. Istri
dan anak, Hj. Husnul Khotimah, I.Z. Akbar, Ihya uddin MA,
I.N. Akhtar Rizvi, yang telah sabar dan penuh pengertian
memahami keberadaan studi penulis.
Semua pihak yang telah membantu & tidak bisa
disebutkan satu persatu.
xiv
Kepada semuanya, semoga Allah senantiasa menerima segala
amalnya dan mengampuni segala kesalahannya.
Atas kekurangan dan kesalahan penulis mohon maaf serta
mohon perbaikannya. Semoga karya akhir ini bermanfaat dan
berkah, Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Nurul Kawakib
xv
Daftar Gambar, Tabel dan
Lampiran
Gambar 1 D iagram Jaras–Jaras N yeri
Gambar 2 Jaras-Jaras N yeri Konsep D escartes
Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 4 Skala Analogi Visual
Gambar 5 Alur Penelitian
Tabel 1 Karakteristik sampel
Tabel 2 Peru b ah an Ko rt iso l Prab ed ah d an
Pascabedah pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Tabel 3 Perbedaan Selisih Kortisol Prabedah
d an Pascab ed ah an t ara Kelo m p o k
Perlakuan dan Kontrol
Tabel 4 Perbandingan Visual Analog Scale
Pascabedah pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol
Tabel 5 Jen is O p erasi an t ara Kelo m p o k
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Tabel 6 Perbedaan VAS hari I, II dan III antara
jen is O p erasi P lat in g, N ailin g,
Nailingplating
xvi xvii
NURUL KAWAKIB
Lampiran I Persetujuan Mengikuti Penelitian
Lampiran II R ingkasan Komunikasi Spiritual Islam
tentang Sakit dan Terapi
Lampiran III Lafal dan Cara D o’a
Lampiran IV Cara Pengukuran Intensitas N yeri
Lampiran V Status Penderita dan H asil Variabel
Tergantung
Lampiran VI D ata Pembedahan
Lampiran VII Analisa Statistik
Lampiran VIII Hubungan Mekanisme Coping dengan
Stres
Lampiran IX Bagan Fisiologi Nyeri, Pengaruh Stres
dan Pendekatan Spiritual pada Persepsi
Nyeri
PENDAHULUAN
URGENSI PENDEKATAN
SPIRITUAL
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :” Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” M ereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan
:”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
—QS.Al-A’raf/7:172.
Manfaat Pendekatan Spiritual
Dari sejarah perkembangan kerumahsakitan diketahui,
bahwa pada sekitar 4000 tahun SM ditemukan mula-mula
tempat perawatan orang sakit selalu menjadi satu dengan
tempat kegiatan agama (spiritual) dan agar mendapat
pertolongan dari Tuhan usaha terapi pada penderita selalu
dikaitkan dengan ajaran –ajaran agama (pendekatan
spiritual).1-4
Pada permulaan abad ke 19, terjadi pemisahan
kerumahsakitan dari tempat keagamaan, karena waktu itu
xviii 1
NURUL KAWAKIB PENDAHULUAN
pemerintah telah aktif ikut campur dalam pengaturan
kesehatan, akibatnya pendekatan spiritual terapi ikut
terlupakan. Dan pada abad ke 20, teknologi kedokteran
berkembang dengan cepat, yang mewarnai pengelolaan rumah
sakit. Pengelola berlomba-lomba memodernisasi rumah sakit
dan mendatangkan peralatan mutakhir. Kesemuanya itu
membawa pengaruh yang besar terhadap cara berfikir, sikap
dan perilaku para dokter. Pendekatan manusiawi yang
dilakukan terhadap penderita, menurut Ishom 1986, beralih
kepada pendekatan materialistik dan pendekatan spiritual
semakin terlupakan. 3-6
Pendekatan spiritual merupakan pendekatan penting dan
sebagai suatu keharusan pada terapi penderita, disamping
pendekatan biopsikososial, karena dalam menghadapi
penderita yang terganggu kesehatannya harus secara holistik
yaitu memperhatikan penderita seutuhnya yang menurut
World Health of Organisation (WHO, 1984) meliputi
biopsikososiospiritual.7-10
Dr.Anne Mc Caffrey, staf Harvard Medical School,
Boston, Massachusetts dalam Journal of The American Medical
Association mengatakan bahwa para dokter seharusnya
menggali pengetahuan spiritual penderita untuk memperbaiki
pemahaman mereka terhadap penyakit dan kesehatan. Dia
telah memimpin penelitian di Amerika tentang pendekatan
spiritual dengan tambahan do’a dalam terapi.11
Pendekatan spiritual (Islam), menurut Nasr 2002, adalah
pendekatan dengan nilai-nilai Ilahi yang tercantum dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an adalah kitab suci (QS.2:2)
merupakan kumpulan wahyu Allah, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW (QS.16:44), selama rentang waktu
23 tahun dalam masa tugas kenabiannya (610 -633 M),
untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman
hidup (QS.17:9) dalam mencapai keridhoan Allah
(QS.92:20) dan kebahagiaan di dunia dan akhirat
(QS.2:201). Hadis merupakan ucapan, perbuatan dan sikap
Nabi SAW. Nabi SAW memberikan contoh–contoh konkret
yakni teladan Nabi SAW (QS.33:21). Teladan Nabi SAW
ini telah diperintahkan oleh Allah agar ditiru dan ditaati, karena
mentaati Nabi SAW berarti mentaati Allah (QS.4:80).12-15
Pendekatan spiritual yang berhubungan dengan terapi
pada penderita antara lain dengan mengetahui spiritualitas
tentang sakit dan terapi serta berdo’a di kala sakit. Dengan
mengetahui spiritualitas tentang sakit dan terapi serta berdo’a
diharapkan dapat mendukung proses terapi dan menurut
Sholeh 2000 dapat sebagai preemptive cognitive analgesia yang
dapat menurunkan nyeri pascabedah.16-19
Nyeri pascabedah adalah nyeri akut yang paling banyak
didapatkan dan dialami beribu–ribu penderita setiap harinya
di seluruh dunia. Brasseur dan Poisson 1996 menyebutkan,
bahwa nyeri pascabedah masih merupakan masalah lebih dari
50 % penderita yang dilakukan pembedahan, meskipun
pengetahuan dan metoda penanggulangan nyeri berkembang
pesat. 20-23
Proses timbulnya nyeri, menurut Melzack 1986,
diketahui tergantung dua komponen yaitu komponen sensoris
dan komponen afeksi, tetapi sampai saat ini pengelolaan nyeri
terutama ditujukan pada komponen sensoris, karena itu timbul
pemikiran apakah dukungan pengelolaan komponen afeksi
dapat menjadi salah satu alternatif masalah tersebut.22-24
Pengelolaan komponen afeksi dimaksudkan sebagai
pengelolaan kecemasan penderita. Beberapa peneliti
menemukan kecemasan prabedah yang tidak dikelola dengan
baik akan meningkatkan nyeri dan menurut Carlson 1994
dapat tercermin pada sekresi hormon neuroendokrin yaitu
kortisol yang tinggi.22-25
Pengelolaan komponen afeksi antara lain dengan
pendekatan psikologis. Rehatta 1999 pada disertasinya telah
meneliti pengaruh pendekatan psikologis prabedah terhadap
toleransi nyeri dan respon ketahanan imunologik pascabedah,
dan ternyata pendekatan psikologis meningkatkan toleransi
23
NURUL KAWAKIB
PENDAHULUAN
nyeri atau menurunkan intensitas nyeri serta mengurangi
respon hormon neuroendokrin secara bermakna (p = 0,01).
Pendekatan psikologis yang dilakukan pada penelitian tersebut
dengan komunikasi yaitu diskusi tentang kecemasan penderita
untuk menimbulkan persepsi dan motivasi positif mengenai
pembedahan serta penyampaian informasi prosedur
pelaksanaan pembedahan, anastesi dan pascabedah serta
nyeri.22-25
Pendekatan spiritual dan do ’a dapat mengelola
kecemasan. Ibnu Sina (dokter, usia 10 tahun hafal Qur’an,
370-428 H/980-1037 M) mengatakan, bahwa faktor yang
turut andil untuk menghindari kecemasan adalah kembali
kepada (mentaati) Allah (QS.51:50).Dengan pendekatan
spiritual dan do’a dapat menyebabkan kembali kepada Allah,
ingat Allah (dzikrullah). Dengan dzikrullah, menurut Allah
seperti tersebut dalam Qur’an Surat Ar-Ra’du/13 ayat
28,dapat menjadi tenang/tenteram.16-19
Oleh karena itu dapat disimpulkan, sebagaimana adanya
pengaruh pendekatan psikologis sebagai pengelolaan
kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah, mungkin
terdapat pengaruh pendekatan spiritual dan do’a sebagai
pengelolaan kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah.
Rumusan, Tujuan dan Manfaat
Rumusan Masalah
1.
Apakah pendekatan spiritual dan do ’a prabedah
menurunkan nyeri pascabedah ?
2.
Apakah pendekatan spiritual dan do ’a prabedah
menurunkan sekresi hormon kortisol ?
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk membuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a
prabedah mengurangi nyeri pascabedah.
2.
Tujuan Khusus
1.
Membuktikan bahwa nyeri pascabedah kelompok yang
mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah
lebih rendah dibanding nyeri kelompok yang tidak
mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah.
2.
Membuktikan bahwa respon sekresi hormon kortisol pada
kelompok yang mendapatkan pendekatan spiritual dan
do’a prabedah lebih rendah dibanding respon sekresi
hormon kortisol kelompok yang tidak mendapatkan
pendekatan spiritual dan do’a prabedah.
Manfaat
1.
Mengembangkan cara pendekatan biopsikososiospiritual
dalam pengelolaan nyeri pascabedah, selain pendekatan
farmakologis, untuk mengurangi nyeri pascabedah.
2.
Melengkapi pengendalian nyeri pascabedah dengan cara
pendekatan spiritual dan do ’a prabedah, untuk
mengurangi nyeri pascabedah.
3.
Mengembangkan metode pendekatan spiritual yang
terstruktur dan terencana.
4 5
Bagian Pertama
NYERI, PENDEKATAN
SPIRITUAL DAN DOA
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram.
”
—QS.A-Ra’d/13:28.
Nyeri
Menurut Merskey 1980 yang kemudian dipakai
International Association for The Study of Pain (IASP) dan
dipublikasikan tahun 1986, nyeri adalah suatu rasa dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, disebabkan
oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan
kerusakan. Sedangkan menurut Woodruff 1996, karena nyeri
bersifat subyektif, definisi nyeri yang lebih praktis adalah apa
yang dikatakan pasien sakit, apa yang digambarkan pasien dan
bukan apa yang dianggap orang lain seharusnya.26-29
Berdasarkan penyebab dan lamanya berlangsung, Melzack
1986, mengemukakan adanya perbedaan nyeri akut dan nyeri
kronik. Penyebab nyeri akut jelas, terlokalisasi dan hilang
dengan sembuhnya kerusakan jaringan. Nyeri pascabedah
merupakan nyeri akut.28-31
67
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Menurut Sosnowki 1992, nyeri disebabkan oleh
rangsangan reseptor nyeri (pain receptors) yang disebut
nosiseptor di ujung saraf bebas (free nerve endings), selanjutnya
ditransmisikan melalui saraf perifer ke tanduk dorsal medula
spinalis. Di tempat ini mereka bersinaps dengan sel-sel dari
jaras spinotalamik yang membawa impuls (rangsangan) ke
atas medula spinalis, melalui batang otak ke talamus. Dari
talamus impuls diserahkan ke berbagai daerah korteks serebral
yang membangkitkan persepsi nyeri serta reaksi terhadap nyeri
tersebut (gambar1).22,32-34
Gambar 1 :
Diagram Jaras-Jaras Nyeri (Sumber : Sellers EM, Mount BM, Bethune
GW, Chevalier IM, Emeads JG, Machets RA, et al., editors. Cancer Pain,
A Monograph on the Management of Cancer Pain. Canada : Minister of
Supply and Services; 1984. p. 6 – 8)
.
8
Ujung saraf bebas di kulit dan jaringan ikat (somatic
nociceptors) serta visceral (visceral nociceptors) dapat dirangsang
secara fisik (tekanan, panas, distensi visceral) tetapi lebih sering
diaktifkan oleh rangsangan kimiawi akibat cedera atau
peradangan jaringan. Cedera jaringan menyebabkan produksi
dan akumulasi berbagai zat algesik termasuk prostaglandin,
bradikinin, serotonin, histamin, ion potassium dan hidrogen
yang telah terbukti mempengaruhi nosiseptor.32-35
Serabut saraf dari nosiseptor somatik berjalan sepanjang
saraf perifer dan memasuki medula spinalis melalui akar dorsal,
sedangkan sekitar 20 % serabut dari nosiseptor visceral masuk
melalui jalur ventral. Serabut aferen visceral dan somatik
bersatu pada neuron yang sama di medula spinalis, serabut
spinal yang naik (ascending) sama untuk impuls dari keduanya,
visceral dan somatik.32-35
Di tanduk dorsal medula spinalis, saraf sensoris aferen ini
bersinaps dengan serabut dari jaras spinotalamik ascendens,
secara langsung atau melalui suatu sistim kompleks serabut
penghubung dari interneuron, melibatkan berbagai
neurotransmiter termasuk substansi P dan glutamat.Terminal
presinap dari serabut sensoris aferen mengandung reseptor
opioid yang mengikat substansi opioid endogen (endorphin)
atau obat opioid eksogen. Pengikatan tersebut mengurangi
atau memblokir pelepasan neurotransmiter oleh saraf sensoris
aferen, sehingga mengurangi atau menghilangkan sensasi
nyeri.32-35
Impuls nyeri yang ditransmisikan ke talamus dilanjutkan
ke berbagai daerah korteks cerebri antara lain ke daerah sensoris
lobus parietal yang memberi lokasi dan interprestasi nyeri,
sistim limbik yang terlibat dalam respon afektif dan otonomik
terhadap nyeri, lobus temporal yang terlibat dalam memori
nyeri dan lobus frontal dimana fungsi kognitif menilai
kemaknaan nyeri serta respon emosional terhadap nyeri
tersebut.32-35
9
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Mekanisme endogen utama inhibisi (hambatan) nyeri
adalah supresi (penekanan) impuls nyeri pada tanduk dorsal
oleh jaras-jaras descenden dari otak tengah (midbrain) dan
batang otak (brainstem). Pusat-pusat ini menerima masukan
dari korteks, talamus dan pusat otak tengah lainnya, dan
melalui bermacam jaras descenden merangsang interneuron
penghambat di tanduk dorsal medula spinalis, menghasilkan
analgesia atau mengurangi nyeri. Neurotransmiter yang
terlibat di jaras penghambat descenden adalah noradrenalin
dan serotonin.32-35
Descartes 1644 telah mengemukakan teori tradisional
yaitu teori spesificity yang menganggap nyeri sebagai suatu
fungsi spesifik, rangsang nyeri dihantarkan oleh serabut saraf
khusus langsung ke pusat somatosensorik di otak (komponen
sensoris) dan menimbulkan respon, sehingga intensitas nyeri
yang dirasakan sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan.
Komponen afeksi hanya sebagai reaksi psikis terhadap nyeri
(gambar 2).32-35
Perkembangan ilmu merubah paradigma nyeri, dari teori
spesificity yang sudah dianut sejak Descartes sampai teori gate
control oleh Melzack dan Wall 1965, dimana komponen afeksi
berupa proses psikologis diyakini merupakan bagian integral
nyeri dan sangat berperan dalam proses timbulnya nyeri. Nyeri
merupakan hasil akhir dari interaksi kompleks proses fisiologi,
psikologi dan biokimiawi. Interaksi kompleks ini
menimbulkan plastisitas pada sistim saraf yaitu kemampuan
sel neuron berubah struktur dan fungsi sebagai respon terhadap
rangsang internal maupun eksternal. Plastisitas bersifat adaptif
bila merupakan penyesuaian terhadap lingkungan atau
maladaptif bila perubahan ini menyebabkan gangguan fungsi.
Plastisitas bisa terjadi karena proses modulasi supraspinal
terjadi karena adanya kontrol kortikal. Faktor afeksi dapat
mempengaruhi persepsi dan menghambat transimisi impuls
nyeri.30
10
Gambar 2 :
Jaras-Jaras Nyeri Konsep Descartes (Sumber : Bonica JJ. The
Management of Pain. 2nd ed. London : Lea & Febiger; 1990.
p.2 – 17).
Tahapan proses nyeri antara lain secara transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah perubahan
rangsang nyeri menjadi impuls listrik. Kerusakan jaringan dan
reaksi jaringan sekitarnya menyebabkan rangsangan pada
nosiseptor yang terdapat di ujung saraf bermielin A delta dan
ujung saraf C yang tidak bermielin.22,34-36
Kerusakan sel dan refleks otonom pembuluh darah lokal
mengakibatkan keluarnya berbagai mediator kimia ke jaringan.
Mediator kimia ini antara lain ion K+ , H+ , prostagandin dari
sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast,
serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf.
Berbagai mediator tersebut mengaktifkan reseptor nyeri
sehingga terjadi impuls listrik berupa arus elektrobiokimia
11
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
yang diteruskan lewat serabut saraf A delta dan C ke neuron
korda spinalis kemudian ke korteks.22,34-36
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari saraf
perifer ke neuron korda spinalis kemudian melewati jaras
spinotalamik menuju talamus sebagai pintu gerbang sistim
sensoris ke korteks serebri. Sebagian besar serabut saraf dari
lateral talamus di proyeksikan ke korteks somatosensoris yang
bertanggung jawab terhadap aspek sensasi sedangkan sebagian
besar serabut saraf dari medial talamus di proyeksikan ke sistim
limbik dan korteks asosiasi yang bertanggung jawab terhadap
aspek afeksi. Terdapatnya serabut saraf yang menghubungkan
kedua jaras tersebut, menunjukkan eratnya hubungan fungsi
kedua sistim tersebut.21,22,34,36
Transmisi sepanjang akson neuron berlangsung karena
proses polarisasi depolarisasi, dan dari neuron pre sinaps
melalui neurotransmiter. Neurotransmiter yang kini diketahui
berperan utama dalam proses penerusan rangsang nyeri adalah
substansi P.22,34-36
Modulasi adalah proses pengendalian nyeri. Modulasi
dapat berarti meningkatkan maupun menghambat transmisi
impuls, terjadi di perifer maupun sentral. Modulasi perifer
yang meningkatkan impuls nyeri disebabkan oleh mekanisme
antara lain mediator biokimiawi yang dikeluarkan karena
kerusakan jaringan dan inflamasi menyebabkan nosiseptor
terangsang oleh rangsang dibawah nilai ambang yang disebut
sebagai sensitisasi perifer, dan digiatkannya nosiseptor yang
sebelumnya tidak aktif. Proses tersebut meningkatkan besarnya
masukan impuls aferen ke kornu dorsalis. Selanjutnya
masukan impuls tersebut menyebabkan perubahan intraseluler
pada neuron korda spinalis. Modulasi perifer yang
menghambat terjadi melalui kontrol presinaps oleh serabut
saraf besar A beta terhadap transmisi impuls nyeri serabut
saraf halus A delta yang diperantarai oleh GABA. Hambatan
saraf A beta dipengaruhi oleh kontrol kortikal.22,34,36
Modulasi sentral dimunculkan oleh teori gate control oleh
Melzack dan Wall 1965 yang kemudian dikembangkan
Melzack dan Casey 1968. Melzack dan Casey membagi proses
nyeri dalam dua sistim operasional, yaitu aspek sensoris
diskriminatif dan aspek motivasi afektif. Aspek sensoris
diskriminatif dijalankan oleh jaras spinotalamik yang berakhir
di talamus lateral dan diproyeksikan ke korteks
somatosensoris, berfungsi dalam identifikasi intensitas
maupun lokasi rangsang. Fungsi ini berhubungan dengan nilai
ambang nyeri yang umumnya sama pada setiap individu.
Sedangkan jaras paramedian spinotalamik yang berakhir di
medial talamus melewati sistim retikuler dan limbik ke korteks
asosiasi berfungsi memberikan perasaan tidak menyenangkan
sehingga lebih menggambarkan kualitas nyeri. Aspek motivasi
afektif tidak tergantung pada lokasi dan penyebab nyeri, tetapi
terutama berhubungan dengan intensitas nyeri.22,34,36
Modulasi sentral berhubungan dengan hambatan nyeri
endogen. Bonica 1990 menggambarkan modifikasi model
konseptual gate control. Terdapat mekanisme kontrol kortikal
yang saling berinteraksi yaitu antara kontrol kognitif oleh
neokorteks, bersama sistim motivasi afektif sistim sensoris
diskriminatif. Proses kognitif bertanggung jawab memberikan
informasi prakondisi, kecemasan, perhatian, sugesti, nilai
budaya dan arti penyebab nyeri yang akan mempengaruhi
reaksi sistim motivasi afektif dan sensoris diskriminatif. Bagian
frontal dari korteks menjadi mediator antara proses kognitif
dengan sistim motivasi afektif dan mempertahankan
berdasarkan pengalaman terdahulu adanya emosi yang tidak
menyenangkan maupun reaksi penolakan terhadap nyeri.
Kontrol kognitif dapat langsung memodulasi transmisi nyeri
lewat proyeksi dorsolateral sebelum impuls mencapai sistim
motivasi afeksi dan sensoris diskriminatif, bila impuls dikenal
berdasarkan pengalaman terdahulu. Sedangkan pengaruh
motivasi dan afeksi dalam proses modulasi, ditunjukkan oleh
proyeksi sistim hambatan dari batang otak ke kornu dorsalis.
Dengan demikian masukan rangsang nyeri dengan cepat
12 13
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
mengalami proses identifikasi, evaluasi dan modulasi sebelum
tubuh menentukan sikap dan cara menghadapi.22,34,36
Persepsi adalah hasil rekonstruksi internal tentang
rangsang. Proses rekonstruksi terjadi dengan adanya interaksi
antara sistim sensoris yang mengantarkan rangsang dengan
kontrol kognitif di neokorteks dan sistim limbik yaitu
hipokampus dan amigdala. Selain dari talamus sebagai pusat
pembagi informasi sensoris, amigdala yang bertanggungjawab
dalam hal respon emosi menerima informasi tentang rangsang
nyeri dari neokorteks yaitu pusat kognitif dan asosiasi sensoris
maupun dari hipokampus. Korteks prefrontal sebagai kontrol
kognitif terutama penting untuk mengendalikan respon emosi
negatif karena bagian korteks ini berhubungan dan menerima
informasi dari semua area sensoris dan asosiasi sensoris.
Hipokampus berfungsi mengenali dan mengingat makna
rangsang berdasarkan data masa lalu. Umpan balik dari
amigdala ke korteks dan hipokampus memberikan kesadaran
tentang respon emosi dan penyesuaian sikap. Hasil interaksi
ini adalah sensasi nyeri dengan respon emosi tertentu.22,34,37
Respon emosi negatif akan menempatkan nyeri sebagai
suatu kondisi yang mengancam atau stresor, sebaliknya respon
emosi positif menurunkan terjadinya nyeri. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa persepsi tentang nyeri menentukan
intensitas rangsang nyeri yang dapat diterima tanpa keluhan.
Contoh yang terkenal adalah pengamatan Beecher 1956 pada
prajurit yang terluka di medan perang dunia kedua di Itali.
Prajurit–prajurit ini kurang bahkan tidak merasa nyeri karena
intensitas rangsang nyeri yang diterima tanpa keluhan dan
daya tahan terhadap nyeri. Hal ini disebabkan persepsi tentang
luka dan nyeri bagi mereka adalah peluang untuk pulang dan
berakhirnya peperangan. Bila persepsi dan respon emosi
terhadap masukan rangsang nyeri negatif, nyeri dikategorikan
ancaman atau stresor. Dengan demikian terjadi peningkatan
nyeri dan peningkatan sekresi kortisol sebagai indikator adanya
reaksi stres yang disebabkan nyeri.19,22,32
Perbedaan afeksi nyeri pada dua individu, menurut
Chapman 1985, disebabkan oleh perbedaan persepsi.
Sedangkan persepsi dan respon emosi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu faktor predisposisi dan
faktor situasional. Faktor predisposisi misalnya intelegensia,
kepribadian, status sosial, nilai budaya dan pengalaman
sebelumnya. Faktor situasional misalnya adanya motivasi,
depresi dan kecemasan. Faktor predisposisi merupakan faktor
yang tidak dapat atau sukar dikendalikan. Faktor situasional
bersifat sementara dan timbul oleh kondisi tertentu misalnya
perubahan lingkungan atau kurangnya pengetahuan tentang
masalah yang dihadapi. Oleh karena itu terhadap faktor
situasional dapat dilakukan upaya perubahan.22
Nyeri secara fisiologi, menurut Weisenburg 1990, adalah
sensasi yang sarat dengan modulasi. Modulasi terjadi di tingkat
perifer, korda spinalis dan kortikal melewati alur sensoris
maupun kognitif. Oleh karena itu dapat dilakukan intervensi
untuk menghambat komponen sensoris maupun
mempengaruhi komponen afeksi. Salah satu alternatif upaya
mempengaruhi komponen afeksi adalah dengan modulasi
kognitif yang diharapkan dapat merubah persepsi dan
mempengaruhi respon emosi terhadap nyeri.22
Komponen afeksi menyebabkan nyeri. Menurut Field
tahun 1989, nyeri yang dirasakan tidak setara dengan
intensitas rangsang yang menimbulkannya. Demikian juga
rangsang dengan intensitas yang sama dapat dirasakan berbeda
pada individu. Perbedaan nyeri yang disebabkan perbedaan
afeksi dicerminkan oleh perbedaan intensitas nyeri. Intensitas
nyeri dapat dipakai untuk menilai komponen afeksi yaitu
makin rendah intensitas nyeri berarti makin positif afeksi
terhadap nyeri. Dengan demikian keberhasilan modulasi
kognitif terhadap komponen afeksi dapat diketahui dari tinggi
rendahnya intensitas nyeri.22
14 15
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Kecemasan Prabedah dan Nyeri
Pascabedah
Chapman 1985 menyebutkan, kecemasan merupakan status
emosi yang paling sering didapatkan pada masa prabedah,
disebabkan kondisi situasional. Kecemasan adalah ekspresi
respon emosi normal yang timbul karena kesadaran fungsi
kognisi tentang situasi yang mengancam dan adanya
ketidakpastian. Kecemasan prabedah timbul karena perubahan
lingkungan, kurangnya pengetahuan tentang pembedahan,
anestesi, nyeri dan berbagai masalah yang terkait. Dari berbagai
observasi klinik diketahui adanya hubungan linier kecemasan
prabedah dengan nyeri pascabedah dan dari penelitian
Johnson 1986 diketahui bahwa kecemasan memuncak sejak
dua hari prabedah.22,38-41
Susunan saraf pusat yang berperan dalam timbulnya
kecemasan adalah korteks dan sistim limbik. Korteks mengenal
dan menganalisis kondisi yang mengancam, kemudian
informasi ini diteruskan ke sistim limbik yaitu di hipokampus
dan amigdala. Sistim limbik terutama berperan dalam
pengkondisian respon emosi yang negatif. Titik tangkap
kondisi mengancam atau tidak menyenangkan adalah pada
nukleus basolateral amigdala.19,22
Nukleus sentral berhubungan dengan bagian otak yang
terkait dengan kontrol sistim endokrin, otonom dan perilaku,
sehingga informasi respon emosi dapat menimbulkan respon
stres selanjutnya. Penelitian mengenai sirkuit persarafan
menyimpulkan bahwa respon emosi terhadap suatu rangsang
diperbesar oleh rangsang tidak menyenangkan yang diberikan
bersamaan, karena kedua rangsang ini bersinaps pada nukleus
sentral amigdala. Hal ini menjelaskan mekanisme
meningkatnya respon emosi terhadap nyeri pascabedah bila
terdapat pra kondisi kecemasan prabedah.22
Kecemasan juga mempengaruhi alur sensoris, karena
menyebabkan kepekaan nosiseptor yang mekanismenya antara
lain timbul refleks spinosimpatis (spino symphatetic) dengan
mikrosirkulasi sekitar reseptor nyeri sehingga terjadi iskemia
yang meningkatkan kepekaan nosiseptor dan pelepasan nor
epinephrin dari ujung saraf simpatis. Selain meningkatkan
kepekaan juga mempunyai efek langsung pada nosiseptor, serta
refleks segmental somatomotorik, menimbulkan kejang otot
yang menimbulkan rangsangan pada nosiseptor di otot.19,22
Jadi kecemasan prabedah mempunyai pengaruh ganda
dalam meningkatkan nyeri pascabedah yaitu mempengaruhi
komponen afeksi karena efek pra kondisi dan mempengaruhi
komponen sensoris karena meningkatkan kepekaan nosiseptor.
Mengurangi kecemasan prabedah merupakan upaya yang
bersifat pre emptive cognitive analgesia. Diharapkan menurunnya
atau hilangnya kecemasan dapat memperbaiki respon emosi
dengan demikian menurunkan nyeri pascabedah.22
Pendekatan Spiritual
Spiritual, menurut Ary 2004, berasal dari kata spirit artinya
murni. Maksudnya bila jiwa manusia murni atau jernih, maka
akan menemukan potensi mulia dirinya, sekaligus menemukan
siapa Tuhannya, karena pada manusia ditiupkan oleh Tuhan
suara hati dan sama persis dengan sifat-sifat Ilahi (Asmaul
Husnah) yang terletak pada god spot (titik Tuhan) .
Ramachandran tahun 2000 dan timnya dari California
University yang menemukan eksistensi god spot dalam otak
manusia, dan disebutnya sudah built in sebagai pusat
spiritual.42-45
Spiritual Islam, menurut Nasr 2002, merupakan kata
yang bahasa Arabnya adalah ruhaniyyah, diambil dari bahasa
Al-Qur’an (QS.17:85). Maksudnya yang terkait dengan dunia
ruh yang berkaitan dengan Ilahi yaitu dalam seluruh kasus,
termasuk sakit, dikaitkan dengan nilai-nilai Ilahi, sehingga
terjadi suatu kedekatan dengan Tuhan.15
Esensi spiritual Islam adalah realisasi dari yang terungkap
dalam Al-Qur’an, berdasarkan teladan kenabian dari Nabi
16 17
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
SAW. Tujuan dari spiritual islam adalah memperoleh sifatsifat
Ilahi dengan teladan Nabi SAW dan wahyu Al-Quran
sehingga meraih kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan di dunia
dan akhirat (QS.2:201).15
Kehidupan spiritual didasarkan pada pengetahuan tentang
Allah, kecintaan kepada Allah (QS.5:54), kepatuhan kepada
kehendak-Nya. Spiritual Islam adalah cinta yang selalu
diwarnai dan dikondisikan dengan pengetahuan dan
didasarkan pada kepatuhan yang telah dipraktekkan dan
terkandung dalam kehidupan sesuai dengan hukum Ilahi. Siapa
saja yang memandang Tuhan sebagai norma yang penting dan
menentukan atau sebagai prinsip hidupnya disebut spiritual.15
Menurut Najati 2003, manusia memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhan spiritual. Secara fitrah manusia
memiliki kesiapan (potensi) untuk bertauhid (mengesahkan
Allah), mendekatkan diri kepada Allah, kembali kepada-Nya,
meminta pertolongan kepada-Nya ketika dalam situasi
genting, termasuk ketika sakit.46
Manusia ketika di alam ruh sebelum diciptakan di alam
dunia telah mengambil perjanjian dengan Tuhan, sebagaimana
Allah telah berfirman : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman) :” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan :”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan).”(QS.7:172). Ayat tersebut, menurut Nurcholish
Madjid, merupakan janji primordial atau janji fundamental
antara manusia dan Tuhan bahwa manusia akan menyembah
Tuhan.46,47
Menurut Nurcholish Madjid 1995, para ahli tafsir
mengaitkan perjanjian ini dengan fitrah manusia. Karena itu
seruan dalam kitab suci agar manusia menerima agama yang
benar yaitu menjalankan nilai–nilai Ilahi (spiritual islam),
dikaitkan dengan fitrah Allah tersebut. Firman Allah “Maka
hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan penuh minat
kepada kebenaran, sesuai dengan fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia atau fitrah itu” (QS.30:30). Agama atau
dalam istilah kitab suci “din” artinya tunduk dan patuh kepada
Allah yang tidak lain adalah pelaksanaan janji primordial
tersebut.46,48
Makna “tunduk dan patuh” secara luas meliputi secara
keseluruhan tingkah laku dalam hidup ini harus tidak lepas
dari nilai-nilai Ilahi dengan tujuan untuk beribadah kepada
Tuhan (QS.51:56). Kemudian dalam wujud hariannya,
tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan spiritual Islam yang
merupakan inti agama itu mengandung arti mengarahkan
seluruh pekerjaan untuk mencapai ridha Allah (QS.92:20)
merupakan pelaksanaan perjanjian primordial antara Tuhan
dan manusia tersebut diatas. Dan itu adalah kewajiban.46,48
Spiritual Islam tentang sakit dan terapi bahwa sakit
merupakan cobaan (musibah, ujian) dari Allah (QS.57:22)
kepada makhluk ciptaan-Nya, yang dimaksudkan-Nya agar
makhluk yang sekaligus sebagai khalifah (QS.2:30) ini agar
bersabar menerima cobaan -Nya (QS.2:155 –156),
berprasangka baik (Hadis Qudsi), ridha (QS.92:20), ikhlas
(QS.6:162) dan ingat kembali bahwa dirinya akan kembali
kepada-Nya (QS.21:35).48-51
Dalam usaha menanggulangi persoalan sakit pada dirinya
ini si khalifah tadi secara statistik atau sunatullah akan
berikhtiar (QS.3:159) mencari pengobatan sesuai keyakinan
dan pengetahuannya, sebagian akan ke dokter. Dalam usahanya
Allah akan mengaruniakan kepadanya kesembuhan
(QS.26:80) atau tidak.50-53
Bagi mereka yang benar-benar sadar bahwa itu adalah
cobaan Allah, maka setelah ia berusaha sekuat kemampuannya
ia akan tawakal kepada Allah (QS.3:159) dan memohon
kepada Allah kesembuhan dengan sabar (QS.2:155), berdo’a
18 19
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
(QS.40:60) serta menjadikan sakit dan hasil ikhtiarnya dapat
dijadikan sebagai pemacu menuju tujuan hidup yang sebenarbenarnya
menurut Allah (QS.51:56).49,50
Sakit sebagai cobaan yang terjadi pada Nabi Ayyub
AS merupakan sebaik-sebaik contoh dan teladan bagi orang
sakit, yang tercantum dalam Al-Qur’an. Nabi Ayyub AS telah
menderita penyakit yang parah sehingga tersiksa (QS.38:41),
tetapi dia beraqidah benar, beriman secara sempurna dan
syariat terus dikerjakan serta berakhlak sabar, pasrah atas
ketetapan-Nya, ikhtiar, berdo’a dan tawakal, kemudian
sembuhlah penyakit yang ada padanya (QS.38:41-44,
QS.21:84).54-57
Akhlak dikala sakit, menurut Aa Gym 2002, adalah
berakhlak sabar dalam menghadapi cobaan (QS.2:155-156)
berupa sakit. Sebab, ada kalanya orang yang sakit menjadi
hina karena ketidaksabarannya. Akhlak sabar yang diperlukan
saat sakit antara lain berprasangka baik kepada Allah, tidak
berkeluh kesah, mentafakuri hikmah sakit, menyempurnakan
ikhtiar untuk sembuh dan berniat untuk sembuh.48,57,58
Akhlak sabar berprasangka baik pada Allah dikala
sakit, karena Allah sesuai dengan prasangka hambaNya (hadis
qudsi) dan setiap penyakit yang diderita hakekatnya sudah
diukur oleh Allah. Allah tidak akan membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kesanggupannya (QS.2:286).48,57,58
Akhlak sabar tidak berkeluh kesah karena berkeluh
kesah termasuk tanda-tanda dari ketidaksabaran. Bila terpaksa
berkeluh kesah diusahakan proposional dengan sakitnya dan
tidak mendramatisir. Ada baiknya mengeluh dengan
menyebut nama Allah.48,58,59
Akhlak sabar mentafakuri hikmah sakit karena banyak
hikmah dibalik kejadian penyakit yang terjadi. Bersabar dalam
mentafakuri hikmah sakit berarti bersabar menjalani proses
sakit yang dialami. Salah satu hikmah sakit adalah terhapusnya
dosa. Dengan begitu, salah satu hikmah sakit ialah kesempatan
untuk mengintropeksi diri, terutama terhadap sejumlah
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Dalam HR.
Bukhari diriwayakan bahwa suatu ketika Abdullah bin Mas’ud
RA menghampiri Nabi SAW yang tengah sakit. Saat itu ia
meraba tangan Nabi SAW sambil berkata, :Ya Rasulullah,
penyakit Anda sangat berat.” Nabi SAW memberikan jawaban,
“Benar, penyakit saya ini sama dengan penyakit dua orang di
antara kamu.” Abdullah menjawab lagi,”Itulah sebabnya Anda
mendapat pahala dua kali lipat.” Segera Nabi SAW membalas,
“Benar!” Dan dilanjutkan dengan sabdanya lagi, “Setiap orang
Islam yang mendapat bencana penyakit dan lain-lain, maka
Tuhan menggugurkan (mengampuni) kesalahan-kesalahannya,
sebagaimana pohon kayu menggugurkan daunnya.48,58,60
Akhlak sabar menyempurnakan ikhtiar (QS.13:11)
untuk sembuh adalah dengan berusaha ke ahlinya dan disiplin.
Ada orang yang harus ke dokter ini-itu tetapi terus mengeluh
karena uangnya habis untuk berobat. Padahal tanpa disadarinya
biaya itupun pada dasarnya dari Allah.48,57,58
Akhlak sabar untuk berniat sembuh penting karena
agar tidak menyerah pada rasa sakit. Niat sembuh karena Allah
(QS.6:162). Dengan selalu memancangkan niat untuk sembuh
karena Allah akan dapat membuat diri sembuh, tidak hanya
sembuh secara fisik tapi juga sembuh dari sisi spiritual. Inilah
yang sering disebut sehat wal’afiat.48,57,58
Spiritual lain yang penting diketahui adalah adanya
legalitas Islam terapi medis dan bedah. Al-Qur’an dan Hadis
menunjukkan legalitas terapi dan tidak ada larangan bagi
penderita untuk berobat dengan terapi medis dan bedah. Dalildalil
atas legalitas terapi dari Al-Qur’an antara lain Allah
melarang membunuh diri sendiri (QS.4:29). Dalam ayat itu
terdapat larangan seseorang membunuh dirinya sendiri dengan
suatu cara yang bisa menghantarkan kepada kematiannya.
Meninggalkan terapi penyakit termasuk hal yang tercakup
dalam membunuh diri sendiri. Hal ini tampak jelas di dalam
sikap meninggalkan terapi pada saat sakit kritis. Jadi terapi
penyakit termasuk perkara yang dibolehkan Allah, karena Allah
20 21
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
memerintahkan agar tidak membunuh diri sendiri atau
berusaha membinasakan diri sendiri (QS.2:195).57,61-63
Legalitas terapi medis dan bedah dari hadis antara lain
hadis Abu Hurairah dari Nabi SAW, sabdanya “Allah tidak
menurunkan penyakit, kecuali Dia pasti menurunkan obat
baginya.” (HR. Bukhari). Hadis Jabir bin Abdullah dari Nabi
SAW, sabdanya “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat
penyakit itu tepat, maka dia sembuh dengan izin
Allah.”(HR.Muslim). Imam Nawawi di dalam syarah-nya
terhadap hadis tersebut mengisyaratkan bahwa terapi penyakit
hukumnya mustahab (dianjurkan) dan di dalam hadis ini
terdapat penjelasan tentang keabsahan ilmu pengobatan. Ibnu
Qayyim (dokter, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, ahli sejarah,
ahli bahasa arab, 1354 M) berkata, “Di dalam hadis-hadis
shahih tersebut terdapat perintah terapi penyakit dan terapi
penyakit tidak menafikan (menghilangkan) tawakal
sebagaimana tawakal tidak dinafikan oleh upaya
menghilangkan penyakit. Bahwa pengabaian upaya terapi
penyakit dapat mencemari tawakal, sebagaimana mencemari
perintah.”61-64
Hadis lain dari Usamah bin Syuraik, ia berkata,”Aku
mendatangi Nabi SAW dan para sahabat beliau. Kemudian ada
orang badui bertanya, “Ya Nabi, apakah kami boleh berobat ?
“Nabi SAW menjawab,”Berobatlah kalian, sesungguhnya Allah
tidak meletakkan sesuatu penyakit kecuali Dia pasti meletakkan
obat baginya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit tua.”
(HR.Tirmidzi). Hadis Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Nabi
SAW mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Kaab, lalu tabib
itu memotong bagian anggota tubuhnya kemudian melakukan
sengatan api (kayy) padanya.” (HR. Muslim). Tindakan Nabi
SAW mengutus tabib untuk memotong bagian anggota badan
dan melakukan kayy menunjukkan kebolehan terapi bedah
(jirahah) yang merupakan salah satu jenis terapi.61,62,65,66
Dengan mengetahui legalitas islam terapi medis dan
bedah tersebut berarti terapi yang dijalani sesuai dengan nilai
nilai Ilahi dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yang
bila dengan diniatkan karena menjalankan nilai Ilahi tersebut
(HR. Bukhari Muslim) yaitu karena Allah (QS.6:162)
bernilai sebagai ibadah (QS.51:56) dan sebagai pelaksanaan
perjanjian primordial (QS.7:172).47,61,62
Do’a
Kata do’a, menurut Sambas 2003, adalah bentuk masdhar
(sandaran) dari fi’il (kata kerja) da’aa – yad’uu. Menurut Ibnu
H ajar, kata do’a adalah bentuk qashr (singkat) dari kata alda’wa,
seperti dalam fiman Allah “wa aakhiru da’waahum”,
yang artinya antara lain permintaan atau permohonan
(QS.7:55), ibadah (QS.10:106) atau memuji
(QS.17:110).67-70
Do’a secara istilah adalah permohonan kepada Allah, agar
Dia mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dan
menjauhkannya dari segala bentuk kemudaratan. Dari segi
bentuknya do’a merupakan pekerjaan hati, lisan dan raga dalam
rangka ibadah kepada Allah. Do’a sebagai pekerjaan hati,
maksudnya gerak dan energi berupa interaksi transendental
antara makhluk dan khaliq untuk memperoleh sesuatu yang
bermanfaat dan menghindari sesuatu yang mudarat. Do’a
berupa pekerjaan lisan adalah berwujud ucapan bahasa yang
isinya berupa permohonan dari makhluk kepada khaliq untuk
mencapai sesuatu yang bermanfaat dan menghindari sesuatu
yang mudarat dalam rangka beribadah kepada Allah.
Sedangkan do’a dari sisi aktivitas perbuatan raga adalah
aktivitas hidup yang berjalan dalam hukum kausalitas
immaterial sesuai dengan apa yang dilakukan qalbu dan lisan.
Keterpaduan ketiga unsur itulah sebagai hakekat do’a yang
murni dan konsekwen.67-71
Do’a hakekatnya adalah penuntun untuk mengubah diri
dengan semakin dekat kepada Allah. Nilai yang lebih hakiki
dari do’a yaitu perubahan diri menjadi lebih baik dan lebih
dekat kepada Allah.71-74
22 23
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Dalam Al-Qur’an disamping tersebut diatas dalil berdo’a
antara lain : “berdo’alah kepada Tuhanmu” (QS.7:55), “Aku
kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa” (QS.2:186),
“berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku pekenankan
permohonanmu”(QS.40:60), “mohonlah kamu dengan namanama-
Nya (Asma-ul Husnah).” (QS.7:180).”67,69,70,75
Dalam hadis dalil berdo’a antara lain bahwa do’a itu
ibadah (HR.Turmudzi), hendaknya kita berdo ’a
(HR.Tirmidzi), berdo’a dengan keyakinan akan dikabulkan
(HR. HR.Ahmad), Allah murka kepada siapa yang tidak
berdo’a, berdo’a kepada Allah niscaya Allah mengabulkan
(HR.Tirmidzi), berdo’a minta kesembuhan/sehat wal afiat
(HR. Tirmidzi).67,69,70,76
Manfaat do’ dalam terapi bahwa doa adalah obat bagi
orang yang sakit. Ketika seseorang sedang sakit, ia seharusnya
merasa lebih dekat dengan Allah dan memusatkan
pengharapannya agar sakitnya segera sembuh. Berkeyakinan
bahwasanya penyakit apapun tidak ada penyembuhnya kecuali
penyembuhan dari Allah semata (QS.26:80). Allah tidak
menurunkan sesuatu penyakit, kecuali menurunkan pula
obatnya (HR.Bukhari Muslim). Di saat sakit orang beriman
menyerahkan dirinya kepada Allah. Dengan cara inilah setelah
melalui pengobatan, ia mengobati hati dan perasaan sendiri
dengan cara berdo’a kepada Allah, sehingga ringanlah
penderitaannya. 77-80
Do’a merupakan senjata orang beriman, dapat mengubah
takdir, menolak musibah, mencegah dan meringankan di saat
musibah turun (HR. Ibnu Majah). Do’a itu berguna bagi
sesuatu yang telah diturunkan dan sesuatu yang belum
diturunkan, karena itu hendaknya berdo’a (Hadis dari Ibnu
Umar).78,79,81
Menurut Ja’far Subhani 1999, terdapat dua anggapan
terhadap manfaat do’a. Ada sebagian orang yang tidak
mempercayai adanya manfaat do’a terhadap terapi penyakit
dan beranggapan bahwa sembuhnya penyakit adalah karena
sebab-sebab materialistik. Kalau ada sebab tentu akan muncul
akibatnya, tanpa memerlukan bantuan do’a. Bila tidak ada
sebab, maka akibatnya pun tidak pernah ada. Baik penderita
sudah berdo’a atau belum adalah sama saja.82-85
Sesungguhnya di balik hukum kausalitas itu ada tatanan
Allah, bersifat spiritual yang mengatur tatanan material dan
segala urusan. Tatanan material sama sekali tidak bebas
mengatur, tidak berdiri sendiri di dalam memberi arah
(QS.79:5, QS.15:21).10,49
Anggapan lain, bahwa do’a tidak bermanfaat dalam
menyembuhkan penderita yang sakit, berdasarkan asumsi
bahwa sembuhnya penderita itu sudah ditakdirkan. Dia akan
sembuh baik dido’akan atau tidak.82-85
Dari dua anggapan tersebut, bila menerima dengan
anggapan sebelumnya, maka berarti bahwa usaha
penyembuhan dengan minum obat adalah sebab kesembuhan
penderita. Bila menolak anggapan sebelumnya, berarti bahwa
do’a itu sebetulnya termasuk salah satu faktor penyebab yang
mempengaruhi tatanan material. Tatanan material
dikendalikan oleh tatanan spiritual. Nabi SAW telah bersabda
bahwa sesungguhnya do’a adalah bagian dari takdir Allah dan
do’a memiliki ketetapan dapat mengubah takdir (HR.
Hakim).82-85
Jadi sesungguhnya do’a dan pengobatan adalah bagian
dari sebab – sebab yang ada pada hukum kausalitas itu. Hanya
saja sebab itu ada yang terlihat dan ada yang tidak terlihat,
yang hanya dapat diketahui melalui pemberitahuan wahyu
Ilahi.82
Dr.Anne Mc Caffrey, staf H arvard Medical School,
Boston, Massachusetts dalam Journal of The American Medical
Association disebutkan telah memimpin penelitian tentang
tambahan do’a dalam terapi penyakit. Sekitar sepertiga dari
penduduk Amerika menambahkan do’a sebagai obat saat sakit.
Dalam sebuah studi yang melibatkan 2.055 dewasa muda,
35 % mengaku menggunakan do’a agar sehat. Studi ini
24 25
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
dilakukan selama oktober 1997 dan pebruari 1998. Dari
semua yang berdo’a 75 % mengaku ingin mendapatkan
kesehatan yang lebih baik.Sementara 22 % lainnya berdo’a
untuk mencapai aspek kesehatan tertentu, 69 % mengatakan
efektif. Sedangkan survey yang dilakukan oleh majalah Time
dan CNN tahun 1996 menyebutkan, bahwa pengaruh positif
do’a dalam terapi penyakit sampai 64 %.11,85
Terlepas diterima atau tidaknya do’a, dengan berdo’a
tejadi interaksi dengan Allah berupa dzikrullah. Dengan
dzikrullah akan timbul ketenangan yang dapat mengelolah
kecemasan, termasuk kecemasan prabedah, yang berarti
dengan berdo’a diharapkan sebagai pre emptive cognitive
analgesia.19,70,85
Do’a-doa dalam terapi para ulama telah bersepakat dalam
menggunakan do’a dalam terapi, jika memenuhi beberapa
unsur seperti yang tertulis dalam Fathul Bari : 10/195 dan
Fatawa al-Allamah Ibnu Baz 2/384, antara lain dengan
menggunakan kalam Allah atau dengan nama-namanya, sifatsifatnya,
dengan menggunakan kalam Nabi SAW, dengan
menggunakan bahasa arab atau bahasa lain yang dapat
dimengerti atau dipahami maksudnya serta dengan keyakinan
yang tinggi bahwa sesungguhnya hanyalah karena izin
perkenan dan kuasa Allah semata kesembuhan penyakit dapat
terjadi (QS.26:80) karena do’a atau sejenisnya termasuk
dokter dengan terapi medis dan atau bedahnya hanyalah
perantara semata.57,86
Diantara yang sering dibaca adalah Basmalah, Al-Fatihah,
surat-surat pendek seperti surat Al-Ikhlas, Al-Alaq dan An-
Nas, disamping do’a-do’a lainnya.
Basmalah, menurut Ashshiddieqy 2002, adalah
mengharap semoga segala sesuatu yang akan seseorang lakukan
diberkahi Allah serta dapat dilaksanakan dan menerangkan
bahwa perbuatan itu dilakukan atas nama Allah.87,88
Utsman bin Abil’Ash RA suatu ketika datang menghadap
Nabi SAW dan memberitahukan bahwa dirinya menderita
sakit. Nabi SAW kemudian bersabda, “Letakkan tanganmu
pada yang terasa sakit, kemudian katakanlah : Bismillah (Dengan
nama Allah) sebanyak tiga kali dan ucapkanlah do’a ini sebanyak
tujuh kali: A’uzu bi ‘izzatil-llaahi waqudraatihi min syarri maa
ajidu wa uhaadziru (Aku berlindung kepada Allah dengan
kekuasaan-Nya dari kejahatan sesuatu yang aku dapatkan dan
aku khawatirkan).” (HR. Muslim). Menurut riwayat yang
lain, do’a terapi yang diucapkan Nabi SAW tersebut selain
untuk diri sendiri, do’a tersebut juga berguna untuk mengobati
orang lain jika tengah menderita sakit.88-92
Tentang Al-Fatihah, Nabi SAW berkata kepada Jabir bin
Abdillah, “Wahai Jabir, maukah kuajarkan kepadamu surat yang
terbaik yang diturunkan oleh Allah dalam kitab suci-Nya?” Jabir
menjawab,”Demi ayah dan ibuku, aku mau.” Lalu Nabi SAW
mengajarinya surat Al-Fatihah dan berkata,”Ia (Al-Fatihah)
adalah obat dari segala penyakit, kecuali kematian.” 93
Nabi SAW bersabda,”Membaca surat Al-Fatihah sebanyak
tuju kali adalah obat dari segala penyakit.” Riwayat lain dalam
salah satu hadis, bahwa siapa yang menderita suatu penyakit,
maka hendaknya ia membaca Al-Fatihah sebanyak tuju kali,
dan jika belum juga sembuh, hendaknya ia membaca sebanyak
tuju puluh kali, insya Allah akan sembuh.” 93,94
Diriwayatkan sejumlah sahabat Nabi SAW datang ke
suatu desa orang Arab. Namun kedatangan sahabat Nabi SAW
tersebut tidak diterima dengan baik oleh penduduk desa Arab
itu karena pemimpinnya tengah mendapat musibah sakit.
“Apakah diantara kalian ada yang mempunyai obat untuk
menyembukan pemimpin kami?” Tanya salah seorang warga desa
kepada para sahabat. Para sahabat menjawab,”Kalian tidak
menerima kami sebagai tamu. Kami tidak akan mengobati
pemimpin kalian sebelum kalian memberikan sesuatu kepada
kami.” Menanggapi permintaan para sahabat Nabi SAW, warga
desa itu memberikan beberapa ekor kambing. Salah seorang
sahabat kemudian membacakan Ummul Qur’an (Surat Al-
Fatihah). Tidak berapa lama kemudian pemimpin desa yang
menderita sakit tersebut sembuh.57,95,96
26 27
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Warga desa Arab itu takjub dan gembira kemudian
memberikan kambing-kambing mereka.”Kami akan bertanya
dahulu kepada Nabi SAW,” jawab para sahabat menanggapi
pemberian warga desa Arab itu. “Jika Nabi SAW mengijinkan,
maka baru akan kami ambil kambing-kambing itu.” Para sahabat
kemudian menghadap Nabi SAW dan mengabarkan peristiwa
yang mereka alami. Mendengar penuturan para sahabatnya,
Nabi SAW nampak tertawa dan berkata, “Siapa yang
memberitahukan kepadamu, bahwa ayat itu obat? Ambillah
kambing itu dan beri saya sebagian!” 54,95,.97
Satu peristiwa yang hampir serupa dengan peristiwa
tersebut diatas juga terjadi pada diri sejumlah sahabat Nabi
SAW, seperti yang dituturkan oleh sahabat Ibnu Abbas RA
dan tercatat pada kumpulan hadis shahih riwayat Bukhari.
Menurut penuturan Ibnu Abbas RA sejumlah sahabat Nabi
SAW suatu ketika tengah berjalan melewati tempat
pengambilan air. Di tempat itu ada seseorang yang nampak
kesakitan akibat disengat binatang berbisa. Salah seorang yang
berada di tempat tersebut kemudian mendatangi para sahabat
Nabi SAW. Salah seorang sahabat mendatangi laki-laki yang
tengah kesakitan tersebut. Ia membacakan surat Al-Fatihah
di dekat si sakit. Tidak berapa lama kemudian si sakit tersebut
sembuh.57,96,97
Ibnu Qayyim menceritakan, bahwa ketika beliau berada
di Mekkah beliau menderita suatu penyakit. Ketika itu di
sekitar tempat beliau berada tidak ditemui adanya
obat.”Kemudian aku mengobati diriku sendiri dengan surat Al-
Fatihah.”, demikian penjelasan Ibnu Qayyim.”Aku kemudian
mengambil seteguk air zamzam, lalu aku bacakan surat Al-
Fatihah pada air tersebut secara berulang-ulang. Ternyata, aku
menyaksikan betapa besar khasiat Ummul Qur’an itu, karena
lantaran itulah aku sembuh total dari penyakit yang kuderita.”
Ibnul Qayyim akhirnya memutuskan cara penyembuhan
dengan menggunakan ayat-ayat-Nya untuk obat penyembuh.
Beberapa orang yang datang ke Ibnu Qayyim dengan
mengutarakan aneka penyakit yang tengah mereka derita,
beliau sarankan juga untuk berobat kepada Allah melalui
firman-firman-Nya dan kebanyakan dari mereka dapat
sembuh total karenanya. Ibnul Qayyim mengatakan,
“Barangsiapatidak disembuhkan Al-Qur’an, maka niscaya Allah
juga tidak menyembuhkannya.”57,98,99
Tentang surat Al-Ikhlas, Al-Alaq, An-Nas/Mu’awwiddzat,
terdapat riwayat yang menunjukkan perilaku Nabi SAW ketika
beliau sedang menderita sakit, seperti satu hadis yang
bersumber dari Ummul Mukminin, Aisyah RA, “Bahwa Nabi
SAW apabila telah berbaring di atas kasurnya, beliau
mengumpulkan kedua telapak tangannya, kemudian meniupnya
sambil membaca ketiga mu’awwidzat (Qul huwwallaahu
ahad,Qul a’udzu bi rabbil-falaq, Qul a’udzu bi rabbin-naas).
Kemudian beliau mengusap kedua telapak tangannya kepada
seluruh anggota badan yang dapat dicapainya. Beliau memulai
dari kepala, wajah dan bagian depan dari badannya. Hal ini
beliau lakukan tiga kali. Kemudian Aisyah RA berkata, “Ketika
aku sakit, Nabi SAW menyuruhku berbuat seperti itu.” (HR.
Bukhari Muslim).57
Terdapat riwayat berkenaan dengan diri Nabi SAW,
“Apabila beliau ditimpa sebuah penyakit, beliau membaca ketiga
muawwidzat itu kemudian menyembur.” Adapun cara
menyembur yang dilakukan Nabi SAW dalam hadis tersebut,
salah seorang perowi hadis beliau, Az-Zuhri
menjelaskan,”Beliau menyembur kedua tangannya kemudian
diusapkan kepada wajahnya.”57
Dari Qur’an dan hadis do’a-do’a terapi lain banyak
disebutkan mulai dari do’a-do’a terapi secara umum sampai
dengan do’a-do’a terapi penyakit khusus, seperti tercantum
juga di buku Alma’tsurat Hasan Al Banna,”Allahumma ‘aafinii
fii badanii” (Ya Allah sehatkanlah badanku), dan lain-lain.57,100
28 29
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah
serta Mekanisme Coping
Pendekatan spiritual dengan mengetahui aspek-aspek
spiritual (Islam) tentang sakit dan terapi serta berdo’a
prabedah merupakan pre emptive cognitive analgesia prabedah
karena mengelola kecemasan prabedah, diduga dapat
menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan
mengefektifkan mekanisme coping. Respon emosi yang positif
dapat menghindarkan reaksi stres.19,22,101
Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh penting
terhadap kejadian yang menimbulkan stres adalah mekanisme
coping ( coping mechanism ) atau penggunaan strategi
penanggulangan adaptif. Respon individu terhadap stres,
dengan mekanisme coping yang positif dan efektif dapat
meredakan atau menghilangkan stres. Sebaliknya mekanisme
coping yang negatif dan tidak efektif dapat memperburuk
stres.22,101
Mekanisme coping adalah suatu mekanisme untuk
mengatasi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme
coping ini berhasil maka orang tersebut dapat beradaptasi
terhadap perubahan tersebut atau akan merasakan beban berat
menjadi ringan. Mekanisme coping ini dapat dipelajari, sejak
awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari
stresor tersebut. Kemampuan mekanisme coping setiap orang
tergantung dari persepsi dan kognisi terhadap stresor yang
diterima. Mekanisme coping terbentuk melalui kemampuan
menyesuaikan diri pada pengaruh faktor internal dan
eksternal.22,101
Dalam mengontrol respon emosi dapat diupayakan
dengan beberapa alternatif strategi. Taylor menganjurkan
strategi kognitif redifinisi (cognitif redefinition), dimana
penderita dibantu untuk melihat masalah dari sisi pandangan
yang lebih positif. Sedangkan Lazarus menganjurkan
strategi cognitive restructuring yaitu upaya merubah persepsi
menjadi lebih realistis dan konstruktif tentang stresor.22,101
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah pada penderita
memenuhi dua strategi tersebut, karena esensi manfaat yang
dapat diperoleh dari pendekatan spiritual dan do’a sendiri
adalah hidup realistis, selalu optimis dalam menghadapi
problema hidup yang dihadapi, sehingga penderita tetap
konstruktif. “Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya
diperuntukkan kepada Allah (QS.6: 162). Allah itu Maha
Pengasih dan Penyayang (QS.1:1). Tidak ada satu pun makhluk
di muka bumi ini yang bisa menyebabkan mudarat dan
menambahkan keuntungan, selain izin Allah (QS.9:51).19,22,101
Salah satu faktor utama yang menentukan apakah suatu
rangsang atau kondisi yang tidak menyenangkan dapat
menimbulkan reaksi stres atau tidak, sangat dipengaruhi oleh
beberapa kemampuan individu dalam mengendalikan kondisi
tersebut. Jika penderita dapat menghayati makna pendekatan
spiritual dan do’a prabedah, dimungkinkan dapat mampu
mengendalikan berbagai kondisi yang ia hadapi, termasuk
musibah yang menimpa dirinya. Artinya pendekatan spiritual
dan do’a dapat mengefektifkan coping. Coping didefinisikan
sebagai upaya untuk mengatasi dan mengendalikan kondisi
yang dimiliki sebagai stresor. Dengan demikian pendekatan
spiritual dan do’a prabedah diharapkan mengelola stres
prabedah dan menurunkan nyeri pasca bedah.22,101
Pendekatan Spiritual dan Do’a sebagai
Kontrol Kognitif dalam Pengendalian
Nyeri
Untuk menjelaskan peran pendekatan spiritual dan do’a sebagai
kontrol kognitif dalam pengendalikan nyeri dapat dipakai
teori gate control. Interaksi antara pusat kognisi di korteks
serebri dan sistim motivasi afektif, sistim limbik (hipokampus,
amigdala) dan hipotalamus serta pengalaman emosional yang
30 31
NURUL KAWAKIB
tidak menyenangkan dari korteks frontal menghasilkan
persepsi dan respon emosi terhadap masukan rangsang nyeri.22
Kontrol kognisi dapat langsung mempengaruhi neuron
di tingkat medula spinalis. Sedangkan pengaruh sistim
motivasi afeksi di proyeksikan ke tanduk dorsal medula spinalis
lewat sistim hambatan endogen.22
Jadi nyeri yang dirasakan tidak tergantung hanya pada
intensitas rangsang (komponen sensoris), tetapi ditentukan
juga oleh kontrol kognisi (komponen afeksi). Pendekatan
spiritual dan do’a adalah upaya mempengaruhi kontrol kognisi
dengan merubah persepsi dan respon emosi terhadap rangsang
nyeri.22
Nyeri sebagai Stresor Psikis dan Respon
Hormon Neuroendokrin
Canon 1929 mendefinisikan stres adalah reaksi terhadap
stresor. Sedangkan stresor adalah semua kondisi yang
dipersepsikan mengancam atau tidak diinginkan Amigdala
adalah bagian dari sistim limbik yang bertanggungjaqwab
tentang rangsang yang disertai emosi negatif atau rangsang
yang tidak diinginkan.22,38-40
Amigdala menerima informasi mengenai rangsang nyeri
dari korteks serebri yang merupakan pusat kognisi dan asosiasi
sistim sensoris, talamus maupun hipokampus yang
bertanggungjawab tentang proses belajar dan mengingat.
Umpan balik dari amigdala ke korteks frontal dan hipokampus
menimbulkan kesadaran tentang respon emosi dan
penyesuaian sikap. Kemudian secara integral amigdala
menyebabkan sekresi Corticotropin Releasing Hormon (CRH)
dari hipotalamus, yang selanjutnya menggiatkan aksis
Hypophyse Pituitary Adrenal (HPA) dan sistim otonom. Jadi
walaupun yang menimbulkan nyeri adalah rangsang fisik,
sekresi hormon neuroendokrin atau hormon stres tergantung
persepsi dan respon emosi terhadap rangsang nyeri karena
nyeri juga merupakan stresor psikis. Hormon neuroendokrin
NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
itu antara lain kortisol yang dapat dipakai sebagai indikator
reaksi stres.19,22,25
Kortisol merupakan hormon yang disekresi oleh
kelenjer adrenal. Sekresi kortisol diatur oleh adrenocorticotropic
hormons (ACTH). Selain oleh ACTH, sekresi kortisol juga
dipengaruhi oleh rangsangan otak sebagai respon terhadap
stres. ACTH merupakan faktor utama dalam pengaturan
sekresi kortisol. Sedangkan ACTH sendiri diatur oleh
corticotropin releasing hormon (CRH) dan neurotransmiter.
Keadaan stres, ACTH meningkat. ACTH yang meningkat
dapat mengaktifkan korteks adrenal untuk mensekresi hormon
kortisol. Kortisol beredar dalam darah, dengan kadar dalam
serum antara 2,5 – 25 mg/dl.19,22,25,102
32 33
Bagian Kedua
PENGARUH PENDEKATAN
SPIRITUAL DAN DO’A
PRABEDAH TERHADAP
NYERI PASCABEDAH
Emosional positif
Dapat menghindarkan reaksi stress
—Rehatta N.M.
34 35
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Kerangka Konsep Penelitian
Hipotesis Penelitian
1.
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan nyeri
pascabedah.
2.
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan
sekresi hormon kortisol.
Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pendekatan spiritual dan do’a prabedah terhadap nyeri
pascabedah maka bentuk penelitian ini adalah eksperimental,
dengan rancangan penelitian randomized pre test post test control
group design.103
Populasi yang diteliti adalah penderita dengan patah tulang
paha (os femur) tertutup yang akan mengalami pembedahan
terencana dengan anestesi umum di Gedung Bedah Pusat
Terpadu (GBPT) RSU Dr. Soetomo. Seleksi sampel dilakukan
dengan consecutive sampling, sampai besar sampel terpenuhi.
Perkiraan besar sampel adalah sebagai berikut :
n1 = n2 = 2( z1/2a+ zb)2S2
(µ1 -µ2)2
S : Simpang baku = 0,31
Z1/2a à Nilai baku distribusi normal pada a : 0,05 = 1,96
Zb à Nilai baku distribusi normal pada b : 0,20 = 0,84
µ1: rerata kelompok perlakuan = 1,32
µ2: rerata kelompok kontrol = 0,90
Besarnya S, µ1 dan µ2 sesuai dengan penelitian dengan
kajian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.22,104
Jadi besar sampel
:
n = 2 X 0,32 (1,96 + 0,84)
2
( 1,32 -0,90)
2
n = 8,52 (dibulatkan menjadi 9)
GAMBAR 3 :
KERANGKA KONSEP PENELITIAN Jadi total sampel : 18 ( 9 sampel kelompok perlakuan dan 9
sampel kelompok kontrol).
36
37
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Kriteria Inklusi
1.
Agama Islam.
2.
Usia > 18 tahun.
3.
Pendidikan terendah tamatan Sekolah Menengah Pertama.
4.
Penderita dengan patah tulang paha tertutup yang akan
mengalami pembedahan berencana dengan anestesi
umum.
5.
Termasuk kelompok katagori status fisik 1 menurut
American Society of Anesthesiologist (ASA).105
6.
Penderita bersedia ikut dalam penelitian dengan
menandatangani informed consent penelitian (lampiran I).
Kriteria Eksklusi
1.
Penderita memiliki kontra indikasi medis untuk dilakukan
operasi.
2.
Penderita diketahui menggunakan analgesik selain analgesik
protokol.
3.
Penderita menarik diri dari keikutsertaan dalam penelitian.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan
spiritual dengan aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit
dan terapi yang dilakukan oleh peneliti dan subyek berdo’a
prabedah.
Variabel Tergantung
1.
Nyeri pasca bedah
2.
Kortisol
Definisi Operasional
Yang dimaksudkan pendekatan spiritual dan do’a adalah
pendekatan dengan aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit
dan terapi secara perorangan dengan tatap muka antara subyek
penelitian dengan peneliti, dilaksanakan komunikasi dengan
subyek, subyek berdo’a prabedah..
Komunikasi dilakukan secara lisan yaitu peneliti sebagai
sumber pesan secara sadar dan penuh perhatian, dengan
pendekatan aspek spiritual tentang sakit dan terapi serta
manfaat do’a, agar dapat mempengaruhi pikiran dan sikap
penerima pesan yaitu subyek penelitian karena peneliti ingin
menimbulkan persepsi dan motivasi positif terhadap
pembedahan dan nyeri. Tujuan ini dicapai dengan membantu
mengatasi kecemasan situasional dan meningkatkan strategi
coping kognitif subyek.
Sesuai tujuan, pokok bahasan dalam komunikasi tersebut
adalah diskusi tentang sakit penderita dan upaya terapi
pembedahan yang akan dijalani. Diskusi ini berupaya
menimbulkan persepsi dan motivasi positif mengenai sakit,
terapi pembedahan dan nyeri dihubungkan dengan
kebutuhan spiritual, aspek spiritualitas (Islam) tentang sakit
dan terapi, serta manfaat do’a dalam terapi penderita.
Penyampaian informasi tentang spiritualitas (Islam) sakit dan
terapi pembedahan, sakit sebagai cobaan, adab dikala sakit
dan legalitas (Islam) terapi medis dan bedah serta penjelasan
rasa nyeri yang akan dirasakan. Komunikasi lesan spiritualitas
Islam tentang sakit dan terapi yang seharusnya diketahui oleh
setiap orang Islam yang mengalami sakit (lampiran II). Selain
komunikasi dengan lisan secara “face to face”, juga komunikasi
dengan tulisan dengan memberikan subyek buku “Adab dikala
Sakit” Aa Gym.
Subyek berdo’a prabedah, minimal do’a yang setiap
orang Islam hafal, Basmalah, surat Al-Fatihah dan Mu’
awwidzat (Qul huwwallaahu ahad,Qul a’udzu bi rabbil-falaq,
Qul a’udzu bi rabbin-naas). Basmallah (Bismillah) diucapkan
sebanyak tiga kali setiap kali mengalami sakit, surat Al-Fatihah
diucapkan setiap pagi bangun tidur dan akan tidur dan
Mu’awwidzat diucapkan setiap akan tidur. Subyek diberi
tulisan do’a tersebut (lampiran III) dan do’a-do’a lain yang
tersebut dalam buku “Do’a dan Zikir Rasulullah SAW pagi
dan sore hari (Al-Ma’tsurat) Hasan Al Banna dilengkapi dengan
Asma’ul Husna”.
Pertemuan dan pelaksanaan dilakukan sejak subyek
penelitian Masuk Rumah Sakit (MRS), memenuhi kriteria
pada seleksi penderita dan dilakukan tiga kali pertemuan
38
39
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
prabedah. Pertemuan dengan tatap muka selama 30 – 45
menit setiap kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang
terakhir saat akan operasi ke GBPT.
Yang dimaksud dengan nyeri adalah intensitas dimana
seseorang merasakan atau mengeluh nyeri. Dalam penelitian
ini nyeri dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik
penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali
dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri
(10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0
hingga 10 (gambar 4).
Gambar 4 :
Skala Analogi Visual (Sumber : Cole BE. Pain Management, Classifying,
Understanding, and Treating Pain. June 2002. Available from : URL :
htpp:// www.turner-white.com. 2004 Dec 24;08.49 pm).
Subyek mengkuwantifikasi rasa nyeri dengan menandai
angka numerik yang tertera..Kuwantifikasi berdasar dari nyeri
yang dirasakan subyek. 0 berarti tidak nyeri, 1 – 3 berarti
nyeri ringan dan tidak mengganggu tidurnya, 4 – 6 berarti
nyeri sedang dengan subyek merasa mengganggu tidurnya
tapi masih bisa tidur, 7 – 10 berarti nyeri berat dengan subyek
merasa mengganggu tidurnya sampai tidak bisa tidur
(lampiran IV).
Analgesia yang digunakan adalah analgesia protokol yang
digunakan di SMF Orthopaedi RSU Dr. Soetomo yaitu
tramadol (tragesic) intravenous 100 miligram 3 kali perhari
sesuai dosis.106,107
Yang dimaksud kortisol adalah variabel neuroendokrin
yang mencerminkan ukuran reaksi stres. Pemeriksaan kortisol
(µg/dl) menggunakan metode Fluorescense Polarization
Immuno Assay (FPIA), dilakukan di Laboratorium Prodia
Surabaya dan Jakarta.Untuk pemeriksaan kortisol, sampel
darah diambil pada satu jam sebelum pembedahan (prabedah)
dan setelah penderita sadar dari pengaruh anestesi
(pascabedah).
Alur Penelitian
Gambar 5 : Alur Penelitian
40 41
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Tempat Penelitian
1.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya
2.
GBPT RSU Dr. Soetomo Surabaya
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai Mei sampai dengan Juli 2005
atau sampai besar sampel terpenuhi.
Alat dan Bahan
1.
Lampiran ringkasan komunikasi lesan spiritual Islam
tentang sakit dan terapi, serta Buku “Adab Dikala Sakit”
Aa Gym.
2.
Lampiran lafal dan cara do’a, serta buku “Do’a dan Zikir
Nabi SAW, Al-Ma’tsurat” H asan Al Banna.
3.
Cara pengukuran intensitas nyeri (VAS/Visual Analog
Scale).
4. Lembar pengumpul data.
Prosedur Penelitian
1. Tahap I : seleksi sampel
Seleksi awal dilakukan oleh peneliti. Subyek memenuhi
kriteria sampel dan bersedia ikut dalam penelitian dengan
menandatangani informed consent penelitian.
2. Tahap II : Pembagian kelompok
Pembagian kelompok dilakukan randomisasi untuk
alokasi kelompok perlakuan dan kontrol. Randomisasi dengan
non probability sampling yaitu secara consecutive sampling, setiap
penderita yang datang dan memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian, dilakukan selang seling secara
berurutan menjadi kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
Pada kelompok perlakuan dilakukan pendekatan spiritual oleh
peneliti, subyek berdo’a. Pada kelompok kontrol dilakukan
pemeriksaan rutin prabedah oleh peneliti. Pertemuan dan
pelaksanaan dilakukan sejak subyek penelitian MRS, dilakukan
tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan dengan tatap muka
selama 30 – 45 menit, setiap kali pertemuan, tiga kali saat
prabedah dan yang terakhir saat akan berangkat operasi ke
GBPT.
3. Tahap III : Pembedahan
Pembedahan dilakukan pagi hari. Prabedah, satu jam
sebelum pembedahan diambil sampel darah untuk pengukuran
hormon kortisol. Pascabedah, setelah penderita sadar dari
pengaruh anestesi, diambil sampel darah untuk pengukuran
hormon kortisol. Pengambilan sampel darah prabedah
dilakukan pagi hari antara jam 07.00 sampai jam 09.00,
sedangkan pengambilan sampel darah pascabedah dilakukan
antara jam 10.00 sampai jam 12.00. Sampel darah dikirim ke
Laboratorium Prodia.
4. Tahap IV: Penilaian Intensitas Nyeri
Penilaian intensitas nyeri dilakukan pada hari ke 1, 2,
dan 3 pasca bedah oleh penderita. Dalam penelitian ini nyeri
dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik
penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali
dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri
(10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0
hingga 10. Subyek mengkuwantifikasi rasa nyeri dengan
menandai angka numerik yang tertera. Kuwantifikasi berdasar
dari nyeri yang dirasakan subyek. 0 berarti tidak nyeri, 1 – 3
berarti nyeri ringan dan tidak mengganggu tidurnya, 4 – 6
berarti nyeri sedang dengan subyek merasa dan mengganggu
tidurnya tapi masih bisa tidur, 7 – 10 berarti nyeri berat
dengan subyek merasa mengganggu tidurnya sampai tidak
bisa tidur.Bila penderita kesulitan saat penilaian intensitas
nyeri dengan VAS, penderita dibantu asisten peneliti (dr.
Djoko Soelistijono). Asisten peneliti tidak mengetahui
penderita termasuk kelompok perlakuan atau kelompok
kontrol.
42
43
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Cara Pengolahan dan Analisa Data
Uji statistik yang digunakan untuk menjawab masalah
sesuai tujuan dan hipotesis penelitian adalah :
Uji Normalitas
Data yang sudah terkumpul dilakukan analisis secara
diskriptif untuk mengetahui kwalitas data. Sebelum dilakukan
analisis data dengan menggunakan uji statistik, dilakukan uji
normalitas dengan uji Kolmgorov Smirnov.
Uji Homogenitas
Dilakukan uji homogenitas antara kelompok perlakuan
dan kontrol untuk mengetahui adanya pengaruh variabel
perancu.
Uji Beda
1.
Untuk membandingkan perubahan kortisol antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol digunakan
uji t 2 sampel bebas.
2.
Untuk membandingkan VAS antara kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol pada pengamatan hari ke I, 2, 3
digunakan uji Mann-Whitney.108
Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Do’a
Prabedah terhadap Nyeri Pascabedah
Hasil Seleksi Sampel
Sampel diambil secara consecutive sampling dari pasien
RSU Dr. Soetomo yang datang dengan patah tulang paha
tertutup, memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam
penelitian.
Selama kurun waktu Mei 2005 hingga Juli 2005 didapat
22 sampel yang memenuhi kriteria inklusi tetapi 4 sampel
tidak dapat diikutkan dalam penelitian karena minta dilakukan
terapi di daerah (kabupaten) dimana penderita asli bertempat
tinggal dan 18 sampel yang dapat diikutkan penelitian
Data Karakteristik Sampel
Semua sampel beragama Islam, suku Jawa, pendidikan
terendah tamatan Sekolah Menengah Pertama, tertingggi
mahasiswa dan usia 18 – 40 tahun dengan data dasar normal
kecuali pada status lokalis patah tulang paha. Sampel
dilakukan tindakan pembedahan dan pemeriksaan variabel
tergantung (tabel 1, lampiran V, VI).
Tabel 1 : Karakteristik Sampel
Variabel Perlakuan Ko ntrol U ji Statistik N ilai p
U mur (X ± SD ) 26,2 ± 8,1 23,0 ± 4,3 t 2 sampel 0,311
BB (X±SD) 59,7 ± 13,1 52,0 ± 4,8 t 2 sampel 0,130
Jenis kelamin
- Laki-laki (%) 6 (66,7 %) 7 (77,8 %) X2 1,000
- Wanita (%) 3 (33,3 %) 2 (22,2 %)
Pendidikan
- SMP (%) 2 (22,2%) 2 (22,2 %) Mann Whitney 0,796
- SMA (%) 5 (55,6 %) 6 (66,7 %)
- S1 (%) 2 (22,2 %) 1 (11,1 %)
Uji Normalitas
Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test
menunjukkan data prabedah dan pasca bedah berdistribusi
normal (lampiranVII).
Uji Homogenitas
Untuk keacakan kedua kelompok penelitian dilakukan
uji homogenitas terhadap variabel umur, berat badan (BB),
jenis kelamin dan pendidikan. Pada uji homogenitas dengan
uji t 2 sampel pada variabel umur dan berat badan, uji X2
pada variabel jenis kelamin, uji Mann Whitney pada variabel
pendidikan didapatkan pada kedua kelompok tidak berbeda
bermakna (tabel 1).
44
45
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Analisis Data Prabedah
Analisa tahap ini untuk mengetahui pengaruh pendekatan
spiritual dan do’a terhadap reaksi stres prabedah. Pengaruh
pendekatan spiritual dan do’a dinilai dari data indikator stres
yaitu kortisol prabedah.
Hasil uji t 2 sampel pada perubahan kortisol prabedah
menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua
kelompok (p = 0,003) yaitu p < 0,05. (tabel 2). Tabel 2
menunjukkan bahwa pendekatan spiritual dan do ’a
berpengaruh terhadap reaksi stres prabedah. Rerata kortisol
kelompok pendekatan spiritual dan do’a (14,8 ± 1,9) lebih
rendah dibanding kelompok kontrol (19,3 ± 3,3).
Jadi dapat disimpulkan pada kelompok pendekatan
spiritual dan do’a peningkatan kortisol prabedah secara
bermakna lebih kecil.
Tabel 2 : Perubahan Kortisol Prabedah dan Pascabedah pada
Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Prabedah 14,8 ± 1,9 15,3 ± 1,7 t 2 sampel 0,003
(X ± SD)
Pascabedah 19,3 ± 3,3 25,2 ± 5,6
(X ± SD)
Analisis Data Pascabedah
Analisa tahap ini untuk mengetahui perbedaan reaksi stres
nyeri dan hubungannya dengan kedua kelompok penelitian
pada periode pascabedah. Reaksi stres nyeri dicerminkan oleh
variabel kortisol, sedangkan intensitas nyeri pascabedah dengan
visual analog scale (VAS).
Hasil uji t 2 sampel dari variabel kortisol menunjukkan
perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p = 0,003)
yaitu p < 0,05. (tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa
pendekatan spiritual dan do’a berpengaruh terhadap reaksi
stres pascabedah. Rerata kortisol (15,3 ± 1,7) kelompok
dengan pendekatan spiritual dan do’a secara signifikan lebih
rendah dibanding rerata kortisol (25,2 ± 5,6) kelompok
kontrol. Selisih kortisol prabedah dan pascabedah juga
menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok
(p = 0,014) yaitu p < 0,05 (tabel 3). Intensitas nyeri berdasar
data visual analog scale menunjukkan perbedaan yang
bermakna baik pada hari ke 1, 2 maupun hari ke 3 (p = 0,0001)
yaitu p < 0,05. (tabel 4).
Jadi dapat disimpulkan pada kelompok pendekatan
spiritual dan do’a, kortisol pascabedah secara bermakna lebih
kecil dan VAS menunjukkan perbedaan bermakna.
Tabel 3 : Perbedaan Selisih Kortisol Prabedah dan
Pascabedah antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Selisih Kortisol 0,47 ± 2,3 5,9 ± 5,1 t 2 sampel 0,014
Pra & Pascabedah
(X ± SD)
Tabel 4 : Perbandingan Visual Analog Scale Pascabedah
pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
VAS hari ke: Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
(median) (median)
I 1 5 Mann-Whitney 0,0001
II 1 4 0,0001
III 1 3 0,0001
Pada analisis pascabedah ini disampaikan juga pembuktian
paradigma baru nyeri, bahwa intensitas nyeri yang dirasakan
tidak sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan, dengan
46 47
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
membuktikan pengaruh jenis operasi dengan intensitas nyeri
pasca bedah yang dinilai dengan VAS hari I, II dan III.
Tabel 6 menunjukkan, dengan uji Mann-Whitney didapat
perbedaan VAS hari I, II dan III antara jenis operasi plating,
nailing, nailingplating pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Didapat hasil tidak berbeda bermakna (p
= 0,125; 0,099 dan 0,053) yaitu p > 0,05. Berarti intensitas
nyeri yang dirasakan tidak sebanding dengan luasnya kerusakan
jaringan, sesuai dengan perubahan paradigma nyeri dari teori
spesificity ke teori gate control dimana komponen afeksi diyakini
merupakan bagian integral nyeri.
Tabel 5 : Jenis Operasi antara Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol
Jenis Operasi Perlakuan Kontrol
Plating 7 (77,8 %) 3 (33,3 %)
Nailing -3 (33,3 %)
Nailingplating 2 (22,2 %) 3 (33,3 %)
Tabel 6 : Perbedaan VAS hari I, II dan III antara
Jenis Operasi Plating, Nailing dan Nailingplating
VAS hr.: Plating Nailing Nailingplating Uji Statistik Nilai p
(median) (med.) (med.)
I 2 6 3 Mann-Whitney 0,125
II 1 5 2 0,099
III 1 4 2 0,053
Pembahasan
Penelitian ini dirancang untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pengaruh pendekatan spiritual (Islam)
dan do’a prabedah terhadap nyeri pascabedah. Apakah
pendekatan spiritual dan do’a prabedah dapat menurunkan
intensitas nyeri pascabedah ? Apakah pendekatan spiritual dan
do’a prabedah dapat menurunkan sekresi hormon kortisol ?
Masalah tersebut muncul oleh karena adanya pemahaman
dikotomi di kalangan sekelompok orang yang
mempertentangkan agama pada satu sisi dan ilmu
pengetahuan di sisi yang lain. Kebenaran agama dipandang
sebagai suatu yang mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah.
Meskipun diakui tidak semua ajaran agama dapat dibuktikan
secara ilmiah.109
Untuk pemecahan masalah tersebut, dalam penelitian ini
digunakan rancangan penelitian eksperimental, dengan model
randomized pre test post test control group design.
Sebagaimana peran aspek psikologis, besarnya peran aspek
spiritual dan do’a dalam modulasi nyeri yang dipergunakan
untuk mengkaji pengaruh pendekatan spiritual dan do’a
terhadap nyeri adalah teori gate control.19,22
Menurut Melsack dan Casey 1986, terdapat proses
kontrol sentral yang merupakan fungsi komplementer antara
kontrol kognitif dengan sistim motivasi afektif yang mengatur
intensitas rangsang nyeri.22,35
Telah diketahui bahwa nyeri terdiri dua komponen yaitu
komponen sensoris dan komponen afeksi. Komponen afeksi
tidak dapat dikelola dengan cara pendekatan fisik atau
hambatan jalur sensoris. Oleh karena itu tujuan pendekatan
spiritual dan do’a dalam penelitian ini adalah mengupayakan
perubahan penilaian kognisi agar mempengaruhi komponen
afeksi.22,34
Afeksi terhadap nyeri adalah ekspresi kualitas respon emosi.
Agar terukur, dalam penelitian ini dipakai nilai intensitas nyeri
dengan menggunakan visual analog scale sebagai gambaran
afeksi terhadap nyeri.22,31
Pencapaian tingkat homogenitas penelitian ini ditempuh
dengan cara mengendalikan berbagai faktor yang
mempengaruhi komponen afeksi nyeri dan mempengaruhi
hasil pendekatan, antara lain budaya, intelegensia, pengalaman
48 49
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
terdahulu, arti nyeri dan adanya kecemasan. Oleh karena itu,
dengan kriteria inklusi diupayakan homogenitas faktor
predisposisi yaitu agama, suku bangsa dan pendidikan.
Pendekatan spiritual dan do’a pada penelitian ini terutama
mengupayakan dua hal yaitu menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan motivasi. Secara umum kecemasan merupakan
masalah yang paling banyak didapatkan pada masa
prabedah.22,38
Dari beberapa pengamatan klinik diketahui bahwa
komponen afeksi nyeri sangat erat berhubungan dengan
motivasi. Motivasi seperti juga proses kognitif menentukan
arahan sikap subyek ke arah positif atau negatif, sesuai
kebutuhan atau pengaturan internal yang berhubungan dengan
homeostasis. Oleh karena itu, motivasi yang menimbulkan
respon emosi positif akan menyebabkan terjadinya analgesia
endogen atau descending inhibition.22,32
Karena subyek akan mengalami pembedahan, target yang
ingin dicapai adalah menimbulkan motivasi positif dengan
menerima pembedahan sebagai upaya terapi untuk
mempercepat kembalinya kondisi normal. Target lainnya
adalah menghilangkan kecemasan yang merupakan suatu
prakondisi yang merugikan, dengan memberikan informasi
yang diperlukan serta hubungannya dengan spiritualitas dan
do’a. Upaya tersebut dimaksudkan untuk membantu strategi
coping kognitif subyek. Bila proses coping yang di upayakan
dengan pendekatan spiritual dan do’a berhasil, nilai stresor
berkurang sehingga reaksi stres biologis yang diakibatkannya
juga berkurang.19,22
Pendekatan spiritual dan do’a dilakukan sejak subyek
MRS, dilakukan tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan
dengan tatap muka selama 30 – 45 menit, setiap kali
pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang terakhir dilakukan
saat akan berangkat operasi. Dengan pendekatan perorangan
secara persuasif, diharapkan menimbulkan persepsi dan
motivasi positif tentang pembedahan dan nyeri sekaligus
menghilangkan pengaruh kecemasan.
Kortisol secara umum dipakai sebagai tolok ukur adanya
stres dalam tubuh. Dipilihnya kortisol sebagai variabel terukur
dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan praktis.
Karena kortisol mempunyai karakteristik pola sekresi
peningkatan dan penurunan yang lambat, sehingga mudah
untuk diukur. Sedangkan hormon stres lain, katekolamin
misalnya mempunyai pola sekresi peningkatan dan penurunan
spontanitas, sehingga sulit pengukurannya.19
Dari hasil uji 2 sampel terhadap indikator stres yaitu
kortisol prabedah (tabel 2) dan penilaian intensitas nyeri
dengan visual analog scale untuk nyeri pascabedah seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4 diketahui bahwa terdapat perbedaan
bermakna pada kelompok yang mendapatkan pendekatan
spiritual dan do’a dibanding kelompok kontrol.
Pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a, stres
prabedah lebih rendah, terbukti kortisol pada kelompok ini
lebih kecil secara bermakna dibanding kelompok kontrol.
Dengan demikian dapat disimpulkan pendekatan spiritual
dan do’a dengan metoda seperti dilaksanakan pada penelitian
ini dapat mengurangi reaksi stres prabedah.
Diketahui bahwa amigdala bertanggungjawab tentang
respon emosi terhadap nyeri. Pengendalian respon emosi
terjadi karena hubungannya dengan pusat kognitif, asosiasi
sensoris maupun hipokampus. Bila pendekatan spiritual dan
do’a menghasilkan memori positif, hipokampus akan
menyebabkan hambatan terhadap respon emosi amigdala oleh
neuron GABAergik. Diketahui terdapat banyak reseptor
benzodiazepine pada nukleus basolateral amigdala.7,22
Pendekatan spiritual dan do’a membantu mekanisme coping
terhadap stres yaitu dengan modulasi kognitif dan pada
penelitian ini terbukti dapat menghilangkan kecemasan dan
reaksi stres prabedah, akan menyebabkan supresi sekresi
carboline endogen sehingga meningkatkan reseptor GABA.
Efek hambatan GABA pada amigdala akan meredam respon
50 51
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
emosi terhadap nyeri atau dengan kata lain menurunkan
intensitas nyeri. Sedangkan area PAG selain menerima
masukan dari amigdala juga menerima informasi dari korteks
frontal dan hipotalamus sehingga reaksi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh proses kognitif, pengalaman masa lalu dan
motivasi. Bila pendekatan spiritual dan do ’a dapat
menimbulkan motivasi positif, terjadi pelepasan opiat
endogen, yang mana ikatannya pada neuron PAG akan
menyebabkan hambatan transmisi rangsang nosiseptif di
tingkat medula spinalis atau descending inhibition (lampiran
VII, VIII).7,22
Pendekatan spiritual dan do’a dapat menghilangkan
kecemasan, menimbulkan motivasi., memperbaiki respon
emosi sehingga membangkitkan hambatan nyeri endogen
dapat dibuktikan dengan menurunnya intensitas nyeri.
Hubungan reaksi stres prabedah dan intensitas nyeri dengan
penilaian visual analog scale pascabedah dapat terlihat dari
tabel 2 dan 4.
Pendekatan spiritual dan do’a selain mengurangi reaksi
stres, juga menurunkan intensitas nyeri. Intensitas nyeri
berdasar data visual analog scale kelompok pendekatan spiritual
dan do’a dan kelompok kontrol menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna (tabel 4).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan
do’a dapat mengurangi reaksi stres prabedah dan menurunkan
intensitas nyeri pascabedah sehingga merupakan preemptive
cognitive analgesia.
Hasil analisis pascabedah menunjukkan bahwa kortisol
sebagai indikator stres pascabedah (tabel 2) dan intensitas
nyeri yang dinilai dengan visual analog scale pascabedah (tabel
4) pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a berbeda
bermakna dengan kelompok kontrol. Kadar kortisol plasma
pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a lebih rendah
dibanding dengan kelompok kontrol. Karena kortisol plasma
menunjukkan adanya stresor nyeri berarti pada kelompok yang
mendapatkan pendekatanm spiritual dan do’a reaksi stres nyeri
lebih kecil dibanding kelompok kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan
do’a menyebabkan perubahan persepsi sehingga nyeri tidak
merupakan stresor. Kesimpulan ini memperkuat status
rangsang nyeri sebagai stresor psikis sebagaimana disebutkan
oleh Lazarus 1993.22
Dari uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan, dari
tabel 2 dapat dibuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a
mengurangi reaksi stres, ditunjukkan oleh peningkatan kortisol
data pascabedah pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a
lebih kecil dibandingkan kontrol.
Dengan demikian kesimpulan ini menjawab hipotesis
bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan
sekresi hormon kortisol.
Dari tabel 2 dan 4 dapat dibuktikan bahwa pada
kelompok pendekatan spiritual dan do’a berkurangnya reaksi
stres sejalan dengan menurunnya intensitas nyeri dengan visual
analog scale pascabedah. Berarti berkurangnya stres disertai
dengan intensitas nyeri yang lebih rendah. Kenyataan tersebut
menguatkan kedudukan nyeri sebagai stressor psikis karena
dengan menetapkan bahwa kerusakan jaringan menimbulkan
intensitas rangsang yang sama, adanya perbedaan intensitas
nyeri tersebut disebabkan adanya perbedaan persepsi dan
respon emosi tentang nyeri.
Dengan demikian kesimpulan ini menjawab hipotesis
bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan
intensitas nyeri pascabedah.
Meskipun disadari kebenaran ilmiah bersifat relatif, namun
dengan meyakini kebenaran wahyu bersifat absolut (QS.3:60),
maka peneliti optimis bahwa hasil penelitian ini membuktikan
akan kebenaran wahyu baik yang tertuang dalam Al-Qur’an
maupun H adis, seperti yang telah teruraikan pada latar
belakang penelitian ini. Sekaligus memberikan bahan renungan
kepada sinyalemen yang berpendapat bahwa kebenaran agama
52 53
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah. 3. U ntuk m endapatkan hasil yang sebaik-baiknya,
Terdapat paradigma lama bahwa agama dinilai sebagai metode dan isi pendekatan spiritual dan do’a prabedah
suatu yang harus diterima secara dogmatik, yang terpisah h ar u s t er st r u kt u r d an t er en can a d en gan
dengan sains dan mustahil bisa dibuktikan secara ilmiah, memperhatikan faktor predisposisi maupun faktor
sehingga penyampaian pesan nilai-nilai agama sering dilakukan situasional yang mempengaruhi persepsi dan respon
dengan pendekatan yang bersifat normatif, ancaman dan emosi terhadap nyeri.
siksaan, bukan atas dasar bahwa ibadah itu suatu kebutuhan. 4. D iperlukan penelitian lanjutan untuk m engkaji
Dengan penelitian ini membuktikan bahwa kebenaran agama pengaruh pendekatan spiritual dan do’a prabedah ,
bisa dibuktikan secara ilmiah, sehingga dengan penelitian ini d en gan m em p er b an yak ju m lah variab el d an
pemahaman dikotomik ekstrim yang mereduksi agama dari memperbesar sampel.
sains tidak dibenarkan.
Sebagai kesimpulan penelitian dan jawaban hipotesis
penelitian ini adalah :
1. Pen d ekat an sp irit u al d an d o ’a p rab ed ah p ad a
kelompok perlakuan dapat menurunkan intensitas
nyeri pascabedah.
2. Pen d ekat an sp irit u al d an d o ’a p rab ed ah p ad a
kelompok perlakuan dapat menurunkan kadar kortisol
plasma sebagai respon terhadap stres.
Rekomendasi
Ber d asar kan h asil p en elit ian in i, yan g d ap at
direkomendasikan untuk pemanfatan adalah :
1. Pengelo laan n yeri harus ditujukan pada kedua
kom ponen nyeri yaitu kom ponen sensoris dan
komponen afeksi. Pendekatan spiritual dan do’a
prabedah merupakan salah satu metode yang terbukti
dapat mengurangi stres dan menurunkan intensitas
nyeri. Dengan demikian pendekatan spiritual dan do’a
prabedah dapat dikatagorikan sebagai preemptive
cognitive analgesia.
2. Pendekatan spiritual dan do’a seharusnya menjadi
bagian dari prosedur tetap persiapan prabedah karena
dapat sebagai preemptive cognitive analgesia.
54 55
Daftar Pustaka
1.
Yamani JK. Mukhtasar Tarikh Thariqat Ath Thib (trj.).
Bandung : CV Prakarsa Insan Mandiri;1993. p. 15 –
59.
2.
Turner HR. Science in Medical Islam, An Illustrated
Introduction (trj.). Bandung : Nuansa; 2004. p. 143
– 173.
3.
Ishom MB. Peranan Santunan Spiritual di Rumah Sakit
Islam. Dalam : Pratiknya AW, Sofro ASM, editors.
Islam, Etika dan Kesehatan. Jakarta : CV
Rajawali;1986. p. 257 – 71.
4.
Kawakib N. Santunan Spiritual Rumah Sakit. Surabaya
Post 1990 Oct 25; Sect.A:4 (kol.1-4).
5.
Bagir H. Ilmu Kedokteran Holistik : Sebuah Alternatif.
Dalam : Benson H, Proctor W. Beyond The Relaxation
Respone (trj.). Bandung : Kaifa; 2000. p. 9 – 19.
6.
Lumenta B. Dokter : Citra, Peran dan Fungsi.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius; 1989. p. 58 – 66.
7.
Wirjoatmodjo K. Uraian Singkat tentang Fisiologi dan
Psikologi Nyeri sebagai Landasan Praktis Pengelolaan
Nyeri Kanker.Dalam: Naskah Lengkap Care with
Competence Compassion & Commitment. PKB V
Kelompok Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri.2005
Sept 24;Surabaya,Indonesia.p.10–23
56
57
NURUL KAWAKIB
DAFTAR PUSTAKA
8.
Hawari D.Managemen Stres,Cemas dan Depresi.
Jakarta:FKUI;2002.p.115-66.
9.
Hawari D. Al-Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa. 3th ed. Yogyakarta : Dana Bahkti Prima
Yasa; 2004. p. 1 – 54.
10.
Idris DH. Pendekatan Kejiwaan bagi Penderita Sakit.
Dalam : Yafie A, Shihab Q, Idris DH. Hafidhuddin D,
RS Dharmais, editors. Sakit Menguatkan Iman, Uraian
Pakar Medis dan Spiritual. Jakarta. Gema Insani Press;
1996. p.49 – 59
11.
Beta FP. Tambahkan Do’a dalam Obat. Jawa Pos 2004
Apr 29; Sect. A : 31 (kol.1).
12.
Depag RI.Al-Jumanatul ‘Ali,Al-Qur’an &
Terjemahnya.Bandung:JArt; 2004.
13.
Haekal MH. Hayat Muhammad (trj). 12 nd ed. Jakarta:
Pustaka Litera Antar Nusa; 1990. p. 66 – 81.
14.
Amin MR. Pencerahan Spiritual : Sukses membangun
Hidup Damai dan Bahagia. Jakarta. Al-Maward Prima;
2002. p. iii – xiii.
15.
Nasr SH. Islamic Spirituality Foundations (trj.).
Bandung : Mizan; 2002. p.xix – 12.
16.
Muthahhari M. Thabathaba’i SMH . Light Within Me
(trj.). Bandung : Pustaka Hidayah; 2000. p. 19 – 75.
17.
Nasution AF. Thibburruhany atau Faith Healing :
Psikologi Iman dalam Kesehatan Jiwa dan Badan. Jakarta
: Eldine; 2001. p. 1 – 4.
18.
Alhaddad AA.Adab Suluk Al-Murid (trj.).Solo:Nur
Muhammad. 2002.p.5–8.
19.
Sholeh M. Pengaruh Salat Tahajjud Terhadap
Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh
Imunologik : Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi.
(Disertasi). Surabaya : Universitas Airlangga; 2000.
20.
Burkit HG, Quick CRG, Gatt D. Essential Surgery :
Problems, Diagnosis and Management. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone; 1996. p. 693 – 700.
21.
Sterns EE. Clinical Thinking in Surgery. New Jersey :
Appleton and Lange; 1988. p. 569 – 81.
22.
Rehatta NM. Pengaruh Pendekatan Psikologis Prabedah
Terhadap Toleransi Nyeri dan Respon Ketahanan
Imunologik Pascabedah.(Disertasi). Surabaya :
Universitas Airlangga; 1999.
23.
Sudarsa W, Sutjahyo RA. Peri-Operative Pain
Management. Naskah Lengkap Peri-Operative Course
Kolegium Ilmu Bedah, Kolegium Anestesiologi dan
Reanimasi Indonesia.2004 May 27 -30; Bandung,
Indonesia.
24.
Partoatmodjo L. Nyeri Neuropatik pada Penderita
Kanker. Dalam : Tri AY, editor. Naskah Lengkap PKB
III Kelompok Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri. 2003
Apr 26-27; Surabaya, Indonesia. p. 128 – 40.
25.
Gyton AC. Texbook of Medical Physiology. 9th ed.
Philadelphia : WB Saunders Co; 1996. p. 9225 – 1015.
26.
Woodruf R. Cancer Pain.Melbourne : Pharmacia &
Upjohn; 1996.p.4-12.
27.
Mander R. Pain in Childbearing and Its Control
(trj.).Jakarta:EGC;2004.p.2-73
28.
Cole BE. Pain Management, Classifying, Understanding,
and Treating Pain. June 2002. Available from: URL:
htpp://www.turner-white.com. 2004 Dec 24;08.49 pm.
29.
Fricton JR, Hathaway KM. Understanding Pain : A
Multidimensional Personal Experience. In : Fricton JR,
Kroening RJ, Hathaway KM, editors. TMJ and
Craniofacial Pain, Diagnosis and Management. 1st ed.
Tokyo : Ishiyaku EuroAmerica, Inc;1988. p. 11 – 18.
30.
Paris PM, Uram M, Ginsburg MJ. Physiological
Mechanisms of Pain. In : Paris PM, Stewart RD, editors.
58
59
NURUL KAWAKIB
DAFTAR PUSTAKA
Pain Management in Emergency Medicine. California:
Apleton & Lange; 1992. p. 3 – 15.
31.
White P. Pain Measurement. In : Warfield CA, editor.
Principles and Practice of Pain Management.Newyork:
McGraw Hill Inc; 1993. p. 27 – 37.
32.
Turk DC,Rudy TE, Boucek CD. Psychological Aspects
of Pain. In : Warfield CA, editor. Principles and Practice
of Pain Management.Newyork : McGraw Hill Inc;
1993. p. 43 – 50.
33.
Tejawinata RS, Benyamin PM, Tejawinata NRH,
Irmawati LI, Yuwana JFT. Recent Advances in
Multidisciplinary Pain Management. Procedings of
Doutch Foundation Post Graduate Medical Course in
Indonesia; 2000 jan 31 – feb 3; Surabaya, Indonesia.
34.
Sellers EM, Mount BM, BethuneGW, Chevalier IM,
Emeads JG, Machets RA, et al., editors. Cancer Pain, A
Monograph on the Management of Cancer Pain. Canada:
Minister of Supply and Services; 1984. p. 6 – 8.
35.
Bonica JJ. The Management of Pain. 2nd ed. London :
Lea & Febiger; 1990.p.2– 17.
36.
Bodin SC, Lieber PL. Peripherial Nerve Physiology,
Anatomy and Pathology. In : Simon SR. editor.
Orthopaedic Basic Science. 1st ed. Rosemont : AAOS;
1994. p. 325 –96.
37.
Snell RS. The Ascending Tracts at The Spinal Cord
and Brain. In : Snell RS.editor. Clinical Neuroanatomy
for Medical Students. 4th ed. Philadelphia : Lippincot;
1997. p. 341 – 57.
38.
Agoes A, Kusnadi HMA, Candra S. Teori dan
Manajemen Stres (Kontemporer dan Islam). Malang :
Taroda; 2003. p. 13 – 38.
39.
Alkaf I. Mengobati Stres dengan Zikir&Do’a.
Semarang : Alina Press. 2004; p.10 – 34.
60
40.
Seawad BL. Stress Management (trj.). Jakarta : EGC;
2004. p. 1 – 67.
41.
Nierenberg J, Janovic F. The Hospital Experience (trj.).
Semarang : Dahara Press; 1987. p. 355 – 75.
42.
Agustian AG. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ
Power, Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. 4th ed.
Jakarta : Arga; 2004. p. xxvi – 36.
43.
Agustian AG. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual -ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun
Islam. Jakarta : Arga; 2001. p. 1 – 174.
44.
Zohar D, Marshall I. SQ : Spiritual Intelligence-The
Ultimate Intelligence (trj.). 6th ed. Bandung : Mizan;
2002. p. 3 – 15.
45.
Halimi S. Spiritualitas Muhammad SAW. Semarang :
Putra Mediatama Press; 2004. p. 21 – 47.
46.
Najati MU. Al-Hadiitsun-Nabawiy wa ‘Ilmun-Nafs
(trj). Jakarta : Mustaqiim; 2003. p. 34 – 43.
47.
Madjid N. Pintu-Pintu menuju Tuhan. Jakarta :
Paramadina. 1995;p.232 – 233.
48.
Kawakib N.Spiritualitas Islam. Radar Jember 2004 Oct
27.Sec.A: 29 (kol.1-5)
49.
Azzumaili ZM. Limaadza Ja’alallahu Almaradh (trj.).
Jakarta : Cendekia Sentra Muslim;2003. p. 63 – 173.
50.
Asdie AH. Sakit sebagai Media Da’wah. Dalam :
Pratiknya AW, Sofro ASM, editor. Islam, Etika dan
Kesehatan. Jakarta : CV Rajawali;1986. p. 305 – 309.
51.
Yafie A. Falsafah Sakit sebagai Cobaan. Dalam : Yafie
A, Shihab Q, Idris DH, Hafidhuddin D, RS Dharmais.
Sakit Menguatkan Iman, Uraian Pakar Medis dan
Spiritual. Jakarta : Gema Insani Press; 1996. p. 3 – 15.
52.
Kawakib N. Konsep Normatif Islam : Bagaimana Sikap
dan Perilaku Dokter ? Iqro’ 2nd ed. 1989 May. p. 16 – 18.
61
NURUL KAWAKIB DAFTAR PUSTAKA
53.
54.
Ebrahim AFM.O rgan Transplantation, Euthanasia,
Cloning and Animal Experimentation : An Islamic
View (trj.). Jakarta : Serambi; 2004. p. 36 – 40.
Sya’ban HA.Ayyub alaih assalam(trj).Yogyakarta:Mitra
Pustaka;2004.p.43-55
67.
68.
Sambas S, Sukaya T. Quantum do’a. Jakarta : Hikmah;
2003. p. 1 – 26.
Yahya H . Taking the Qur’an as A Guide Prayer in the
Q ur’an (trj.). Surabaya : R isalah Gusti; 2004. p. 110
– 137.
55. D ayyab AH , Qarqauz A. Ma’a al-Thibb Fi Al-Qur’an
Al-Karim (trj.). Jakarta : Restu Ilahi; 2004. p. 2 – 29.
69. Aljamal IMH Al-Istisyfa’ bi Ad-Du’a’ (trj.). Jakarta :
Cendekia; 2003. p.23-46
56. Q ordhowi Y. Assobru fil Q ur’an (trj.). 2nd ed. Jakarta:
Gema Insani Press; 2003. p. 71 – 88.
70. Kawakib N . D o’a dalam Pengobatan. Radar Jember
2005 Feb 4.Sec.A: 29 (kol.1-5).
57. Gamal K.Sakit & Pengobatan secara Islam. Yogyakarta:
Absolut;2003.p86-187.
71. Aman. Z ikir dan D o’a R asulullah, Etika H idup dan
Penyembuhan. Jakarta Al – Mawardi Prima; 2003. p.
58. Gym nastiar A.Adab D ikala Sakit. Bandung:MQ S 7 – 12.
Pustaka Grafika.2002.p.7-24 72. D ossey L. H ealing Words (trj.). 2nd ed. Jakarta :
59. Asysyaayi A.Ara’ Ibnu Al Q ayyim H aula Al I’aqah Gramedia Pustaka Utama; 1997. p. xxv – xxxv.
(trj.). Jakarta : Najla Press; 2004. p. 37 – 41. 73. Gymnastiar A. Kedahsyatan D o’a. Bandung : MQ
60. N ewman AJ. Islamic Medical Wisdom, The Thib al-Publishing; 2004. p.1 – 26.
A’imma. (trj.) 2nd ed. Jakarta : Pusaka Zahra; 2001.p.
45 – 48.
74. Syariati A. Ad-D u’a’ (trj.). Jakarta : Pustaka Z ahra;
2003. p. 23 – 71.
61. Manshur MK. Al Ahkam Ath-Thibiyah Al Muta’aliqah
bi An-Nisa’ fi Fiqhi Al Islami (trj). Jakarta : Cendekia;
2004. p. 21 – 27.
75.
76.
Firdaus H . Mencari Solusi dengan D o’a. Bandung :
Mujahid; 2004. p. 11 – 30.
Billah M.Ad-D a’waul Ma’tsurah minal Kitabi was
62.
63.
Kawakib N. Legalitas Terapi Medis dan Bedah. Radar
Jember 2004 Sept 3;Sect.A : 29 (kol. 1-4)
Aljauziyah IQ .Ath-Thibbun-N abawi.Beirut : D aruts-
Tsaqofah Islamiyah.p.105
77.
Sunnah (trj.). Bandung : R isalah; 1984. p. 1 – 11.
M ajelis Ter t in ggi U r u san Keislam an M esir.
Muntakhobu Minassunnah (trj.). Bandung : Angkasa;
1987. p. 45.
64. Qayyim I. Healing With The Medicine of The Prophet
(trj.). Jakarta : Gema U tama; 2002. p. 1 – 35.
78. Alju’aisin AA. Tuhfatul Maridh (trj.). Yogyakarta : Mitra
Pustaka; 2003. p. 67 – 85.
65.
66.
R u q ait h H H . Ar-ri’ayah As-Sih h iyyah wa Ar-
R iyyaadiyyah fi Al-Islam (trj.). Jakarta : Najla Press;
2004. p. 25 – 9.
Manshur M. Al-Mukhtasharul Mufid fi Fiqhul Maridl
(trj.). Jakarta : Pustaka Al-Kautsar; 2003. p. 199 – 210.
79.
80.
Abdullah MM. Asy-Syifa’ bid-Du’a (trj.). Bandung:Al-
Bayan;1998.p. 21-109.
Q ayyim I. Ad-Da’wad D awa’,Al Jawabul Kafi Liman
Sa’ala’anid Dawa’I Syafi (trj.). 2nd ed. Jakarta : Pustaka
Amani; 1999.p. 9 – 10.
62 63
NURUL KAWAKIB
DAFTAR PUSTAKA
81.
Alashifi MM. Al-Du’a Inda Ahlil Bait (trj.). Bogor :
Cahaya; 2004. p. 1 – 13.
82.
Subhani SJ. Memilih Takdir Allah Menurut Al-Qur’an
dan Sunnah. Bandung : Pustaka Hidayah; 1999. p. 40–
56.
83.
Sulaiman.Misteri dibalik Ketetapan Ilahi. Surabaya:
Putra Pelajar; 2001.p.22– 45
84.
Qardhawi Y. Tawakkal (trj.). Jakarta : Azan; 2002. p.
193 – 238.
85.
Wijaya Kusuma H, Elsulthani ML. Penyembuhan melalui
Do’a. Jakarta : Gunung Agung; 2002. p. 49 – 68.
86.
Kawakib N. Perihal Obat, Sebuah Persepsi Menyesatkan.
Aula 4th ed. 1988 Apr. p.91 – 4.
87.
As-Suyuthiy JA. As-Suyutti’s Medicine of The Prophet
(trj.). Bandung : Pustaka Hidayah; 1997. p. 169 – 275.
88.
Ashshiddieqy TMH. Pedoman Dzikir dan Do’a. 4th
ed. Semarang: Pustaka Rizki Putra; 2002. p. 1 – 47.
89.
Nasution AH. Keajaiban Dzikir dan Do’a, Transformasi
Nilai Sufisme Menuju Emotional Spiritual Questient.
Surabaya : Al-Dzikra; 2004. p. 85 – 171.
90.
Beik A. Do’a-Do’a Kesembuhan. Jakarta : Misbah;
2004. p. 21 – 34.
91.
Abdullah. Absyir Ayyuhal Maridh (trj.). Solo : Ath-
Thibyan; 2004. p. 33 – 41.
92.
AlHaritsi AM. Aadzbuz Zaalal fiima Maridu fi ‘Iyaadatil
Mariidl (trj.). Jakarta :Gema Insani Press; 2003. p. 31 – 44.
93.
Alcaf MAK.Do’a–Do’a Penyembuh.Bandung:Pustaka
Hidayah;2003.p.103-78
94.
Chisyti HM.The Book of Sufi Healing (trj.). Jakarta :
Lentera; 2001. p.241-45
95.
Bahreisj H. Islam dan Kesehatan. Surabaya :Al-Ikhlas.
p.78 –111.
96.
Gamal K. Fadhilah dan Khasiat. Yogyakarta : Absolut;
2003. p. 85 – 98.
97.
Alqahthani SAW.Ad-Du’a min Al-Kitab wa As-Sunnah
wa YalihiAl-Taju bir-Ruqo min Al-Kitab wa As-Sunnah
(trj.).Solo : Al-Qowam; 2003. p. 116.
98.
Kawakib N. Zamzam dalam Terapi Medis. Radar
Jember 2004 Oct 8.Sec.A: 29 (kol.1-5).
99.
Qundail AM. T-Tadawi bi al-Qur’an (trj.). Jakarta :
Cendekia;2003.p.169-215.
100. Al Banna H. Al-Ma’tsurat. Jakarta : Zikrul Hakim; 2004.
101.
Kawakib N. Pendekatan Spiritual Islam Terapi. Radar
Jember 2004 Nov 26; Sect. A : 29 ( kol. 1 – 4).
102.
Wallach J. Interpretation of Diagnstic Test. 5th ed.
Boston : Little Brown Comp.; 1986. p. 789.
103.
Tjokroprawiro A, Pudjirahardjo WJ, Putra ST. Pedoman
Penelitian Kedokteran. Surabaya : Airlangga University
Press; 1996. p.39 – 67.
104.
Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman
I, Purwanto SH. Perkiraan Besar Sampel. Dalam :
Ismael S, Sastroasmoro S, editors. Dasar – Dasar
Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta:Binarupa
Aksara;1995.p.186-212.
105.
Wilson I. Klasifikasi ASA dari Risiko Perioperatif. In :
Nicholas AJ, Wilson IH . Perioperative Medicin :
Managing Surgical Patients with Medical Problems
(trj.). Jakarta : Farmedia; 2001. p. 18 -9
106.
Asmiragani S, Santoso H. Perbandingan Morfin
Peridural dengan Tramadol Intravena dalam
Penanggulangan Nyeri dan Rehabilitasi pada Penderita
dengan Fraktur Femur Distal Pasca Fiksasi Internal
(Karya Akhir PPDS I Orthopaedi). Surabaya :
Universitas Airlangga. 2004.
64
65
NURUL KAWAKIB
107.
Conn D, Murdoch J. Manajemen Nyeri Akut. Dalam:
Nicholls AJ, Wilson IH. Perioperative Medicine :
Managing Surgical Patients with Medical Problems
(trj). Jakarta : Farmedia; 2001. p. 57 – 69.
108.
Dahlan MS. Seri Statistik : Statistika untuk Kedokteran
dan Kesehatan, Uji Hipotesis dengan Menggunakan
SPSS Program 12 Jam.Jakarta:Arkans; 2004.
109.
Kartanegara M. Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi
H olistik Bandung : Arasy Mizan; 2005. p. 19 – 31.
66
DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah/2 : 2).
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl/
16 : 44).
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar.” (QS.Bani Isra’il/17 : 9).
“Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari
keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-Lail/92 :
20).
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan
di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-
Baqarah/2 :201).
67
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. Al-Ahzab/33 : 21).
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa’/4 : 80).
“Maka segeralah kembali kepada (menta`ati) Allah.
Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari
Allah untukmu.” (QS. Az-Zariyat/51 : 50).
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d/
13 : 28).
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh
itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”.
(QS. Bani Isra’il/17 : 85).
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan
orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ma’idah/
5: 54).
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?”Merekamenjawab:“Betul(Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan).” (QS. Al-A’raf/7 : 172).
68 69
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum/30 : 30).
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat/51 : 56).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”(QS. Al-Hadid/
57 : 22).
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah/2 : 30).
70
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji` uun/
sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan
kembali.” (QS. Al-Baqarah/2 : 155-156).
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-
An’am/6 : 162).
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’/21 : 35).
“ Kemudian jika kamu telah membulatkan kemauan, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran/
3: 159).
“dan apabila aku sakit, DIA -lah Yang menyembuhkan aku.”
(QS. Asy-Syu’ara’/26 : 80).
71
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min/40 : 60).
“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang M aha Penyayang di antara semua
penyayang.” (QS. Al-Anbiya’/21 : 83).
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru
Tuhannya; “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan
kepayahan dan siksaan”.Allah berfirman: “Hantamkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak
mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-
orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu
seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu
melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat ta` at (kepada Tuhannya).”
(QS. Sad/38 : 41 – 44).
“Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami
lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan
keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan
mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Q S. Al-
Anbiya’/21 : 84).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (M ereka berdo` a): “Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
ma` aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir.” (QS. Al-Baqarah/2 : 286).
72 73
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekalikali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d/
13:11).
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah M aha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’/4 : 29).
“ Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Baqarah/
2:195).
“Berdo` alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf/7 : 55).
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi
manfa`at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain
Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang
zalim.” (QS. Yunus/10 : 106).
Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan
nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul
husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu.”Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-
Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan
agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”
(QS. Bani Isra’il/17 : 110-111).
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah/2 :
186).
74 75
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-
Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.Al-A’raf/7 :
180).
“dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan.” (QS. An-
Nazi’at/79 : 5).
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan
dengan ukuran yang tertentu.”
(QS. Al-Hijr/15 : 21).
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
M aha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya
kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolonganTunjukilah kami jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan
ni‘mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(QS. Al-Fatihah/1 : 1 – 7).
“Katakanlah, “Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat
meminta. Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan. Dan
tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas/
112 : 1 –4))
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan (yang menguasai)
waktu subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan
malam apabila telah gelap, dan dari kejahatan tukang-tukang
sihir yang meniup pada ikatan, dan dari kejahatan pendengki
apabila dia dengki.” (QS. Al-Falaq/113 : 1 – 5).
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara
manusia, yang menguasai manusia, Tuhan bagi manusia, dari
kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, Yang membisikkan
dalam dada manusia, Dari jin dan manusia.”
(QS. An-Nas/114 : 1 – 6).
76 77
NURUL KAWAKIB
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan
apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung
kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman
harus bertawakkal.” (QS. At-Taubah/9 : 51).
“Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, maka janganlah engkau
pernah meragukannya.” (QS. Ali Imran/3 : 60).
78
DAFTAR RIWAYAT HADIS
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla berfirman (dalam hadits
Qudsi): Aku akan mengikuti sangkaan-sangkaan hamba-Ku.
Dan Aku akan selalu menyertainya apabila ia berdo’a kepada-
Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Diterima dari Abdullah, katanya, “Saya menjenguk Rasulullah
SAW. sedangkan ia sedang sakit berat, maka kata saya, “Wahai
Rasulullah, penyakit anda sangat berat”. Jawabnya, “Memang,
saya menderita sakit sebagaimana yang diderita oleh dua orang
laki-laki di antara kalian”. Kata saya pula, “Apakah demikian
itu karena anda beroleh pahala sebanyak dua kali lipat?” “Ya,
benarlah katamu itu! Tidaklah seorang muslim pun yang ditimpa
oleh bencana penyakit dan lain-lain, bahkan baik karena-tusukanduri
maupun yang lebih besar dari itu, kecuali akan diampuni
oleh Allah kesalahan-kesalahannya sebagaimana halnya pohonpohon
kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (H R.
Bukhari).
79
NURUL KAWAKIB DAFTAR RIWAYAT HADIS
Diterima dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW sabdanya, “
Allah tidak menurunkan sesuatu penyakit, kecuali menurunkan
pula obatnya.” (HR. Bukhari).
Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“sesungguhnya bagi setiap penyakit itu ada obatnya. Apabila obat
penyakit itu tepat, maka ia sembuh dengan izin Allah.” (HR.
Muslim).
Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Usamah pula, tetapi
lafadznya berbunyi, “orang-orang badui menanyakan, “Wahai
Rasulullah, tidakkah kami akan berobat?”Jawabnya, “Yah, wahai
hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena Allah tidak
menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula baginya
penyembuh-atau obatnya-kecuali satu macam penyakit.” Tanya
mereka: “Wahai Rasulullah, apakah itu?”Jawabnya: “Yaitu
penyakit tua.” (HR. Tirmidzi).
Diterima dari jabir bin Abdillah al-Anshori RA katanya,
“Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin
Ka’ab, lalu tabib itu memotong bagian anggota tubuhnya,
kemudian melakukan kayy (sengatan api) padanya” (H R.
Muslim).
Dari Amiril Mu’minin Abi Hafs Umar bin Khoththob RA telah
berkata: aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda
“Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan
bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
“Do’a adalah ibadah. Robb kalian telah berfirman: “Berdo’alah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (H R.
Tirmidzi).
“Mintalah kalian kepada Allah dari anugerah-Nya.
Sesungguhnya Allah senang (jika) senantiasa diminta.” (HR.
Tirmidzi).
“Maka jika kalian memohon kepada Allah Azza Wajalla, wahai
manusia, mohonlah langsung kehadirat-Nya dengan sepenuh
keyakinan bahwa do’a kalian akan diperkenankankan, karena
Allah tidak memperkenankan do’a hamba-Nya yang keluar dari
hati yang lalai.” (HR. Ahmad).
“Siapa yang tidak berdo’a kepada Allah, maka Allah murka
kepada-nya.” (HR. Turmidzi).
80 81
NURUL KAWAKIB DAFTAR RIWAYAT HADIS
“Barang siapa dibukakan pintu do’a untuknya, berarti telah
dibukakan pula baginya pintu rahmat. Dan tiada dimohonkan
kepada Allah, yang lebih disukai-Nya selain dari pada dimohonkan
‘afiyah. Do’a itu memberikan manfaat terhadap apa yang telah
diturunkan dan yang belum diturunkan. Dan tak ada yang dapat
mengkis ketetapan Tuhan, kecuali do’a. Oleh sebab itu, hendaklah
kamu sekalian berdo’a.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda: “Umur seseorang tiada ditambah
kecuali dengan melakukan kebaikan, Qadar yang akan menimpa
seseorang tidak bisa ditolak kecuali dengan do’a, dan kebaikan
akan diharamkan kepada seseorang karena dosa yang
dilakukannya.” (HR. Ibnu Majah).
“Tidaklah berguna peringatan bagi orang yang telah ditakdirkan,
tetapi do’a berguna untuk sesuatu yang belum diturunkan.
Sesungguhnya malapetaka dan cobaan yang diturunkan
kemudian bertemu dengan do’a, maka keduanya akan saling
mengimbangi hingga hari kiamat kelak.” (HR. Hakim).
“Do’a itu berguna bagi sesuatu yang telah diturunkan dan
sesuatu yang belum diturunkan. Oleh karena itu, wahai para
hamba Allah, hendaklah kamu sekalian berdo’a.” (H adits dari
Ibnu Umar).
“Dari Ustman bin Abil ‘Ash ats-Tsaqafi bahwa dia mengadu
kepada Rasulullah SAW tentang suatu penyakit yang ia derita
sejak ia masuk Islam. Maka Rasulullah SAW bersabda :
“Letakkan tanganmu di atas yang terasa sakit dari tubuhmu,
dan bacalah Bismillah sebanyak tiga kali dan bacalah tujuh kali,
“Aku berlindung kepada Allah dan kodrat-Nya dari segala bahaya
yang aku derita dan yang aku khawatiri.” (HR. Muslim).
Dari Ustman bin Abil ‘Ash berkata, “Telah datang kepadaku
Rasulullah SAW dan pada waktu itu aku sedang terkena penyakit
yang hampir membawaku pada kematian. Maka Rasulullah
SAW bersabda :
“Usaplah dengan tangan kananmu sebanyak tujuh kali, dan
bacalah ‘Aku berlindung kepada Allah, kodratNya, dan
kekuasaan-Nya dari bahaya yang aku dapati.”
Lalu aku laksanakan perintah itu, maka Allah menghilangkan
penyakit yang menghinggap pada diriku. Dan, hingga kini masih
aku praktekkan pada keluargaku dan yang lainnya. (H R.
Tirmidzi).
82 83
NURUL KAWAKIB DAFTAR RIWAYAT HADIS
Dan dari Abu Sa’id Al Khudri RA, bahwa serombongan manusia
dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW datang kepada salah satu
suku Arab, tetapi orang-orang ini hendak menerima mereka
sebagai tamu. Maka sementara mereka dalam keadaan demikian,
tiba-tiba pemimpin suku itu disengat oleh seekor kalajengking,
lalu mereka bertanya, “Apakah tuan-tuan punya obat untuk
mengobati pemimpin kami?” Jawab mereka, “Tuan-tuan tak
hendak menerima kami sebagai tamu, maka kami tidak bersedia
sebelum tuan-tuan memberi kami upah!” M aka mereka
sediakanlah sekawanan kambing sebagai upahnya. Maka
dibacanyalah Al Fatihah, dihimpunnya ayat-ayat utama dan
diberinya tambahan, hingga pemimpin itu pun sembuhlah. Lalu
mereka bawa kambing-kambing itu, tetapi kata para sahabat,
“Kami tak hendak menerimanya sebelum menanyakan lebih dulu
kepada Nabi SAW “Lalu mereka tanyakanlah, maka Nabi SAW
pun tertawa dan bersabda, “Siapa yang memberikan tahu
kepadamu, bahwa ayat itu obat ? terimalah dan jangan lupa
memberi saya sebagian!” (HR. Bukhari).
Dari Ibnu Abbas RA bahwa beberapa orang sahabat Nabi SAW
lewat pada segolongan orang yang tinggal dekat sebuah mata
air yang kebetulan di antara mereka ada yang disengat
kalajengking. M aka tampillah salah seorang di antara orang-
orang itu, lalu tanyanya, “Apakah di antara tuan-tuan ada
yang bisa mengobati? Karena dekat mata air itu ada seseorang
yang disengat oleh kalajengking”. M aka pergilah salah seorang
di antara mereka, lalu dibacakannya surat Al Fatihah dengan
beroleh upah seekor kambing. Maka sembuhlah orang itu dan
yang mengobati tadi membawa kambing itu kepada sahabatsahabatnya.
Tetapi mereka tak hendak menerimanya, kata
mereka,”Kamu mengambil upah dari Kitabullah”. Akhirnya
mereka sampai di M adinah, lalu kata mereka, “Wahai
Rasulullah! Ia ini mengambil upah dari Kitabullah”. Maka sabda
Rasulullah SAW, “sesungguhnya upah yang paling patut kamu
ambil ialah dari Kitabullah!”
(HR. Bukhari)
Diterima dari Aisyah RA katanya, “Jika Rasulullah SAW pergi
ke peraduannya, maka beliau meniupkan “Qul huwallahu ahad”,
dan kedua M u’awwidzat ke dua belah telapak tangannya, lalu
menyapukan kedua telapak tangannya itu ke mukanya dan ke
tubuhnya yang dapat dicapai oleh kedua tangannya”. Kata Aisyah
RA lagi, “Dan tatkala aku sakit, disuruhnyalah aku melakukan
hal seperti itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dan daripadanya RA pula bahwa Nabi SAW meniupkan
mu’awwidzat ke tubuhnya sewaktu sakit yang membawa ajalnya,
dan tatkala penyakitnya telah bertambah berat, maka sayalah
yang meniupkannya kepadanya dan menyapukannya dengan
tangannya sendiri guna mengambil berkahnya. (HR. Bukhari)
84 85
LAMPIRAN I : PERSETUJUAN MENGIKUTI
PENELITIAN
JUDUL
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN
DO’A PRABEDAH TERHADAP NYERI
PASCABEDAH
1.
Saya bersedia mengikuti penelitian ini
2.
Saya mendapat penjelasan bahwa tujuan penelitian ini adalah
menilai apakah adanya pendekatan spiritual dan do’a sebelum
pembedahan dapat mengurangi rasa nyeri sesudah tindakan
pembedahan.
3.
Selama penelitan ini saya sanggup dan bersedia untuk diambil
darah pada waktu yang telah ditentukan sebanyak dua kali
yaitu saat di ruang bedah sebelum berangkat ke ruang operasi
dan di ruang GBPT setelah sadar dari pengaruh obat anestesi
selesei operasi, diluar pemeriksaan rutin seharusnya. Untuk
pemeriksaan tambahan ini saya dan Rumah Sakit tidak
dibebani biaya pemeriksaan tersebut karena pemeriksaan ini
diluar kebiasaan yang diperlukan.
4.
Saya mendapat kesempatan untuk bertanya mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ini dan akan dijawab
dengan jelas oleh dr.Nurul Kawakib.
5.
Saya mengerti bahwa setiap data mengenei saya dalam
penelitian ini akan tetap dirahasiakan
6.
Saya menyatakan dengan sadar dan tidak dibawah tekanan
kesediaan saya yang mengikuti penelitian ini dan saya berhak
untuk menyatakan tidak besedia lagi mengikuti penelitian ini
kapan saja tanpa ada tekanan ataupun ancaman akan pelayanan
kesehatan saya.
Surabaya, ……………………2005
(…………………….) (……………………….)
yang menjelaskan Penderita
(…………………………)
Saksi
86
87
NURUL KAWAKIB
LAMPIRAN
LAMPIRAN II : RINGKASAN KOMUNIKASI
SPIRITUAL ISLAM TENTANG SAKIT DAN
TERAPI
Mengetahui:
-Sakit cobaan dari Allah (QS.57 : 22)
-Allah yang menyembuhkan (QS.26 : 80)
-Legalitas Islam terapi medis (HR. Turmudzi) dan
bedah (HR. Muslim)
Bersikap :
-Sabar (QS.2 : 155), berprasangka baik pada Allah
(Hadis Qudsi), ridho (QS.92 : 20)
,
iklas karena Allah semata (QS.6 : 162)
-Ikhtiar (QS. 3 : 159)
-Tawakal (QS.3 :159)
-Berdo’a (QS.40 : 60)
-Mengingat Allah/Dzikrullah (QS.13: 28)
Sehingga :
-Menghilangkan kecemasan/menjadi tenang atau tentram
(QS. 13 : 28)
-Motivasi positif meningkat (QS. 2 : 286)
88
LAMPIRAN III : LAFAL DAN CARA DO’A
Dalam penelitian ini subyek berdo’a, minimal do’a yang
setiap orang Islam hafal dan bisa ditambah do’a-do’a
lainnya yang subyek hafal. Do’a-do’a itu antara lain:
1. Basmalah
Dasar : HR. Muslim
Lafal (QS:1) : “Bismillaah” (artinya : dengan nama Allah)
Cara : d iu cap kan 3 x set iap kali sakit d an b ila
memungkinkan bagian yang sakit dipegang
dengan tangan.
2. Al-Fatihah
Dasar : Hadis dari Jabir bin Abdillah
Lafal (QS.1/1-7)
:
“Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.
Arrahmaanir rahiim.
Maaliki yaumid diin.
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.
Ihdinash shiraathal mustaqiim.
Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil
maghdhuubi
‘alaihim wa ladh dhaalliin.”
(artinya : Dengan nama Allah Yg Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Yang Menguasai hari Pembalasan.
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan,
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang – orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (jalan) mereka yang sesat)
.
Cara : diucapkan setiap akan tidur dan bangun tidur.
89
NURUL KAWAKIB
LAMPIRAN
3. Mu’awwidzat
Dasar : HR. Bukhari Muslim
Lafal (QS.112,113,114)
:
“Qul huwallaahu ahad.
Allaahush shamad.
Lam yalid wa lam yuulad.
Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad.”
“Qul a’uudzu bi rabbil falaq.
Min syarri maa khalaq.
Wa min syarri ghaasiqin idzaa waqab.
Wa min syarrin naffaatsaati fil ‘uqod.
Wa min syarri haasidin idzaa hasad.”
“Qul a’uudzu bi rabbin naas.
Maalikin naas.
Ilaahin naas.
Min syarril waswaasil khannaas.
Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas.
Minal jinnati wan naas.”
(artinya :”Katakanlah,”Dia-lah Allah Yang Maha Esa.
Allah tempat meminta.
Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.
”
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan (yang
menguasai) waktu subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap,
dan dari kejahatan tukang - tukang sihir yang meniup
pada ikatan,
dan dari kejahatan pendengki apabila dia dengki.
”
“Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan yang
memelihara manusia,
yang menguasai manusia,
Tuhan bagi manusia,
dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi,
Yang membisikkan dalam dada manusia,
Dari jin dan manusia.
”
Cara : diucapkan setiap akan tidur.
LAMPIRAN IV : CARA PENGUKURAN
INTENSITAS NYERI
Dalam penelitian ini intensitas nyeri dinilai dengan
skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik penilaian nyeri dengan
menggunakan garis yang diawali dengan tanda tidak nyeri
(0) dan diakhiri dengan sangat nyeri (10). Diantara keduanya
ditandai dengan angka numerik 0 hingga 10.
Alat : Skala Analogi Visual
Cara : Subyek mengkuwantfikasi rasa nyeri dengan
menandai angka numerik yang tertera..Kuwantifikasi
berdasar dari nyeri yang dirasakan subyek, yaitu :
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan/ tidak mengganggu tidur
4 – 6 = nyeri sedang/ mengganggu tidur, masih
bisa tidur
6 – 10 = nyeri berat/ mengganggu tidur, tidak bisa
tidur.
90
91
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
92 93
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
94 95
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
96 97
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
98 99
NURUL KAWAKIB
LAMPIRAN
LAMPIRAN IX : BAGAN FISIOLOGI NYERI,
PENGARUH STRES DAN PENDEKATAN
SPIRITUAL PADA PERSEPSI NYERI
LAMPIRAN VIII : HUBUNGAN MEKANISME COPING
DENGAN STRES
Penjelasan Bagan :
a.
Ascending pathway (excitatory), jalur penghantaran
rangsang nyeri,
(lihat a) dimulai dari saraf perifer ’! cornu dorsalis medula
spinalis ’! sinaps ’!
naik (ascending) ke thalamus ’! cortex somato sensory ’!
association area.
b.
Descending pathway(inhibition), jalur turun untuk
memodulasi mengurangi
intensitas rangsang nyeri, (lihat b) dimulai dari Peri
Aquaductus Gray (PAG) ’!
turun ke cornu dorsalis medula spinalis mengurangi
masuknya rangsang nyeri.
Dengan mekanisme ini rasa nyeri yang naik jadi kurang ’!
persepsi nyeri turun.
100
101
NURUL KAWAKIB
c.
Pengaruh cemas, stres pada persepsi nyeri, (lihat c)
dimulai dari pusat stres amigdala turun menghambat kerja
PAG sehingga terjadi disinhibition dari jalur modulasi yang
menghambat transmisi nyeri ’! persepsi nyeri menjadi lebih
besar.
d.
Pendekatan Spiritual, (lihat d), penyuluhan, informasi
yang diberikan mempengaruhi pusat kognitif, association
area ’! akan turun rangsang yang memperkuat PAG
sehingga inhibition, modulasi meningkat juga ’!
mempengaruhi amigdala ’! rangsang disinhibition turun.
H asil akhir persepsi nyeri turun.
Beberapa pengertian :
1.
Transduksi, proses dimulainya rangsang nyeri, merubah
rangsang termal,
mekanikal, kemikal menjadi impuls listrik
2.
Transmisi, impuls listrik diteruskan
3.
Modulasi, mengurangi/menambah nyeri
4. Persepsi, rasa nyeri dihayati
Penghayatan rasa nyeri :
I.
Sensory discrimination : penghayatan, tempat, intensitas
dan kwalitas nyeri
II.
Affective : perasaan yang timbul, cemas, takut
III.Cognitif : pemahaman interpretasi terhadap nyeri
berbahaya, tidak berbahaya
102
N K A
ii iii
Tentang penulis—
Ucapan Terima Kasih—
Daftar Gambar, Tabel dan Lampiran—
Pendahuluan
URGENSI PENDEKATAN SPIRITUAL —-
Manfaat Pendekatan Spiritual—
Rumusan, Tujuan dan Manfaat—
Bagian Pertama
NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN
DOA—-
Nyeri—
Kecemasan Prabedah dan Nyeri Pascabedah—
Pendekatan Spiritual—
Do’a—
Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah serta
Mekanisme
Coping—
iv v
NURUL KAWAKIB
Pendekatan Spiritual dan Do’a sebagai Kontrol Kognitif
dalam
Pengendalian Nyeri—
Nyeri sebagai Stresor Psikis dan Respon Hormon
Neuroendokrin—
Bagian Kedua
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN
DO’A PRABEDAH
TERHADAP NYERI PASCABEDAH——
Kerangka Konseptual Penelitian—
Hipotesis Penelitian—
Desain Penelitian—
Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah
terhadap Nyeri Pascabedah—
Rekomendasi—
DAFTAR PUSTAKA—
DAFTAR AYAT AL-QUR’AN—DAFTAR
RIWAYAT HADIS—
Tentang Penulis
NURUL KAWAKIB lahir di Lamongan pada 12 Mei 1967.
Setelah mendapatkan bimbingan dari ayahanda-ibundanya
dan menyeleseikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan SD
di Dinoyo Deket, melanjutkan SMP dan SMA sambil
ngangso kaweruh di pondok Pesantren Roudlotul Quran
Lamongan. Ia lalu mengambil S1 di Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga sambil ngangso kaweruh di Pondok
Pesantren Yanabiul Ulum Sidoresmo Surabaya. Kemudian
ke Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Bedah
di Universitas yang sama.
Ia pernah bekerja sebagai dokter umum di Rumah
Sakit Muhammadiyah Lamongan dan beberapa kali
membantu di BP Muhammadiyah Keduyung Laren serta BP
Muhammadiyah Pangkatrejo Sekaran/Maduran (1992).
Sebagai dokter puskesmas Payaman Solokuro (1993), dokter
kepala Puskesmas Laren (1993), dokter umum Rumah Sakit
Islam NU (1995) dan sebagai dokter BP Pondok Pesantren
Mambaush Sholihin Suci Gresik (1998). Saat di PPDS Ilmu
Bedah pernah bekerja antara lain di RSU Dr. Soetomo
Surabaya, RSUD Sidoarjo, RSUD Jombang (beberapa kali
operasi ke RS Mojowarno), RSUD Madiun, RSUD Krikilan
Banyuwangi, RSUD Jember, RS LNG Bontang Kalimantan
dan RSUD Sigli Banda Aceh. Juga beberapa kali sebagai
Tenaga Medis Haji Semesta Tour, Pondok Pesantren
H idayatullah Surabaya.
Saat ini, disamping sebagai dokter ahli bedah Rumah
Sakit Islam NU Lamongan, juga sebagai konsultan bedah
vi vii
NURUL KAWAKIB
TENTANG PENULIS
Rumah Sakit Umum dan swasta di Lamongan, Klinik Jl
Veteran 82 Lamongan, Citra Medical Clinic Lamongan, BP
Islam Babat dan Rumah Sakit Islam Bedah dan Bersalin
Bojonegoro. Juga mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Lamongan, Universitas Islam Lamongan
dan Akper Pemda Lamongan. Mengisi berbagai acara
kedokteran dan keislaman serta seminar yang diadakan instansi
pemerintah maupun swasta, di masjid maupun pondok
pesantren serta manasik haji, antara lain di masjid Polres
Lamongan, Pondok Pesantren Roudlotul Qur'an Lamongan,
KBIH MWC NU Paciran/Pondok Pesantren Sunan Drajat
Paciran Lamongan, KBIH Darul Fiqhi/Pondok Pesantren
Darul Fiqhi Ngepung Rejosari Deket Lamongan. Juga sebagai
pengurus di LPK PC NU Lamongan dan Ketua Seksi
Kesehatan Takmir Masjid Agung Lamongan.
Selain itu, ia juga rajin menulis untuk berbagai media yang
sebagian besar mengambil topik tentang kedokteran dan
keislaman. Diantara karya tulisnya adalah :
1.
Ulama', Warosatul Anbiya', Majalah Disan, Jombang,
1987.
2.
Apakah Kemandulan Terjadi Di Pihak Istri Saja ?,
Simponi, Jakarta, 1987.
3.
ASI Makanan terbaik untuk bayi, Simponi, Jakarta,
1987.
4.
Pengaruh Kurang Gizi terhadap Kecerdasan Anak,
Simponi, Jakarta, 1987.
5.
Resiko Melahirkan Pada Remaja, Simponi, 1987.
6.
Makanan Dapat Dijadikan Obat, Sentana, Jakarta, 1987.
7.
Apa Yang Harus Dilakukan Bila Istri Sedang Haid ?,
Simponi, Jakarta, 1987.
8.
Perihal Obat, Sebuah Persepsi Menyesatkan, Majalah NU
Aula, Surabaya, 1998.
9.
Masa Pra Kelahiran Tak Boleh Diabaikan, Surya,
Surabaya, 1988.
10.
Efek Samping Penggunaan Obat Pada Kehamilan,
Simponi, Jakarta, 1988.
11.
Narkotika, Perangsang Tindak Kriminalitas, Fakta,
Surabaya, 1988.
12.
Perlukah Aktifitas Seksual Pada Masa manula, Simponi,
Jakarta, 1988.
13.
Upaya Menjadikan Anak Cerdas, Majalah Gema Bprb,
Jakarta, 1988.
14.
Bayi Tabung, Potret Hitam Putih, Salam, Jakarta, 1988.
15.
Al-Jilbab Mal jilbab Wa maa Adrooka Maljilbab, Majalah
Disan, Jombang, 1989.
16.
Menghadapi Masa Pra Kelahiran, Surabaya Post,
Surabaya, 1989.
17.
KMS: Kartu Menuju Sehat, Surabaya Post, Surabaya,
1989.
18.
Konsep Islam Bagaimana Sikap dan Perilaku Dokter,
Iqro', Surabaya, 1989.
19.
KMS Ibu Hamil, Surabaya Post, Surabaya, 1989.
20.
Deteksi Dini Kelainan Pertumbuhan Balita, Surabaya
Post, Surabaya, 1990.
21.
Pemeriksaan Kehamilan, Majalah Nasehat Perkawinan,
Jakarta, 1990.
22.
Reproduksi Manusia dalam Al-Qur'an, Majalah Estafet,
Jakarta, 1990.
23.
Santunan Spiritual Rumah Sakit, Surabaya Post,
Suarabaya, 1990.
24.
Hati-Hati Menggunakan Obat Pada Anak, Simponi,
Jakarta, 1990.
25.
Bahaya Narkotika, Swadesi, Jakarta, 1991.
26.
Pengaruh Asap Rokok pada Anak, Swadesi, 1991.
27.
Masalah Obat dan Kehamilan, Swadesi, 1991.
28.
Posyandu Sebagai Upaya Menuju Sehat, Karya Darma,
Bojonegoro, 1994.
29.
Kemandirian Posyandu dan Intervensinya, Karya Darma,
Bojonegoro, 1994.
viii
ix
NURUL KAWAKIB
TENTANG PENULIS
30.
Manfaat Polindes bagi Kaum Ibu di Pedesaan, Karya
Darma, Bojonegoro, 1994.
31.
Peranan Dansa dan Pondok Bersalin di Pedesaan, Karya
Darma, Bojonegoro, 1994.
32.
Puskesmas Sebagai Ujung Tombak Yankes, Karya
Darma, Bojonegoro, 1994.
33.
Cedera Tajam Saraf Tepi, PPDS I, Surabaya, 2001.
34.
Peranan Radiasi pada Karsinoma Rektum, PPDS I,
Surabaya, 2001.
35.
Internal Bleeding Doe to Massage, MABI XIV, Bali, 2002.
36.
Luka Tusuk pada Leher, PIT IKABI XIV, Jakarta, 2003.
37.
Hernioplasti pada Hernia Femoralis, PPDS I, Surabaya,
2004.
38.
Invaginasi, PPDS I, Surabaya, 2004.
39.
Invaginasi tahun 1999-2003 di RSU Dr. Soetomo,
P2B2 PABI, Surabaya, 2004.
40.
Legalitas Terapi Medis dan Bedah, Radar Jember-Jawa
Pos, Jember, 2004.
41.
Zamzam dalam Terapi Medis, Radar Jember-Jawa Pos,
Jember, 2004.
42.
Spiritualitas Islam, Radar Jember-Jawa Pos, Jember,
2004.
43.
Pendekatan Spiritualitas Islam Terapi, Radar Jember-Jawa
Pos, Jember, 2004.
44.
Doa dan Pengobatan, Radar Jember-Jawa Pos, Jember,
2005.
45.
Pilihan Pasca Tsunami, Mimbar RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya, 2005.
46.
Urgensi Ilmul Haal dalam Menghadapi Bencana, Berita
Traumatologi Indonesia, Surabaya, 2005.
47.
Upaya Sehat Naik Haji, Radar Bj-Jawa Pos, Bojonegoro,
2005.
48.
Air Zamzam sebagai Terapi, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2005.
49.
Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Doa Prabedah
terhadap Nyeri Pascabedah, Journal Ilmu Bedah
x
Indonesia, Jakarta, 2006.
50.
Urgensi Santunan Spiritual di RS, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
51.
Program Husnul Khotimah di RS, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
52.
Ta'awwun : Hubungan Dokter-Pasien, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
53.
Persepsi Salah Terhadap Obat, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
54.
Urgensi Pendekatan Spiritual Terapi, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
55.
Aspek Terapeutik di Bali8k Salat, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2006.
56.
Menunda Haid Untuk Berpuasa, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2007.
57.
Deteksi Dini dan Terapi Holistik Kanker Payudara,
GOW, Lamongan, 2007.
58.
Pilihan Menghadapi Bencana, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
59.
Pengaruh Gizi Buruk pada Anak, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
60.
Bahaya Penggunaan Narkotika, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
61.
Menunda H aid untuk Berhaji, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
62.
Risiko Nikah Usia Dini, Radar Bj-Jawa Pos, Bojonegoro,
2008.
63.
Manfaat Terapeutik di Balik Haji, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2008.
64.
Pendekatan Holistik Terapi, Radar Bj-Jawa Pos,
Bojonegoro, 2009.
65.
Manfaat Biopsikososiospiritual Puasa, Radar Bj-Jawa Pos
(dkrm), 2009.
66.
Terapi Hati dengan Berhaji, Radar Bj-Jawa Pos (dkrm),
2009.
xi
U capan Terima Kasih
ALHAMDULILLAH, puji syukur penulis panjatkan, karena atas
kekuatan-Nya karya ilmiah akhir yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah terhadap Nyeri
Pascabedah” ini dapat terselesaikan di tahun 2005 M/1426 H.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginhya,
penulis sampaikan kepada :
Urip Murtedjo, dr. SpB(K). PGD.Pall.Med.(ECU).
FInaCS, sebagai pembimbing, yang ditengah kesibukannya
sebagai Wakil Direktur RSU Dr. Soetomo Surabaya,
menyempatkan selalu memberi perhatian dan bimbingan yang
sangat berharga dalam penyelesaian karya akhir ini.
Prof. Sunarto Reksoprawiro, dr. SpB. (K) Onk. FInaCS,
sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah, yang telah banyak
memberikan jalan kemudahan.
Para penguji proposal penelitian yaitu Prof. Sunarto
Reksoprawiro, dr. SpB(K) Onk. FinaCS, Prof. DR. Dr. Med.
Paul Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FCTS. FinaCS, H arun Al-
Rasjid, dr. SpB.KBD, Urip Murtedjo, dr. SpB (K). PGD. Pall.
Med. (ECU). FinaCS, atas semua asupan dan usulan untuk
penyempurnaan karya akhir ini.
Kepala Bagian Orthopaedi, Prof. DR. Djoko Roeshadi,
dr. SpB, SpOT, atas izin melaksanakan penelitian dengan subyek
penderita orthopaedi.
xii xiii
NURUL KAWAKIB UCAPAN TERIMA KASIH
Pimpinan dan staf Laboratorium Prodia Surabaya dan
Jakarta, yang telah memberikan kemurahan dalam pemeriksaan
laboratorium untuk penelitian ini. Budiono, dr. MPH, sebagai
konsultan metode penelitian dan statistik.
Alm. KH. Ms.Aminuddin Ridlo, pendiri PP. Roudlotul
Qur’an Lamongan dan H.A. Ali Arifin, Drs. MM, pengasuh
PP. Roudlotul Qur’an/ staf pengajar Fakultas Dakwah IAIN
Sunan Ampel Surabaya, yang telah banyak memberikan
masukan tentang spiritualitas Islam.
Djoko S, dr. dan Hj. Arthika P. Ir, pendiri/pengasuh
PPP. Al-Islam Sidoarjo, atas kerelaannya membantu penelitian
ini dan penulisan ayat Qur’an/Hadis.
Direktur RSU Dr. Soetomo Surabaya, H. Slamet R.
Yuwono, dr. DTM&H, MARS, Rektor Unair Prof. DR. Dr.
Med. H. Puruhito, dr. SpB. SpBTKV. FICS. dan Dekan FK
Unair Prof. DR. HMS. Wiyadi, dr, SpTHT (K), yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar dan bekerja.
Kepala Bagian Ilmu Bedah, Prof. DR. Dr. Med. Paul
Tahalele, dr. SpB. SpBTKV. FCTS. FinaCS, atas kesempatan
yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan
keahlian serta bimbingannya dalam menunaikan tugas.
Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Bedah RSU Dr.
Soetomo Surabaya yang tidak mengenal lelah dalam
memberikan wawasan, ilmu dan ketrampilannya.
Seluruh residen dan paramedis di RSU Dr. Soetomo,
atas kerjasamanya.
Kepada ibunda Hj. Amimah, almarhum ayahanda tercinta
H. Abdul Adhim dan mertua H. Abdul Aziz, almarhumah
Hj. Zaenab, yang telah mengasihi dan mendidik penulis. Istri
dan anak, Hj. Husnul Khotimah, I.Z. Akbar, Ihya uddin MA,
I.N. Akhtar Rizvi, yang telah sabar dan penuh pengertian
memahami keberadaan studi penulis.
Semua pihak yang telah membantu & tidak bisa
disebutkan satu persatu.
xiv
Kepada semuanya, semoga Allah senantiasa menerima segala
amalnya dan mengampuni segala kesalahannya.
Atas kekurangan dan kesalahan penulis mohon maaf serta
mohon perbaikannya. Semoga karya akhir ini bermanfaat dan
berkah, Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Nurul Kawakib
xv
Daftar Gambar, Tabel dan
Lampiran
Gambar 1 D iagram Jaras–Jaras N yeri
Gambar 2 Jaras-Jaras N yeri Konsep D escartes
Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 4 Skala Analogi Visual
Gambar 5 Alur Penelitian
Tabel 1 Karakteristik sampel
Tabel 2 Peru b ah an Ko rt iso l Prab ed ah d an
Pascabedah pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Tabel 3 Perbedaan Selisih Kortisol Prabedah
d an Pascab ed ah an t ara Kelo m p o k
Perlakuan dan Kontrol
Tabel 4 Perbandingan Visual Analog Scale
Pascabedah pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol
Tabel 5 Jen is O p erasi an t ara Kelo m p o k
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Tabel 6 Perbedaan VAS hari I, II dan III antara
jen is O p erasi P lat in g, N ailin g,
Nailingplating
xvi xvii
NURUL KAWAKIB
Lampiran I Persetujuan Mengikuti Penelitian
Lampiran II R ingkasan Komunikasi Spiritual Islam
tentang Sakit dan Terapi
Lampiran III Lafal dan Cara D o’a
Lampiran IV Cara Pengukuran Intensitas N yeri
Lampiran V Status Penderita dan H asil Variabel
Tergantung
Lampiran VI D ata Pembedahan
Lampiran VII Analisa Statistik
Lampiran VIII Hubungan Mekanisme Coping dengan
Stres
Lampiran IX Bagan Fisiologi Nyeri, Pengaruh Stres
dan Pendekatan Spiritual pada Persepsi
Nyeri
PENDAHULUAN
URGENSI PENDEKATAN
SPIRITUAL
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :” Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” M ereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan
:”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
—QS.Al-A’raf/7:172.
Manfaat Pendekatan Spiritual
Dari sejarah perkembangan kerumahsakitan diketahui,
bahwa pada sekitar 4000 tahun SM ditemukan mula-mula
tempat perawatan orang sakit selalu menjadi satu dengan
tempat kegiatan agama (spiritual) dan agar mendapat
pertolongan dari Tuhan usaha terapi pada penderita selalu
dikaitkan dengan ajaran –ajaran agama (pendekatan
spiritual).1-4
Pada permulaan abad ke 19, terjadi pemisahan
kerumahsakitan dari tempat keagamaan, karena waktu itu
xviii 1
NURUL KAWAKIB PENDAHULUAN
pemerintah telah aktif ikut campur dalam pengaturan
kesehatan, akibatnya pendekatan spiritual terapi ikut
terlupakan. Dan pada abad ke 20, teknologi kedokteran
berkembang dengan cepat, yang mewarnai pengelolaan rumah
sakit. Pengelola berlomba-lomba memodernisasi rumah sakit
dan mendatangkan peralatan mutakhir. Kesemuanya itu
membawa pengaruh yang besar terhadap cara berfikir, sikap
dan perilaku para dokter. Pendekatan manusiawi yang
dilakukan terhadap penderita, menurut Ishom 1986, beralih
kepada pendekatan materialistik dan pendekatan spiritual
semakin terlupakan. 3-6
Pendekatan spiritual merupakan pendekatan penting dan
sebagai suatu keharusan pada terapi penderita, disamping
pendekatan biopsikososial, karena dalam menghadapi
penderita yang terganggu kesehatannya harus secara holistik
yaitu memperhatikan penderita seutuhnya yang menurut
World Health of Organisation (WHO, 1984) meliputi
biopsikososiospiritual.7-10
Dr.Anne Mc Caffrey, staf Harvard Medical School,
Boston, Massachusetts dalam Journal of The American Medical
Association mengatakan bahwa para dokter seharusnya
menggali pengetahuan spiritual penderita untuk memperbaiki
pemahaman mereka terhadap penyakit dan kesehatan. Dia
telah memimpin penelitian di Amerika tentang pendekatan
spiritual dengan tambahan do’a dalam terapi.11
Pendekatan spiritual (Islam), menurut Nasr 2002, adalah
pendekatan dengan nilai-nilai Ilahi yang tercantum dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an adalah kitab suci (QS.2:2)
merupakan kumpulan wahyu Allah, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW (QS.16:44), selama rentang waktu
23 tahun dalam masa tugas kenabiannya (610 -633 M),
untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman
hidup (QS.17:9) dalam mencapai keridhoan Allah
(QS.92:20) dan kebahagiaan di dunia dan akhirat
(QS.2:201). Hadis merupakan ucapan, perbuatan dan sikap
Nabi SAW. Nabi SAW memberikan contoh–contoh konkret
yakni teladan Nabi SAW (QS.33:21). Teladan Nabi SAW
ini telah diperintahkan oleh Allah agar ditiru dan ditaati, karena
mentaati Nabi SAW berarti mentaati Allah (QS.4:80).12-15
Pendekatan spiritual yang berhubungan dengan terapi
pada penderita antara lain dengan mengetahui spiritualitas
tentang sakit dan terapi serta berdo’a di kala sakit. Dengan
mengetahui spiritualitas tentang sakit dan terapi serta berdo’a
diharapkan dapat mendukung proses terapi dan menurut
Sholeh 2000 dapat sebagai preemptive cognitive analgesia yang
dapat menurunkan nyeri pascabedah.16-19
Nyeri pascabedah adalah nyeri akut yang paling banyak
didapatkan dan dialami beribu–ribu penderita setiap harinya
di seluruh dunia. Brasseur dan Poisson 1996 menyebutkan,
bahwa nyeri pascabedah masih merupakan masalah lebih dari
50 % penderita yang dilakukan pembedahan, meskipun
pengetahuan dan metoda penanggulangan nyeri berkembang
pesat. 20-23
Proses timbulnya nyeri, menurut Melzack 1986,
diketahui tergantung dua komponen yaitu komponen sensoris
dan komponen afeksi, tetapi sampai saat ini pengelolaan nyeri
terutama ditujukan pada komponen sensoris, karena itu timbul
pemikiran apakah dukungan pengelolaan komponen afeksi
dapat menjadi salah satu alternatif masalah tersebut.22-24
Pengelolaan komponen afeksi dimaksudkan sebagai
pengelolaan kecemasan penderita. Beberapa peneliti
menemukan kecemasan prabedah yang tidak dikelola dengan
baik akan meningkatkan nyeri dan menurut Carlson 1994
dapat tercermin pada sekresi hormon neuroendokrin yaitu
kortisol yang tinggi.22-25
Pengelolaan komponen afeksi antara lain dengan
pendekatan psikologis. Rehatta 1999 pada disertasinya telah
meneliti pengaruh pendekatan psikologis prabedah terhadap
toleransi nyeri dan respon ketahanan imunologik pascabedah,
dan ternyata pendekatan psikologis meningkatkan toleransi
23
NURUL KAWAKIB
PENDAHULUAN
nyeri atau menurunkan intensitas nyeri serta mengurangi
respon hormon neuroendokrin secara bermakna (p = 0,01).
Pendekatan psikologis yang dilakukan pada penelitian tersebut
dengan komunikasi yaitu diskusi tentang kecemasan penderita
untuk menimbulkan persepsi dan motivasi positif mengenai
pembedahan serta penyampaian informasi prosedur
pelaksanaan pembedahan, anastesi dan pascabedah serta
nyeri.22-25
Pendekatan spiritual dan do ’a dapat mengelola
kecemasan. Ibnu Sina (dokter, usia 10 tahun hafal Qur’an,
370-428 H/980-1037 M) mengatakan, bahwa faktor yang
turut andil untuk menghindari kecemasan adalah kembali
kepada (mentaati) Allah (QS.51:50).Dengan pendekatan
spiritual dan do’a dapat menyebabkan kembali kepada Allah,
ingat Allah (dzikrullah). Dengan dzikrullah, menurut Allah
seperti tersebut dalam Qur’an Surat Ar-Ra’du/13 ayat
28,dapat menjadi tenang/tenteram.16-19
Oleh karena itu dapat disimpulkan, sebagaimana adanya
pengaruh pendekatan psikologis sebagai pengelolaan
kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah, mungkin
terdapat pengaruh pendekatan spiritual dan do’a sebagai
pengelolaan kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah.
Rumusan, Tujuan dan Manfaat
Rumusan Masalah
1.
Apakah pendekatan spiritual dan do ’a prabedah
menurunkan nyeri pascabedah ?
2.
Apakah pendekatan spiritual dan do ’a prabedah
menurunkan sekresi hormon kortisol ?
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk membuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a
prabedah mengurangi nyeri pascabedah.
2.
Tujuan Khusus
1.
Membuktikan bahwa nyeri pascabedah kelompok yang
mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah
lebih rendah dibanding nyeri kelompok yang tidak
mendapatkan pendekatan spiritual dan do’a prabedah.
2.
Membuktikan bahwa respon sekresi hormon kortisol pada
kelompok yang mendapatkan pendekatan spiritual dan
do’a prabedah lebih rendah dibanding respon sekresi
hormon kortisol kelompok yang tidak mendapatkan
pendekatan spiritual dan do’a prabedah.
Manfaat
1.
Mengembangkan cara pendekatan biopsikososiospiritual
dalam pengelolaan nyeri pascabedah, selain pendekatan
farmakologis, untuk mengurangi nyeri pascabedah.
2.
Melengkapi pengendalian nyeri pascabedah dengan cara
pendekatan spiritual dan do ’a prabedah, untuk
mengurangi nyeri pascabedah.
3.
Mengembangkan metode pendekatan spiritual yang
terstruktur dan terencana.
4 5
Bagian Pertama
NYERI, PENDEKATAN
SPIRITUAL DAN DOA
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram.
”
—QS.A-Ra’d/13:28.
Nyeri
Menurut Merskey 1980 yang kemudian dipakai
International Association for The Study of Pain (IASP) dan
dipublikasikan tahun 1986, nyeri adalah suatu rasa dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, disebabkan
oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan
kerusakan. Sedangkan menurut Woodruff 1996, karena nyeri
bersifat subyektif, definisi nyeri yang lebih praktis adalah apa
yang dikatakan pasien sakit, apa yang digambarkan pasien dan
bukan apa yang dianggap orang lain seharusnya.26-29
Berdasarkan penyebab dan lamanya berlangsung, Melzack
1986, mengemukakan adanya perbedaan nyeri akut dan nyeri
kronik. Penyebab nyeri akut jelas, terlokalisasi dan hilang
dengan sembuhnya kerusakan jaringan. Nyeri pascabedah
merupakan nyeri akut.28-31
67
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Menurut Sosnowki 1992, nyeri disebabkan oleh
rangsangan reseptor nyeri (pain receptors) yang disebut
nosiseptor di ujung saraf bebas (free nerve endings), selanjutnya
ditransmisikan melalui saraf perifer ke tanduk dorsal medula
spinalis. Di tempat ini mereka bersinaps dengan sel-sel dari
jaras spinotalamik yang membawa impuls (rangsangan) ke
atas medula spinalis, melalui batang otak ke talamus. Dari
talamus impuls diserahkan ke berbagai daerah korteks serebral
yang membangkitkan persepsi nyeri serta reaksi terhadap nyeri
tersebut (gambar1).22,32-34
Gambar 1 :
Diagram Jaras-Jaras Nyeri (Sumber : Sellers EM, Mount BM, Bethune
GW, Chevalier IM, Emeads JG, Machets RA, et al., editors. Cancer Pain,
A Monograph on the Management of Cancer Pain. Canada : Minister of
Supply and Services; 1984. p. 6 – 8)
.
8
Ujung saraf bebas di kulit dan jaringan ikat (somatic
nociceptors) serta visceral (visceral nociceptors) dapat dirangsang
secara fisik (tekanan, panas, distensi visceral) tetapi lebih sering
diaktifkan oleh rangsangan kimiawi akibat cedera atau
peradangan jaringan. Cedera jaringan menyebabkan produksi
dan akumulasi berbagai zat algesik termasuk prostaglandin,
bradikinin, serotonin, histamin, ion potassium dan hidrogen
yang telah terbukti mempengaruhi nosiseptor.32-35
Serabut saraf dari nosiseptor somatik berjalan sepanjang
saraf perifer dan memasuki medula spinalis melalui akar dorsal,
sedangkan sekitar 20 % serabut dari nosiseptor visceral masuk
melalui jalur ventral. Serabut aferen visceral dan somatik
bersatu pada neuron yang sama di medula spinalis, serabut
spinal yang naik (ascending) sama untuk impuls dari keduanya,
visceral dan somatik.32-35
Di tanduk dorsal medula spinalis, saraf sensoris aferen ini
bersinaps dengan serabut dari jaras spinotalamik ascendens,
secara langsung atau melalui suatu sistim kompleks serabut
penghubung dari interneuron, melibatkan berbagai
neurotransmiter termasuk substansi P dan glutamat.Terminal
presinap dari serabut sensoris aferen mengandung reseptor
opioid yang mengikat substansi opioid endogen (endorphin)
atau obat opioid eksogen. Pengikatan tersebut mengurangi
atau memblokir pelepasan neurotransmiter oleh saraf sensoris
aferen, sehingga mengurangi atau menghilangkan sensasi
nyeri.32-35
Impuls nyeri yang ditransmisikan ke talamus dilanjutkan
ke berbagai daerah korteks cerebri antara lain ke daerah sensoris
lobus parietal yang memberi lokasi dan interprestasi nyeri,
sistim limbik yang terlibat dalam respon afektif dan otonomik
terhadap nyeri, lobus temporal yang terlibat dalam memori
nyeri dan lobus frontal dimana fungsi kognitif menilai
kemaknaan nyeri serta respon emosional terhadap nyeri
tersebut.32-35
9
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Mekanisme endogen utama inhibisi (hambatan) nyeri
adalah supresi (penekanan) impuls nyeri pada tanduk dorsal
oleh jaras-jaras descenden dari otak tengah (midbrain) dan
batang otak (brainstem). Pusat-pusat ini menerima masukan
dari korteks, talamus dan pusat otak tengah lainnya, dan
melalui bermacam jaras descenden merangsang interneuron
penghambat di tanduk dorsal medula spinalis, menghasilkan
analgesia atau mengurangi nyeri. Neurotransmiter yang
terlibat di jaras penghambat descenden adalah noradrenalin
dan serotonin.32-35
Descartes 1644 telah mengemukakan teori tradisional
yaitu teori spesificity yang menganggap nyeri sebagai suatu
fungsi spesifik, rangsang nyeri dihantarkan oleh serabut saraf
khusus langsung ke pusat somatosensorik di otak (komponen
sensoris) dan menimbulkan respon, sehingga intensitas nyeri
yang dirasakan sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan.
Komponen afeksi hanya sebagai reaksi psikis terhadap nyeri
(gambar 2).32-35
Perkembangan ilmu merubah paradigma nyeri, dari teori
spesificity yang sudah dianut sejak Descartes sampai teori gate
control oleh Melzack dan Wall 1965, dimana komponen afeksi
berupa proses psikologis diyakini merupakan bagian integral
nyeri dan sangat berperan dalam proses timbulnya nyeri. Nyeri
merupakan hasil akhir dari interaksi kompleks proses fisiologi,
psikologi dan biokimiawi. Interaksi kompleks ini
menimbulkan plastisitas pada sistim saraf yaitu kemampuan
sel neuron berubah struktur dan fungsi sebagai respon terhadap
rangsang internal maupun eksternal. Plastisitas bersifat adaptif
bila merupakan penyesuaian terhadap lingkungan atau
maladaptif bila perubahan ini menyebabkan gangguan fungsi.
Plastisitas bisa terjadi karena proses modulasi supraspinal
terjadi karena adanya kontrol kortikal. Faktor afeksi dapat
mempengaruhi persepsi dan menghambat transimisi impuls
nyeri.30
10
Gambar 2 :
Jaras-Jaras Nyeri Konsep Descartes (Sumber : Bonica JJ. The
Management of Pain. 2nd ed. London : Lea & Febiger; 1990.
p.2 – 17).
Tahapan proses nyeri antara lain secara transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah perubahan
rangsang nyeri menjadi impuls listrik. Kerusakan jaringan dan
reaksi jaringan sekitarnya menyebabkan rangsangan pada
nosiseptor yang terdapat di ujung saraf bermielin A delta dan
ujung saraf C yang tidak bermielin.22,34-36
Kerusakan sel dan refleks otonom pembuluh darah lokal
mengakibatkan keluarnya berbagai mediator kimia ke jaringan.
Mediator kimia ini antara lain ion K+ , H+ , prostagandin dari
sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast,
serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf.
Berbagai mediator tersebut mengaktifkan reseptor nyeri
sehingga terjadi impuls listrik berupa arus elektrobiokimia
11
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
yang diteruskan lewat serabut saraf A delta dan C ke neuron
korda spinalis kemudian ke korteks.22,34-36
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari saraf
perifer ke neuron korda spinalis kemudian melewati jaras
spinotalamik menuju talamus sebagai pintu gerbang sistim
sensoris ke korteks serebri. Sebagian besar serabut saraf dari
lateral talamus di proyeksikan ke korteks somatosensoris yang
bertanggung jawab terhadap aspek sensasi sedangkan sebagian
besar serabut saraf dari medial talamus di proyeksikan ke sistim
limbik dan korteks asosiasi yang bertanggung jawab terhadap
aspek afeksi. Terdapatnya serabut saraf yang menghubungkan
kedua jaras tersebut, menunjukkan eratnya hubungan fungsi
kedua sistim tersebut.21,22,34,36
Transmisi sepanjang akson neuron berlangsung karena
proses polarisasi depolarisasi, dan dari neuron pre sinaps
melalui neurotransmiter. Neurotransmiter yang kini diketahui
berperan utama dalam proses penerusan rangsang nyeri adalah
substansi P.22,34-36
Modulasi adalah proses pengendalian nyeri. Modulasi
dapat berarti meningkatkan maupun menghambat transmisi
impuls, terjadi di perifer maupun sentral. Modulasi perifer
yang meningkatkan impuls nyeri disebabkan oleh mekanisme
antara lain mediator biokimiawi yang dikeluarkan karena
kerusakan jaringan dan inflamasi menyebabkan nosiseptor
terangsang oleh rangsang dibawah nilai ambang yang disebut
sebagai sensitisasi perifer, dan digiatkannya nosiseptor yang
sebelumnya tidak aktif. Proses tersebut meningkatkan besarnya
masukan impuls aferen ke kornu dorsalis. Selanjutnya
masukan impuls tersebut menyebabkan perubahan intraseluler
pada neuron korda spinalis. Modulasi perifer yang
menghambat terjadi melalui kontrol presinaps oleh serabut
saraf besar A beta terhadap transmisi impuls nyeri serabut
saraf halus A delta yang diperantarai oleh GABA. Hambatan
saraf A beta dipengaruhi oleh kontrol kortikal.22,34,36
Modulasi sentral dimunculkan oleh teori gate control oleh
Melzack dan Wall 1965 yang kemudian dikembangkan
Melzack dan Casey 1968. Melzack dan Casey membagi proses
nyeri dalam dua sistim operasional, yaitu aspek sensoris
diskriminatif dan aspek motivasi afektif. Aspek sensoris
diskriminatif dijalankan oleh jaras spinotalamik yang berakhir
di talamus lateral dan diproyeksikan ke korteks
somatosensoris, berfungsi dalam identifikasi intensitas
maupun lokasi rangsang. Fungsi ini berhubungan dengan nilai
ambang nyeri yang umumnya sama pada setiap individu.
Sedangkan jaras paramedian spinotalamik yang berakhir di
medial talamus melewati sistim retikuler dan limbik ke korteks
asosiasi berfungsi memberikan perasaan tidak menyenangkan
sehingga lebih menggambarkan kualitas nyeri. Aspek motivasi
afektif tidak tergantung pada lokasi dan penyebab nyeri, tetapi
terutama berhubungan dengan intensitas nyeri.22,34,36
Modulasi sentral berhubungan dengan hambatan nyeri
endogen. Bonica 1990 menggambarkan modifikasi model
konseptual gate control. Terdapat mekanisme kontrol kortikal
yang saling berinteraksi yaitu antara kontrol kognitif oleh
neokorteks, bersama sistim motivasi afektif sistim sensoris
diskriminatif. Proses kognitif bertanggung jawab memberikan
informasi prakondisi, kecemasan, perhatian, sugesti, nilai
budaya dan arti penyebab nyeri yang akan mempengaruhi
reaksi sistim motivasi afektif dan sensoris diskriminatif. Bagian
frontal dari korteks menjadi mediator antara proses kognitif
dengan sistim motivasi afektif dan mempertahankan
berdasarkan pengalaman terdahulu adanya emosi yang tidak
menyenangkan maupun reaksi penolakan terhadap nyeri.
Kontrol kognitif dapat langsung memodulasi transmisi nyeri
lewat proyeksi dorsolateral sebelum impuls mencapai sistim
motivasi afeksi dan sensoris diskriminatif, bila impuls dikenal
berdasarkan pengalaman terdahulu. Sedangkan pengaruh
motivasi dan afeksi dalam proses modulasi, ditunjukkan oleh
proyeksi sistim hambatan dari batang otak ke kornu dorsalis.
Dengan demikian masukan rangsang nyeri dengan cepat
12 13
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
mengalami proses identifikasi, evaluasi dan modulasi sebelum
tubuh menentukan sikap dan cara menghadapi.22,34,36
Persepsi adalah hasil rekonstruksi internal tentang
rangsang. Proses rekonstruksi terjadi dengan adanya interaksi
antara sistim sensoris yang mengantarkan rangsang dengan
kontrol kognitif di neokorteks dan sistim limbik yaitu
hipokampus dan amigdala. Selain dari talamus sebagai pusat
pembagi informasi sensoris, amigdala yang bertanggungjawab
dalam hal respon emosi menerima informasi tentang rangsang
nyeri dari neokorteks yaitu pusat kognitif dan asosiasi sensoris
maupun dari hipokampus. Korteks prefrontal sebagai kontrol
kognitif terutama penting untuk mengendalikan respon emosi
negatif karena bagian korteks ini berhubungan dan menerima
informasi dari semua area sensoris dan asosiasi sensoris.
Hipokampus berfungsi mengenali dan mengingat makna
rangsang berdasarkan data masa lalu. Umpan balik dari
amigdala ke korteks dan hipokampus memberikan kesadaran
tentang respon emosi dan penyesuaian sikap. Hasil interaksi
ini adalah sensasi nyeri dengan respon emosi tertentu.22,34,37
Respon emosi negatif akan menempatkan nyeri sebagai
suatu kondisi yang mengancam atau stresor, sebaliknya respon
emosi positif menurunkan terjadinya nyeri. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa persepsi tentang nyeri menentukan
intensitas rangsang nyeri yang dapat diterima tanpa keluhan.
Contoh yang terkenal adalah pengamatan Beecher 1956 pada
prajurit yang terluka di medan perang dunia kedua di Itali.
Prajurit–prajurit ini kurang bahkan tidak merasa nyeri karena
intensitas rangsang nyeri yang diterima tanpa keluhan dan
daya tahan terhadap nyeri. Hal ini disebabkan persepsi tentang
luka dan nyeri bagi mereka adalah peluang untuk pulang dan
berakhirnya peperangan. Bila persepsi dan respon emosi
terhadap masukan rangsang nyeri negatif, nyeri dikategorikan
ancaman atau stresor. Dengan demikian terjadi peningkatan
nyeri dan peningkatan sekresi kortisol sebagai indikator adanya
reaksi stres yang disebabkan nyeri.19,22,32
Perbedaan afeksi nyeri pada dua individu, menurut
Chapman 1985, disebabkan oleh perbedaan persepsi.
Sedangkan persepsi dan respon emosi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu faktor predisposisi dan
faktor situasional. Faktor predisposisi misalnya intelegensia,
kepribadian, status sosial, nilai budaya dan pengalaman
sebelumnya. Faktor situasional misalnya adanya motivasi,
depresi dan kecemasan. Faktor predisposisi merupakan faktor
yang tidak dapat atau sukar dikendalikan. Faktor situasional
bersifat sementara dan timbul oleh kondisi tertentu misalnya
perubahan lingkungan atau kurangnya pengetahuan tentang
masalah yang dihadapi. Oleh karena itu terhadap faktor
situasional dapat dilakukan upaya perubahan.22
Nyeri secara fisiologi, menurut Weisenburg 1990, adalah
sensasi yang sarat dengan modulasi. Modulasi terjadi di tingkat
perifer, korda spinalis dan kortikal melewati alur sensoris
maupun kognitif. Oleh karena itu dapat dilakukan intervensi
untuk menghambat komponen sensoris maupun
mempengaruhi komponen afeksi. Salah satu alternatif upaya
mempengaruhi komponen afeksi adalah dengan modulasi
kognitif yang diharapkan dapat merubah persepsi dan
mempengaruhi respon emosi terhadap nyeri.22
Komponen afeksi menyebabkan nyeri. Menurut Field
tahun 1989, nyeri yang dirasakan tidak setara dengan
intensitas rangsang yang menimbulkannya. Demikian juga
rangsang dengan intensitas yang sama dapat dirasakan berbeda
pada individu. Perbedaan nyeri yang disebabkan perbedaan
afeksi dicerminkan oleh perbedaan intensitas nyeri. Intensitas
nyeri dapat dipakai untuk menilai komponen afeksi yaitu
makin rendah intensitas nyeri berarti makin positif afeksi
terhadap nyeri. Dengan demikian keberhasilan modulasi
kognitif terhadap komponen afeksi dapat diketahui dari tinggi
rendahnya intensitas nyeri.22
14 15
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Kecemasan Prabedah dan Nyeri
Pascabedah
Chapman 1985 menyebutkan, kecemasan merupakan status
emosi yang paling sering didapatkan pada masa prabedah,
disebabkan kondisi situasional. Kecemasan adalah ekspresi
respon emosi normal yang timbul karena kesadaran fungsi
kognisi tentang situasi yang mengancam dan adanya
ketidakpastian. Kecemasan prabedah timbul karena perubahan
lingkungan, kurangnya pengetahuan tentang pembedahan,
anestesi, nyeri dan berbagai masalah yang terkait. Dari berbagai
observasi klinik diketahui adanya hubungan linier kecemasan
prabedah dengan nyeri pascabedah dan dari penelitian
Johnson 1986 diketahui bahwa kecemasan memuncak sejak
dua hari prabedah.22,38-41
Susunan saraf pusat yang berperan dalam timbulnya
kecemasan adalah korteks dan sistim limbik. Korteks mengenal
dan menganalisis kondisi yang mengancam, kemudian
informasi ini diteruskan ke sistim limbik yaitu di hipokampus
dan amigdala. Sistim limbik terutama berperan dalam
pengkondisian respon emosi yang negatif. Titik tangkap
kondisi mengancam atau tidak menyenangkan adalah pada
nukleus basolateral amigdala.19,22
Nukleus sentral berhubungan dengan bagian otak yang
terkait dengan kontrol sistim endokrin, otonom dan perilaku,
sehingga informasi respon emosi dapat menimbulkan respon
stres selanjutnya. Penelitian mengenai sirkuit persarafan
menyimpulkan bahwa respon emosi terhadap suatu rangsang
diperbesar oleh rangsang tidak menyenangkan yang diberikan
bersamaan, karena kedua rangsang ini bersinaps pada nukleus
sentral amigdala. Hal ini menjelaskan mekanisme
meningkatnya respon emosi terhadap nyeri pascabedah bila
terdapat pra kondisi kecemasan prabedah.22
Kecemasan juga mempengaruhi alur sensoris, karena
menyebabkan kepekaan nosiseptor yang mekanismenya antara
lain timbul refleks spinosimpatis (spino symphatetic) dengan
mikrosirkulasi sekitar reseptor nyeri sehingga terjadi iskemia
yang meningkatkan kepekaan nosiseptor dan pelepasan nor
epinephrin dari ujung saraf simpatis. Selain meningkatkan
kepekaan juga mempunyai efek langsung pada nosiseptor, serta
refleks segmental somatomotorik, menimbulkan kejang otot
yang menimbulkan rangsangan pada nosiseptor di otot.19,22
Jadi kecemasan prabedah mempunyai pengaruh ganda
dalam meningkatkan nyeri pascabedah yaitu mempengaruhi
komponen afeksi karena efek pra kondisi dan mempengaruhi
komponen sensoris karena meningkatkan kepekaan nosiseptor.
Mengurangi kecemasan prabedah merupakan upaya yang
bersifat pre emptive cognitive analgesia. Diharapkan menurunnya
atau hilangnya kecemasan dapat memperbaiki respon emosi
dengan demikian menurunkan nyeri pascabedah.22
Pendekatan Spiritual
Spiritual, menurut Ary 2004, berasal dari kata spirit artinya
murni. Maksudnya bila jiwa manusia murni atau jernih, maka
akan menemukan potensi mulia dirinya, sekaligus menemukan
siapa Tuhannya, karena pada manusia ditiupkan oleh Tuhan
suara hati dan sama persis dengan sifat-sifat Ilahi (Asmaul
Husnah) yang terletak pada god spot (titik Tuhan) .
Ramachandran tahun 2000 dan timnya dari California
University yang menemukan eksistensi god spot dalam otak
manusia, dan disebutnya sudah built in sebagai pusat
spiritual.42-45
Spiritual Islam, menurut Nasr 2002, merupakan kata
yang bahasa Arabnya adalah ruhaniyyah, diambil dari bahasa
Al-Qur’an (QS.17:85). Maksudnya yang terkait dengan dunia
ruh yang berkaitan dengan Ilahi yaitu dalam seluruh kasus,
termasuk sakit, dikaitkan dengan nilai-nilai Ilahi, sehingga
terjadi suatu kedekatan dengan Tuhan.15
Esensi spiritual Islam adalah realisasi dari yang terungkap
dalam Al-Qur’an, berdasarkan teladan kenabian dari Nabi
16 17
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
SAW. Tujuan dari spiritual islam adalah memperoleh sifatsifat
Ilahi dengan teladan Nabi SAW dan wahyu Al-Quran
sehingga meraih kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan di dunia
dan akhirat (QS.2:201).15
Kehidupan spiritual didasarkan pada pengetahuan tentang
Allah, kecintaan kepada Allah (QS.5:54), kepatuhan kepada
kehendak-Nya. Spiritual Islam adalah cinta yang selalu
diwarnai dan dikondisikan dengan pengetahuan dan
didasarkan pada kepatuhan yang telah dipraktekkan dan
terkandung dalam kehidupan sesuai dengan hukum Ilahi. Siapa
saja yang memandang Tuhan sebagai norma yang penting dan
menentukan atau sebagai prinsip hidupnya disebut spiritual.15
Menurut Najati 2003, manusia memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhan spiritual. Secara fitrah manusia
memiliki kesiapan (potensi) untuk bertauhid (mengesahkan
Allah), mendekatkan diri kepada Allah, kembali kepada-Nya,
meminta pertolongan kepada-Nya ketika dalam situasi
genting, termasuk ketika sakit.46
Manusia ketika di alam ruh sebelum diciptakan di alam
dunia telah mengambil perjanjian dengan Tuhan, sebagaimana
Allah telah berfirman : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman) :” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan :”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan).”(QS.7:172). Ayat tersebut, menurut Nurcholish
Madjid, merupakan janji primordial atau janji fundamental
antara manusia dan Tuhan bahwa manusia akan menyembah
Tuhan.46,47
Menurut Nurcholish Madjid 1995, para ahli tafsir
mengaitkan perjanjian ini dengan fitrah manusia. Karena itu
seruan dalam kitab suci agar manusia menerima agama yang
benar yaitu menjalankan nilai–nilai Ilahi (spiritual islam),
dikaitkan dengan fitrah Allah tersebut. Firman Allah “Maka
hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan penuh minat
kepada kebenaran, sesuai dengan fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia atau fitrah itu” (QS.30:30). Agama atau
dalam istilah kitab suci “din” artinya tunduk dan patuh kepada
Allah yang tidak lain adalah pelaksanaan janji primordial
tersebut.46,48
Makna “tunduk dan patuh” secara luas meliputi secara
keseluruhan tingkah laku dalam hidup ini harus tidak lepas
dari nilai-nilai Ilahi dengan tujuan untuk beribadah kepada
Tuhan (QS.51:56). Kemudian dalam wujud hariannya,
tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan spiritual Islam yang
merupakan inti agama itu mengandung arti mengarahkan
seluruh pekerjaan untuk mencapai ridha Allah (QS.92:20)
merupakan pelaksanaan perjanjian primordial antara Tuhan
dan manusia tersebut diatas. Dan itu adalah kewajiban.46,48
Spiritual Islam tentang sakit dan terapi bahwa sakit
merupakan cobaan (musibah, ujian) dari Allah (QS.57:22)
kepada makhluk ciptaan-Nya, yang dimaksudkan-Nya agar
makhluk yang sekaligus sebagai khalifah (QS.2:30) ini agar
bersabar menerima cobaan -Nya (QS.2:155 –156),
berprasangka baik (Hadis Qudsi), ridha (QS.92:20), ikhlas
(QS.6:162) dan ingat kembali bahwa dirinya akan kembali
kepada-Nya (QS.21:35).48-51
Dalam usaha menanggulangi persoalan sakit pada dirinya
ini si khalifah tadi secara statistik atau sunatullah akan
berikhtiar (QS.3:159) mencari pengobatan sesuai keyakinan
dan pengetahuannya, sebagian akan ke dokter. Dalam usahanya
Allah akan mengaruniakan kepadanya kesembuhan
(QS.26:80) atau tidak.50-53
Bagi mereka yang benar-benar sadar bahwa itu adalah
cobaan Allah, maka setelah ia berusaha sekuat kemampuannya
ia akan tawakal kepada Allah (QS.3:159) dan memohon
kepada Allah kesembuhan dengan sabar (QS.2:155), berdo’a
18 19
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
(QS.40:60) serta menjadikan sakit dan hasil ikhtiarnya dapat
dijadikan sebagai pemacu menuju tujuan hidup yang sebenarbenarnya
menurut Allah (QS.51:56).49,50
Sakit sebagai cobaan yang terjadi pada Nabi Ayyub
AS merupakan sebaik-sebaik contoh dan teladan bagi orang
sakit, yang tercantum dalam Al-Qur’an. Nabi Ayyub AS telah
menderita penyakit yang parah sehingga tersiksa (QS.38:41),
tetapi dia beraqidah benar, beriman secara sempurna dan
syariat terus dikerjakan serta berakhlak sabar, pasrah atas
ketetapan-Nya, ikhtiar, berdo’a dan tawakal, kemudian
sembuhlah penyakit yang ada padanya (QS.38:41-44,
QS.21:84).54-57
Akhlak dikala sakit, menurut Aa Gym 2002, adalah
berakhlak sabar dalam menghadapi cobaan (QS.2:155-156)
berupa sakit. Sebab, ada kalanya orang yang sakit menjadi
hina karena ketidaksabarannya. Akhlak sabar yang diperlukan
saat sakit antara lain berprasangka baik kepada Allah, tidak
berkeluh kesah, mentafakuri hikmah sakit, menyempurnakan
ikhtiar untuk sembuh dan berniat untuk sembuh.48,57,58
Akhlak sabar berprasangka baik pada Allah dikala
sakit, karena Allah sesuai dengan prasangka hambaNya (hadis
qudsi) dan setiap penyakit yang diderita hakekatnya sudah
diukur oleh Allah. Allah tidak akan membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kesanggupannya (QS.2:286).48,57,58
Akhlak sabar tidak berkeluh kesah karena berkeluh
kesah termasuk tanda-tanda dari ketidaksabaran. Bila terpaksa
berkeluh kesah diusahakan proposional dengan sakitnya dan
tidak mendramatisir. Ada baiknya mengeluh dengan
menyebut nama Allah.48,58,59
Akhlak sabar mentafakuri hikmah sakit karena banyak
hikmah dibalik kejadian penyakit yang terjadi. Bersabar dalam
mentafakuri hikmah sakit berarti bersabar menjalani proses
sakit yang dialami. Salah satu hikmah sakit adalah terhapusnya
dosa. Dengan begitu, salah satu hikmah sakit ialah kesempatan
untuk mengintropeksi diri, terutama terhadap sejumlah
kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Dalam HR.
Bukhari diriwayakan bahwa suatu ketika Abdullah bin Mas’ud
RA menghampiri Nabi SAW yang tengah sakit. Saat itu ia
meraba tangan Nabi SAW sambil berkata, :Ya Rasulullah,
penyakit Anda sangat berat.” Nabi SAW memberikan jawaban,
“Benar, penyakit saya ini sama dengan penyakit dua orang di
antara kamu.” Abdullah menjawab lagi,”Itulah sebabnya Anda
mendapat pahala dua kali lipat.” Segera Nabi SAW membalas,
“Benar!” Dan dilanjutkan dengan sabdanya lagi, “Setiap orang
Islam yang mendapat bencana penyakit dan lain-lain, maka
Tuhan menggugurkan (mengampuni) kesalahan-kesalahannya,
sebagaimana pohon kayu menggugurkan daunnya.48,58,60
Akhlak sabar menyempurnakan ikhtiar (QS.13:11)
untuk sembuh adalah dengan berusaha ke ahlinya dan disiplin.
Ada orang yang harus ke dokter ini-itu tetapi terus mengeluh
karena uangnya habis untuk berobat. Padahal tanpa disadarinya
biaya itupun pada dasarnya dari Allah.48,57,58
Akhlak sabar untuk berniat sembuh penting karena
agar tidak menyerah pada rasa sakit. Niat sembuh karena Allah
(QS.6:162). Dengan selalu memancangkan niat untuk sembuh
karena Allah akan dapat membuat diri sembuh, tidak hanya
sembuh secara fisik tapi juga sembuh dari sisi spiritual. Inilah
yang sering disebut sehat wal’afiat.48,57,58
Spiritual lain yang penting diketahui adalah adanya
legalitas Islam terapi medis dan bedah. Al-Qur’an dan Hadis
menunjukkan legalitas terapi dan tidak ada larangan bagi
penderita untuk berobat dengan terapi medis dan bedah. Dalildalil
atas legalitas terapi dari Al-Qur’an antara lain Allah
melarang membunuh diri sendiri (QS.4:29). Dalam ayat itu
terdapat larangan seseorang membunuh dirinya sendiri dengan
suatu cara yang bisa menghantarkan kepada kematiannya.
Meninggalkan terapi penyakit termasuk hal yang tercakup
dalam membunuh diri sendiri. Hal ini tampak jelas di dalam
sikap meninggalkan terapi pada saat sakit kritis. Jadi terapi
penyakit termasuk perkara yang dibolehkan Allah, karena Allah
20 21
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
memerintahkan agar tidak membunuh diri sendiri atau
berusaha membinasakan diri sendiri (QS.2:195).57,61-63
Legalitas terapi medis dan bedah dari hadis antara lain
hadis Abu Hurairah dari Nabi SAW, sabdanya “Allah tidak
menurunkan penyakit, kecuali Dia pasti menurunkan obat
baginya.” (HR. Bukhari). Hadis Jabir bin Abdullah dari Nabi
SAW, sabdanya “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat
penyakit itu tepat, maka dia sembuh dengan izin
Allah.”(HR.Muslim). Imam Nawawi di dalam syarah-nya
terhadap hadis tersebut mengisyaratkan bahwa terapi penyakit
hukumnya mustahab (dianjurkan) dan di dalam hadis ini
terdapat penjelasan tentang keabsahan ilmu pengobatan. Ibnu
Qayyim (dokter, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, ahli sejarah,
ahli bahasa arab, 1354 M) berkata, “Di dalam hadis-hadis
shahih tersebut terdapat perintah terapi penyakit dan terapi
penyakit tidak menafikan (menghilangkan) tawakal
sebagaimana tawakal tidak dinafikan oleh upaya
menghilangkan penyakit. Bahwa pengabaian upaya terapi
penyakit dapat mencemari tawakal, sebagaimana mencemari
perintah.”61-64
Hadis lain dari Usamah bin Syuraik, ia berkata,”Aku
mendatangi Nabi SAW dan para sahabat beliau. Kemudian ada
orang badui bertanya, “Ya Nabi, apakah kami boleh berobat ?
“Nabi SAW menjawab,”Berobatlah kalian, sesungguhnya Allah
tidak meletakkan sesuatu penyakit kecuali Dia pasti meletakkan
obat baginya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit tua.”
(HR.Tirmidzi). Hadis Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Nabi
SAW mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Kaab, lalu tabib
itu memotong bagian anggota tubuhnya kemudian melakukan
sengatan api (kayy) padanya.” (HR. Muslim). Tindakan Nabi
SAW mengutus tabib untuk memotong bagian anggota badan
dan melakukan kayy menunjukkan kebolehan terapi bedah
(jirahah) yang merupakan salah satu jenis terapi.61,62,65,66
Dengan mengetahui legalitas islam terapi medis dan
bedah tersebut berarti terapi yang dijalani sesuai dengan nilai
nilai Ilahi dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yang
bila dengan diniatkan karena menjalankan nilai Ilahi tersebut
(HR. Bukhari Muslim) yaitu karena Allah (QS.6:162)
bernilai sebagai ibadah (QS.51:56) dan sebagai pelaksanaan
perjanjian primordial (QS.7:172).47,61,62
Do’a
Kata do’a, menurut Sambas 2003, adalah bentuk masdhar
(sandaran) dari fi’il (kata kerja) da’aa – yad’uu. Menurut Ibnu
H ajar, kata do’a adalah bentuk qashr (singkat) dari kata alda’wa,
seperti dalam fiman Allah “wa aakhiru da’waahum”,
yang artinya antara lain permintaan atau permohonan
(QS.7:55), ibadah (QS.10:106) atau memuji
(QS.17:110).67-70
Do’a secara istilah adalah permohonan kepada Allah, agar
Dia mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dan
menjauhkannya dari segala bentuk kemudaratan. Dari segi
bentuknya do’a merupakan pekerjaan hati, lisan dan raga dalam
rangka ibadah kepada Allah. Do’a sebagai pekerjaan hati,
maksudnya gerak dan energi berupa interaksi transendental
antara makhluk dan khaliq untuk memperoleh sesuatu yang
bermanfaat dan menghindari sesuatu yang mudarat. Do’a
berupa pekerjaan lisan adalah berwujud ucapan bahasa yang
isinya berupa permohonan dari makhluk kepada khaliq untuk
mencapai sesuatu yang bermanfaat dan menghindari sesuatu
yang mudarat dalam rangka beribadah kepada Allah.
Sedangkan do’a dari sisi aktivitas perbuatan raga adalah
aktivitas hidup yang berjalan dalam hukum kausalitas
immaterial sesuai dengan apa yang dilakukan qalbu dan lisan.
Keterpaduan ketiga unsur itulah sebagai hakekat do’a yang
murni dan konsekwen.67-71
Do’a hakekatnya adalah penuntun untuk mengubah diri
dengan semakin dekat kepada Allah. Nilai yang lebih hakiki
dari do’a yaitu perubahan diri menjadi lebih baik dan lebih
dekat kepada Allah.71-74
22 23
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Dalam Al-Qur’an disamping tersebut diatas dalil berdo’a
antara lain : “berdo’alah kepada Tuhanmu” (QS.7:55), “Aku
kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa” (QS.2:186),
“berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku pekenankan
permohonanmu”(QS.40:60), “mohonlah kamu dengan namanama-
Nya (Asma-ul Husnah).” (QS.7:180).”67,69,70,75
Dalam hadis dalil berdo’a antara lain bahwa do’a itu
ibadah (HR.Turmudzi), hendaknya kita berdo ’a
(HR.Tirmidzi), berdo’a dengan keyakinan akan dikabulkan
(HR. HR.Ahmad), Allah murka kepada siapa yang tidak
berdo’a, berdo’a kepada Allah niscaya Allah mengabulkan
(HR.Tirmidzi), berdo’a minta kesembuhan/sehat wal afiat
(HR. Tirmidzi).67,69,70,76
Manfaat do’ dalam terapi bahwa doa adalah obat bagi
orang yang sakit. Ketika seseorang sedang sakit, ia seharusnya
merasa lebih dekat dengan Allah dan memusatkan
pengharapannya agar sakitnya segera sembuh. Berkeyakinan
bahwasanya penyakit apapun tidak ada penyembuhnya kecuali
penyembuhan dari Allah semata (QS.26:80). Allah tidak
menurunkan sesuatu penyakit, kecuali menurunkan pula
obatnya (HR.Bukhari Muslim). Di saat sakit orang beriman
menyerahkan dirinya kepada Allah. Dengan cara inilah setelah
melalui pengobatan, ia mengobati hati dan perasaan sendiri
dengan cara berdo’a kepada Allah, sehingga ringanlah
penderitaannya. 77-80
Do’a merupakan senjata orang beriman, dapat mengubah
takdir, menolak musibah, mencegah dan meringankan di saat
musibah turun (HR. Ibnu Majah). Do’a itu berguna bagi
sesuatu yang telah diturunkan dan sesuatu yang belum
diturunkan, karena itu hendaknya berdo’a (Hadis dari Ibnu
Umar).78,79,81
Menurut Ja’far Subhani 1999, terdapat dua anggapan
terhadap manfaat do’a. Ada sebagian orang yang tidak
mempercayai adanya manfaat do’a terhadap terapi penyakit
dan beranggapan bahwa sembuhnya penyakit adalah karena
sebab-sebab materialistik. Kalau ada sebab tentu akan muncul
akibatnya, tanpa memerlukan bantuan do’a. Bila tidak ada
sebab, maka akibatnya pun tidak pernah ada. Baik penderita
sudah berdo’a atau belum adalah sama saja.82-85
Sesungguhnya di balik hukum kausalitas itu ada tatanan
Allah, bersifat spiritual yang mengatur tatanan material dan
segala urusan. Tatanan material sama sekali tidak bebas
mengatur, tidak berdiri sendiri di dalam memberi arah
(QS.79:5, QS.15:21).10,49
Anggapan lain, bahwa do’a tidak bermanfaat dalam
menyembuhkan penderita yang sakit, berdasarkan asumsi
bahwa sembuhnya penderita itu sudah ditakdirkan. Dia akan
sembuh baik dido’akan atau tidak.82-85
Dari dua anggapan tersebut, bila menerima dengan
anggapan sebelumnya, maka berarti bahwa usaha
penyembuhan dengan minum obat adalah sebab kesembuhan
penderita. Bila menolak anggapan sebelumnya, berarti bahwa
do’a itu sebetulnya termasuk salah satu faktor penyebab yang
mempengaruhi tatanan material. Tatanan material
dikendalikan oleh tatanan spiritual. Nabi SAW telah bersabda
bahwa sesungguhnya do’a adalah bagian dari takdir Allah dan
do’a memiliki ketetapan dapat mengubah takdir (HR.
Hakim).82-85
Jadi sesungguhnya do’a dan pengobatan adalah bagian
dari sebab – sebab yang ada pada hukum kausalitas itu. Hanya
saja sebab itu ada yang terlihat dan ada yang tidak terlihat,
yang hanya dapat diketahui melalui pemberitahuan wahyu
Ilahi.82
Dr.Anne Mc Caffrey, staf H arvard Medical School,
Boston, Massachusetts dalam Journal of The American Medical
Association disebutkan telah memimpin penelitian tentang
tambahan do’a dalam terapi penyakit. Sekitar sepertiga dari
penduduk Amerika menambahkan do’a sebagai obat saat sakit.
Dalam sebuah studi yang melibatkan 2.055 dewasa muda,
35 % mengaku menggunakan do’a agar sehat. Studi ini
24 25
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
dilakukan selama oktober 1997 dan pebruari 1998. Dari
semua yang berdo’a 75 % mengaku ingin mendapatkan
kesehatan yang lebih baik.Sementara 22 % lainnya berdo’a
untuk mencapai aspek kesehatan tertentu, 69 % mengatakan
efektif. Sedangkan survey yang dilakukan oleh majalah Time
dan CNN tahun 1996 menyebutkan, bahwa pengaruh positif
do’a dalam terapi penyakit sampai 64 %.11,85
Terlepas diterima atau tidaknya do’a, dengan berdo’a
tejadi interaksi dengan Allah berupa dzikrullah. Dengan
dzikrullah akan timbul ketenangan yang dapat mengelolah
kecemasan, termasuk kecemasan prabedah, yang berarti
dengan berdo’a diharapkan sebagai pre emptive cognitive
analgesia.19,70,85
Do’a-doa dalam terapi para ulama telah bersepakat dalam
menggunakan do’a dalam terapi, jika memenuhi beberapa
unsur seperti yang tertulis dalam Fathul Bari : 10/195 dan
Fatawa al-Allamah Ibnu Baz 2/384, antara lain dengan
menggunakan kalam Allah atau dengan nama-namanya, sifatsifatnya,
dengan menggunakan kalam Nabi SAW, dengan
menggunakan bahasa arab atau bahasa lain yang dapat
dimengerti atau dipahami maksudnya serta dengan keyakinan
yang tinggi bahwa sesungguhnya hanyalah karena izin
perkenan dan kuasa Allah semata kesembuhan penyakit dapat
terjadi (QS.26:80) karena do’a atau sejenisnya termasuk
dokter dengan terapi medis dan atau bedahnya hanyalah
perantara semata.57,86
Diantara yang sering dibaca adalah Basmalah, Al-Fatihah,
surat-surat pendek seperti surat Al-Ikhlas, Al-Alaq dan An-
Nas, disamping do’a-do’a lainnya.
Basmalah, menurut Ashshiddieqy 2002, adalah
mengharap semoga segala sesuatu yang akan seseorang lakukan
diberkahi Allah serta dapat dilaksanakan dan menerangkan
bahwa perbuatan itu dilakukan atas nama Allah.87,88
Utsman bin Abil’Ash RA suatu ketika datang menghadap
Nabi SAW dan memberitahukan bahwa dirinya menderita
sakit. Nabi SAW kemudian bersabda, “Letakkan tanganmu
pada yang terasa sakit, kemudian katakanlah : Bismillah (Dengan
nama Allah) sebanyak tiga kali dan ucapkanlah do’a ini sebanyak
tujuh kali: A’uzu bi ‘izzatil-llaahi waqudraatihi min syarri maa
ajidu wa uhaadziru (Aku berlindung kepada Allah dengan
kekuasaan-Nya dari kejahatan sesuatu yang aku dapatkan dan
aku khawatirkan).” (HR. Muslim). Menurut riwayat yang
lain, do’a terapi yang diucapkan Nabi SAW tersebut selain
untuk diri sendiri, do’a tersebut juga berguna untuk mengobati
orang lain jika tengah menderita sakit.88-92
Tentang Al-Fatihah, Nabi SAW berkata kepada Jabir bin
Abdillah, “Wahai Jabir, maukah kuajarkan kepadamu surat yang
terbaik yang diturunkan oleh Allah dalam kitab suci-Nya?” Jabir
menjawab,”Demi ayah dan ibuku, aku mau.” Lalu Nabi SAW
mengajarinya surat Al-Fatihah dan berkata,”Ia (Al-Fatihah)
adalah obat dari segala penyakit, kecuali kematian.” 93
Nabi SAW bersabda,”Membaca surat Al-Fatihah sebanyak
tuju kali adalah obat dari segala penyakit.” Riwayat lain dalam
salah satu hadis, bahwa siapa yang menderita suatu penyakit,
maka hendaknya ia membaca Al-Fatihah sebanyak tuju kali,
dan jika belum juga sembuh, hendaknya ia membaca sebanyak
tuju puluh kali, insya Allah akan sembuh.” 93,94
Diriwayatkan sejumlah sahabat Nabi SAW datang ke
suatu desa orang Arab. Namun kedatangan sahabat Nabi SAW
tersebut tidak diterima dengan baik oleh penduduk desa Arab
itu karena pemimpinnya tengah mendapat musibah sakit.
“Apakah diantara kalian ada yang mempunyai obat untuk
menyembukan pemimpin kami?” Tanya salah seorang warga desa
kepada para sahabat. Para sahabat menjawab,”Kalian tidak
menerima kami sebagai tamu. Kami tidak akan mengobati
pemimpin kalian sebelum kalian memberikan sesuatu kepada
kami.” Menanggapi permintaan para sahabat Nabi SAW, warga
desa itu memberikan beberapa ekor kambing. Salah seorang
sahabat kemudian membacakan Ummul Qur’an (Surat Al-
Fatihah). Tidak berapa lama kemudian pemimpin desa yang
menderita sakit tersebut sembuh.57,95,96
26 27
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Warga desa Arab itu takjub dan gembira kemudian
memberikan kambing-kambing mereka.”Kami akan bertanya
dahulu kepada Nabi SAW,” jawab para sahabat menanggapi
pemberian warga desa Arab itu. “Jika Nabi SAW mengijinkan,
maka baru akan kami ambil kambing-kambing itu.” Para sahabat
kemudian menghadap Nabi SAW dan mengabarkan peristiwa
yang mereka alami. Mendengar penuturan para sahabatnya,
Nabi SAW nampak tertawa dan berkata, “Siapa yang
memberitahukan kepadamu, bahwa ayat itu obat? Ambillah
kambing itu dan beri saya sebagian!” 54,95,.97
Satu peristiwa yang hampir serupa dengan peristiwa
tersebut diatas juga terjadi pada diri sejumlah sahabat Nabi
SAW, seperti yang dituturkan oleh sahabat Ibnu Abbas RA
dan tercatat pada kumpulan hadis shahih riwayat Bukhari.
Menurut penuturan Ibnu Abbas RA sejumlah sahabat Nabi
SAW suatu ketika tengah berjalan melewati tempat
pengambilan air. Di tempat itu ada seseorang yang nampak
kesakitan akibat disengat binatang berbisa. Salah seorang yang
berada di tempat tersebut kemudian mendatangi para sahabat
Nabi SAW. Salah seorang sahabat mendatangi laki-laki yang
tengah kesakitan tersebut. Ia membacakan surat Al-Fatihah
di dekat si sakit. Tidak berapa lama kemudian si sakit tersebut
sembuh.57,96,97
Ibnu Qayyim menceritakan, bahwa ketika beliau berada
di Mekkah beliau menderita suatu penyakit. Ketika itu di
sekitar tempat beliau berada tidak ditemui adanya
obat.”Kemudian aku mengobati diriku sendiri dengan surat Al-
Fatihah.”, demikian penjelasan Ibnu Qayyim.”Aku kemudian
mengambil seteguk air zamzam, lalu aku bacakan surat Al-
Fatihah pada air tersebut secara berulang-ulang. Ternyata, aku
menyaksikan betapa besar khasiat Ummul Qur’an itu, karena
lantaran itulah aku sembuh total dari penyakit yang kuderita.”
Ibnul Qayyim akhirnya memutuskan cara penyembuhan
dengan menggunakan ayat-ayat-Nya untuk obat penyembuh.
Beberapa orang yang datang ke Ibnu Qayyim dengan
mengutarakan aneka penyakit yang tengah mereka derita,
beliau sarankan juga untuk berobat kepada Allah melalui
firman-firman-Nya dan kebanyakan dari mereka dapat
sembuh total karenanya. Ibnul Qayyim mengatakan,
“Barangsiapatidak disembuhkan Al-Qur’an, maka niscaya Allah
juga tidak menyembuhkannya.”57,98,99
Tentang surat Al-Ikhlas, Al-Alaq, An-Nas/Mu’awwiddzat,
terdapat riwayat yang menunjukkan perilaku Nabi SAW ketika
beliau sedang menderita sakit, seperti satu hadis yang
bersumber dari Ummul Mukminin, Aisyah RA, “Bahwa Nabi
SAW apabila telah berbaring di atas kasurnya, beliau
mengumpulkan kedua telapak tangannya, kemudian meniupnya
sambil membaca ketiga mu’awwidzat (Qul huwwallaahu
ahad,Qul a’udzu bi rabbil-falaq, Qul a’udzu bi rabbin-naas).
Kemudian beliau mengusap kedua telapak tangannya kepada
seluruh anggota badan yang dapat dicapainya. Beliau memulai
dari kepala, wajah dan bagian depan dari badannya. Hal ini
beliau lakukan tiga kali. Kemudian Aisyah RA berkata, “Ketika
aku sakit, Nabi SAW menyuruhku berbuat seperti itu.” (HR.
Bukhari Muslim).57
Terdapat riwayat berkenaan dengan diri Nabi SAW,
“Apabila beliau ditimpa sebuah penyakit, beliau membaca ketiga
muawwidzat itu kemudian menyembur.” Adapun cara
menyembur yang dilakukan Nabi SAW dalam hadis tersebut,
salah seorang perowi hadis beliau, Az-Zuhri
menjelaskan,”Beliau menyembur kedua tangannya kemudian
diusapkan kepada wajahnya.”57
Dari Qur’an dan hadis do’a-do’a terapi lain banyak
disebutkan mulai dari do’a-do’a terapi secara umum sampai
dengan do’a-do’a terapi penyakit khusus, seperti tercantum
juga di buku Alma’tsurat Hasan Al Banna,”Allahumma ‘aafinii
fii badanii” (Ya Allah sehatkanlah badanku), dan lain-lain.57,100
28 29
NURUL KAWAKIB NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Pendekatan Spiritual dan Do’a Prabedah
serta Mekanisme Coping
Pendekatan spiritual dengan mengetahui aspek-aspek
spiritual (Islam) tentang sakit dan terapi serta berdo’a
prabedah merupakan pre emptive cognitive analgesia prabedah
karena mengelola kecemasan prabedah, diduga dapat
menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan
mengefektifkan mekanisme coping. Respon emosi yang positif
dapat menghindarkan reaksi stres.19,22,101
Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh penting
terhadap kejadian yang menimbulkan stres adalah mekanisme
coping ( coping mechanism ) atau penggunaan strategi
penanggulangan adaptif. Respon individu terhadap stres,
dengan mekanisme coping yang positif dan efektif dapat
meredakan atau menghilangkan stres. Sebaliknya mekanisme
coping yang negatif dan tidak efektif dapat memperburuk
stres.22,101
Mekanisme coping adalah suatu mekanisme untuk
mengatasi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme
coping ini berhasil maka orang tersebut dapat beradaptasi
terhadap perubahan tersebut atau akan merasakan beban berat
menjadi ringan. Mekanisme coping ini dapat dipelajari, sejak
awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari
stresor tersebut. Kemampuan mekanisme coping setiap orang
tergantung dari persepsi dan kognisi terhadap stresor yang
diterima. Mekanisme coping terbentuk melalui kemampuan
menyesuaikan diri pada pengaruh faktor internal dan
eksternal.22,101
Dalam mengontrol respon emosi dapat diupayakan
dengan beberapa alternatif strategi. Taylor menganjurkan
strategi kognitif redifinisi (cognitif redefinition), dimana
penderita dibantu untuk melihat masalah dari sisi pandangan
yang lebih positif. Sedangkan Lazarus menganjurkan
strategi cognitive restructuring yaitu upaya merubah persepsi
menjadi lebih realistis dan konstruktif tentang stresor.22,101
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah pada penderita
memenuhi dua strategi tersebut, karena esensi manfaat yang
dapat diperoleh dari pendekatan spiritual dan do’a sendiri
adalah hidup realistis, selalu optimis dalam menghadapi
problema hidup yang dihadapi, sehingga penderita tetap
konstruktif. “Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanya
diperuntukkan kepada Allah (QS.6: 162). Allah itu Maha
Pengasih dan Penyayang (QS.1:1). Tidak ada satu pun makhluk
di muka bumi ini yang bisa menyebabkan mudarat dan
menambahkan keuntungan, selain izin Allah (QS.9:51).19,22,101
Salah satu faktor utama yang menentukan apakah suatu
rangsang atau kondisi yang tidak menyenangkan dapat
menimbulkan reaksi stres atau tidak, sangat dipengaruhi oleh
beberapa kemampuan individu dalam mengendalikan kondisi
tersebut. Jika penderita dapat menghayati makna pendekatan
spiritual dan do’a prabedah, dimungkinkan dapat mampu
mengendalikan berbagai kondisi yang ia hadapi, termasuk
musibah yang menimpa dirinya. Artinya pendekatan spiritual
dan do’a dapat mengefektifkan coping. Coping didefinisikan
sebagai upaya untuk mengatasi dan mengendalikan kondisi
yang dimiliki sebagai stresor. Dengan demikian pendekatan
spiritual dan do’a prabedah diharapkan mengelola stres
prabedah dan menurunkan nyeri pasca bedah.22,101
Pendekatan Spiritual dan Do’a sebagai
Kontrol Kognitif dalam Pengendalian
Nyeri
Untuk menjelaskan peran pendekatan spiritual dan do’a sebagai
kontrol kognitif dalam pengendalikan nyeri dapat dipakai
teori gate control. Interaksi antara pusat kognisi di korteks
serebri dan sistim motivasi afektif, sistim limbik (hipokampus,
amigdala) dan hipotalamus serta pengalaman emosional yang
30 31
NURUL KAWAKIB
tidak menyenangkan dari korteks frontal menghasilkan
persepsi dan respon emosi terhadap masukan rangsang nyeri.22
Kontrol kognisi dapat langsung mempengaruhi neuron
di tingkat medula spinalis. Sedangkan pengaruh sistim
motivasi afeksi di proyeksikan ke tanduk dorsal medula spinalis
lewat sistim hambatan endogen.22
Jadi nyeri yang dirasakan tidak tergantung hanya pada
intensitas rangsang (komponen sensoris), tetapi ditentukan
juga oleh kontrol kognisi (komponen afeksi). Pendekatan
spiritual dan do’a adalah upaya mempengaruhi kontrol kognisi
dengan merubah persepsi dan respon emosi terhadap rangsang
nyeri.22
Nyeri sebagai Stresor Psikis dan Respon
Hormon Neuroendokrin
Canon 1929 mendefinisikan stres adalah reaksi terhadap
stresor. Sedangkan stresor adalah semua kondisi yang
dipersepsikan mengancam atau tidak diinginkan Amigdala
adalah bagian dari sistim limbik yang bertanggungjaqwab
tentang rangsang yang disertai emosi negatif atau rangsang
yang tidak diinginkan.22,38-40
Amigdala menerima informasi mengenai rangsang nyeri
dari korteks serebri yang merupakan pusat kognisi dan asosiasi
sistim sensoris, talamus maupun hipokampus yang
bertanggungjawab tentang proses belajar dan mengingat.
Umpan balik dari amigdala ke korteks frontal dan hipokampus
menimbulkan kesadaran tentang respon emosi dan
penyesuaian sikap. Kemudian secara integral amigdala
menyebabkan sekresi Corticotropin Releasing Hormon (CRH)
dari hipotalamus, yang selanjutnya menggiatkan aksis
Hypophyse Pituitary Adrenal (HPA) dan sistim otonom. Jadi
walaupun yang menimbulkan nyeri adalah rangsang fisik,
sekresi hormon neuroendokrin atau hormon stres tergantung
persepsi dan respon emosi terhadap rangsang nyeri karena
nyeri juga merupakan stresor psikis. Hormon neuroendokrin
NYERI, PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
itu antara lain kortisol yang dapat dipakai sebagai indikator
reaksi stres.19,22,25
Kortisol merupakan hormon yang disekresi oleh
kelenjer adrenal. Sekresi kortisol diatur oleh adrenocorticotropic
hormons (ACTH). Selain oleh ACTH, sekresi kortisol juga
dipengaruhi oleh rangsangan otak sebagai respon terhadap
stres. ACTH merupakan faktor utama dalam pengaturan
sekresi kortisol. Sedangkan ACTH sendiri diatur oleh
corticotropin releasing hormon (CRH) dan neurotransmiter.
Keadaan stres, ACTH meningkat. ACTH yang meningkat
dapat mengaktifkan korteks adrenal untuk mensekresi hormon
kortisol. Kortisol beredar dalam darah, dengan kadar dalam
serum antara 2,5 – 25 mg/dl.19,22,25,102
32 33
Bagian Kedua
PENGARUH PENDEKATAN
SPIRITUAL DAN DO’A
PRABEDAH TERHADAP
NYERI PASCABEDAH
Emosional positif
Dapat menghindarkan reaksi stress
—Rehatta N.M.
34 35
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Kerangka Konsep Penelitian
Hipotesis Penelitian
1.
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan nyeri
pascabedah.
2.
Pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan
sekresi hormon kortisol.
Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pendekatan spiritual dan do’a prabedah terhadap nyeri
pascabedah maka bentuk penelitian ini adalah eksperimental,
dengan rancangan penelitian randomized pre test post test control
group design.103
Populasi yang diteliti adalah penderita dengan patah tulang
paha (os femur) tertutup yang akan mengalami pembedahan
terencana dengan anestesi umum di Gedung Bedah Pusat
Terpadu (GBPT) RSU Dr. Soetomo. Seleksi sampel dilakukan
dengan consecutive sampling, sampai besar sampel terpenuhi.
Perkiraan besar sampel adalah sebagai berikut :
n1 = n2 = 2( z1/2a+ zb)2S2
(µ1 -µ2)2
S : Simpang baku = 0,31
Z1/2a à Nilai baku distribusi normal pada a : 0,05 = 1,96
Zb à Nilai baku distribusi normal pada b : 0,20 = 0,84
µ1: rerata kelompok perlakuan = 1,32
µ2: rerata kelompok kontrol = 0,90
Besarnya S, µ1 dan µ2 sesuai dengan penelitian dengan
kajian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.22,104
Jadi besar sampel
:
n = 2 X 0,32 (1,96 + 0,84)
2
( 1,32 -0,90)
2
n = 8,52 (dibulatkan menjadi 9)
GAMBAR 3 :
KERANGKA KONSEP PENELITIAN Jadi total sampel : 18 ( 9 sampel kelompok perlakuan dan 9
sampel kelompok kontrol).
36
37
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Kriteria Inklusi
1.
Agama Islam.
2.
Usia > 18 tahun.
3.
Pendidikan terendah tamatan Sekolah Menengah Pertama.
4.
Penderita dengan patah tulang paha tertutup yang akan
mengalami pembedahan berencana dengan anestesi
umum.
5.
Termasuk kelompok katagori status fisik 1 menurut
American Society of Anesthesiologist (ASA).105
6.
Penderita bersedia ikut dalam penelitian dengan
menandatangani informed consent penelitian (lampiran I).
Kriteria Eksklusi
1.
Penderita memiliki kontra indikasi medis untuk dilakukan
operasi.
2.
Penderita diketahui menggunakan analgesik selain analgesik
protokol.
3.
Penderita menarik diri dari keikutsertaan dalam penelitian.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan
spiritual dengan aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit
dan terapi yang dilakukan oleh peneliti dan subyek berdo’a
prabedah.
Variabel Tergantung
1.
Nyeri pasca bedah
2.
Kortisol
Definisi Operasional
Yang dimaksudkan pendekatan spiritual dan do’a adalah
pendekatan dengan aspek-aspek spiritual (Islam) tentang sakit
dan terapi secara perorangan dengan tatap muka antara subyek
penelitian dengan peneliti, dilaksanakan komunikasi dengan
subyek, subyek berdo’a prabedah..
Komunikasi dilakukan secara lisan yaitu peneliti sebagai
sumber pesan secara sadar dan penuh perhatian, dengan
pendekatan aspek spiritual tentang sakit dan terapi serta
manfaat do’a, agar dapat mempengaruhi pikiran dan sikap
penerima pesan yaitu subyek penelitian karena peneliti ingin
menimbulkan persepsi dan motivasi positif terhadap
pembedahan dan nyeri. Tujuan ini dicapai dengan membantu
mengatasi kecemasan situasional dan meningkatkan strategi
coping kognitif subyek.
Sesuai tujuan, pokok bahasan dalam komunikasi tersebut
adalah diskusi tentang sakit penderita dan upaya terapi
pembedahan yang akan dijalani. Diskusi ini berupaya
menimbulkan persepsi dan motivasi positif mengenai sakit,
terapi pembedahan dan nyeri dihubungkan dengan
kebutuhan spiritual, aspek spiritualitas (Islam) tentang sakit
dan terapi, serta manfaat do’a dalam terapi penderita.
Penyampaian informasi tentang spiritualitas (Islam) sakit dan
terapi pembedahan, sakit sebagai cobaan, adab dikala sakit
dan legalitas (Islam) terapi medis dan bedah serta penjelasan
rasa nyeri yang akan dirasakan. Komunikasi lesan spiritualitas
Islam tentang sakit dan terapi yang seharusnya diketahui oleh
setiap orang Islam yang mengalami sakit (lampiran II). Selain
komunikasi dengan lisan secara “face to face”, juga komunikasi
dengan tulisan dengan memberikan subyek buku “Adab dikala
Sakit” Aa Gym.
Subyek berdo’a prabedah, minimal do’a yang setiap
orang Islam hafal, Basmalah, surat Al-Fatihah dan Mu’
awwidzat (Qul huwwallaahu ahad,Qul a’udzu bi rabbil-falaq,
Qul a’udzu bi rabbin-naas). Basmallah (Bismillah) diucapkan
sebanyak tiga kali setiap kali mengalami sakit, surat Al-Fatihah
diucapkan setiap pagi bangun tidur dan akan tidur dan
Mu’awwidzat diucapkan setiap akan tidur. Subyek diberi
tulisan do’a tersebut (lampiran III) dan do’a-do’a lain yang
tersebut dalam buku “Do’a dan Zikir Rasulullah SAW pagi
dan sore hari (Al-Ma’tsurat) Hasan Al Banna dilengkapi dengan
Asma’ul Husna”.
Pertemuan dan pelaksanaan dilakukan sejak subyek
penelitian Masuk Rumah Sakit (MRS), memenuhi kriteria
pada seleksi penderita dan dilakukan tiga kali pertemuan
38
39
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
prabedah. Pertemuan dengan tatap muka selama 30 – 45
menit setiap kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang
terakhir saat akan operasi ke GBPT.
Yang dimaksud dengan nyeri adalah intensitas dimana
seseorang merasakan atau mengeluh nyeri. Dalam penelitian
ini nyeri dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik
penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali
dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri
(10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0
hingga 10 (gambar 4).
Gambar 4 :
Skala Analogi Visual (Sumber : Cole BE. Pain Management, Classifying,
Understanding, and Treating Pain. June 2002. Available from : URL :
htpp:// www.turner-white.com. 2004 Dec 24;08.49 pm).
Subyek mengkuwantifikasi rasa nyeri dengan menandai
angka numerik yang tertera..Kuwantifikasi berdasar dari nyeri
yang dirasakan subyek. 0 berarti tidak nyeri, 1 – 3 berarti
nyeri ringan dan tidak mengganggu tidurnya, 4 – 6 berarti
nyeri sedang dengan subyek merasa mengganggu tidurnya
tapi masih bisa tidur, 7 – 10 berarti nyeri berat dengan subyek
merasa mengganggu tidurnya sampai tidak bisa tidur
(lampiran IV).
Analgesia yang digunakan adalah analgesia protokol yang
digunakan di SMF Orthopaedi RSU Dr. Soetomo yaitu
tramadol (tragesic) intravenous 100 miligram 3 kali perhari
sesuai dosis.106,107
Yang dimaksud kortisol adalah variabel neuroendokrin
yang mencerminkan ukuran reaksi stres. Pemeriksaan kortisol
(µg/dl) menggunakan metode Fluorescense Polarization
Immuno Assay (FPIA), dilakukan di Laboratorium Prodia
Surabaya dan Jakarta.Untuk pemeriksaan kortisol, sampel
darah diambil pada satu jam sebelum pembedahan (prabedah)
dan setelah penderita sadar dari pengaruh anestesi
(pascabedah).
Alur Penelitian
Gambar 5 : Alur Penelitian
40 41
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Tempat Penelitian
1.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya
2.
GBPT RSU Dr. Soetomo Surabaya
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai Mei sampai dengan Juli 2005
atau sampai besar sampel terpenuhi.
Alat dan Bahan
1.
Lampiran ringkasan komunikasi lesan spiritual Islam
tentang sakit dan terapi, serta Buku “Adab Dikala Sakit”
Aa Gym.
2.
Lampiran lafal dan cara do’a, serta buku “Do’a dan Zikir
Nabi SAW, Al-Ma’tsurat” H asan Al Banna.
3.
Cara pengukuran intensitas nyeri (VAS/Visual Analog
Scale).
4. Lembar pengumpul data.
Prosedur Penelitian
1. Tahap I : seleksi sampel
Seleksi awal dilakukan oleh peneliti. Subyek memenuhi
kriteria sampel dan bersedia ikut dalam penelitian dengan
menandatangani informed consent penelitian.
2. Tahap II : Pembagian kelompok
Pembagian kelompok dilakukan randomisasi untuk
alokasi kelompok perlakuan dan kontrol. Randomisasi dengan
non probability sampling yaitu secara consecutive sampling, setiap
penderita yang datang dan memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian, dilakukan selang seling secara
berurutan menjadi kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
Pada kelompok perlakuan dilakukan pendekatan spiritual oleh
peneliti, subyek berdo’a. Pada kelompok kontrol dilakukan
pemeriksaan rutin prabedah oleh peneliti. Pertemuan dan
pelaksanaan dilakukan sejak subyek penelitian MRS, dilakukan
tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan dengan tatap muka
selama 30 – 45 menit, setiap kali pertemuan, tiga kali saat
prabedah dan yang terakhir saat akan berangkat operasi ke
GBPT.
3. Tahap III : Pembedahan
Pembedahan dilakukan pagi hari. Prabedah, satu jam
sebelum pembedahan diambil sampel darah untuk pengukuran
hormon kortisol. Pascabedah, setelah penderita sadar dari
pengaruh anestesi, diambil sampel darah untuk pengukuran
hormon kortisol. Pengambilan sampel darah prabedah
dilakukan pagi hari antara jam 07.00 sampai jam 09.00,
sedangkan pengambilan sampel darah pascabedah dilakukan
antara jam 10.00 sampai jam 12.00. Sampel darah dikirim ke
Laboratorium Prodia.
4. Tahap IV: Penilaian Intensitas Nyeri
Penilaian intensitas nyeri dilakukan pada hari ke 1, 2,
dan 3 pasca bedah oleh penderita. Dalam penelitian ini nyeri
dinilai dengan skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik
penilaian nyeri dengan menggunakan garis yang diawali
dengan tanda tidak nyeri (0) dan diakhiri dengan sangat nyeri
(10). Diantara keduanya ditandai dengan angka numerik 0
hingga 10. Subyek mengkuwantifikasi rasa nyeri dengan
menandai angka numerik yang tertera. Kuwantifikasi berdasar
dari nyeri yang dirasakan subyek. 0 berarti tidak nyeri, 1 – 3
berarti nyeri ringan dan tidak mengganggu tidurnya, 4 – 6
berarti nyeri sedang dengan subyek merasa dan mengganggu
tidurnya tapi masih bisa tidur, 7 – 10 berarti nyeri berat
dengan subyek merasa mengganggu tidurnya sampai tidak
bisa tidur.Bila penderita kesulitan saat penilaian intensitas
nyeri dengan VAS, penderita dibantu asisten peneliti (dr.
Djoko Soelistijono). Asisten peneliti tidak mengetahui
penderita termasuk kelompok perlakuan atau kelompok
kontrol.
42
43
NURUL KAWAKIB
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Cara Pengolahan dan Analisa Data
Uji statistik yang digunakan untuk menjawab masalah
sesuai tujuan dan hipotesis penelitian adalah :
Uji Normalitas
Data yang sudah terkumpul dilakukan analisis secara
diskriptif untuk mengetahui kwalitas data. Sebelum dilakukan
analisis data dengan menggunakan uji statistik, dilakukan uji
normalitas dengan uji Kolmgorov Smirnov.
Uji Homogenitas
Dilakukan uji homogenitas antara kelompok perlakuan
dan kontrol untuk mengetahui adanya pengaruh variabel
perancu.
Uji Beda
1.
Untuk membandingkan perubahan kortisol antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol digunakan
uji t 2 sampel bebas.
2.
Untuk membandingkan VAS antara kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol pada pengamatan hari ke I, 2, 3
digunakan uji Mann-Whitney.108
Pengaruh Pendekatan Spiritual dan Do’a
Prabedah terhadap Nyeri Pascabedah
Hasil Seleksi Sampel
Sampel diambil secara consecutive sampling dari pasien
RSU Dr. Soetomo yang datang dengan patah tulang paha
tertutup, memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam
penelitian.
Selama kurun waktu Mei 2005 hingga Juli 2005 didapat
22 sampel yang memenuhi kriteria inklusi tetapi 4 sampel
tidak dapat diikutkan dalam penelitian karena minta dilakukan
terapi di daerah (kabupaten) dimana penderita asli bertempat
tinggal dan 18 sampel yang dapat diikutkan penelitian
Data Karakteristik Sampel
Semua sampel beragama Islam, suku Jawa, pendidikan
terendah tamatan Sekolah Menengah Pertama, tertingggi
mahasiswa dan usia 18 – 40 tahun dengan data dasar normal
kecuali pada status lokalis patah tulang paha. Sampel
dilakukan tindakan pembedahan dan pemeriksaan variabel
tergantung (tabel 1, lampiran V, VI).
Tabel 1 : Karakteristik Sampel
Variabel Perlakuan Ko ntrol U ji Statistik N ilai p
U mur (X ± SD ) 26,2 ± 8,1 23,0 ± 4,3 t 2 sampel 0,311
BB (X±SD) 59,7 ± 13,1 52,0 ± 4,8 t 2 sampel 0,130
Jenis kelamin
- Laki-laki (%) 6 (66,7 %) 7 (77,8 %) X2 1,000
- Wanita (%) 3 (33,3 %) 2 (22,2 %)
Pendidikan
- SMP (%) 2 (22,2%) 2 (22,2 %) Mann Whitney 0,796
- SMA (%) 5 (55,6 %) 6 (66,7 %)
- S1 (%) 2 (22,2 %) 1 (11,1 %)
Uji Normalitas
Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test
menunjukkan data prabedah dan pasca bedah berdistribusi
normal (lampiranVII).
Uji Homogenitas
Untuk keacakan kedua kelompok penelitian dilakukan
uji homogenitas terhadap variabel umur, berat badan (BB),
jenis kelamin dan pendidikan. Pada uji homogenitas dengan
uji t 2 sampel pada variabel umur dan berat badan, uji X2
pada variabel jenis kelamin, uji Mann Whitney pada variabel
pendidikan didapatkan pada kedua kelompok tidak berbeda
bermakna (tabel 1).
44
45
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
Analisis Data Prabedah
Analisa tahap ini untuk mengetahui pengaruh pendekatan
spiritual dan do’a terhadap reaksi stres prabedah. Pengaruh
pendekatan spiritual dan do’a dinilai dari data indikator stres
yaitu kortisol prabedah.
Hasil uji t 2 sampel pada perubahan kortisol prabedah
menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua
kelompok (p = 0,003) yaitu p < 0,05. (tabel 2). Tabel 2
menunjukkan bahwa pendekatan spiritual dan do ’a
berpengaruh terhadap reaksi stres prabedah. Rerata kortisol
kelompok pendekatan spiritual dan do’a (14,8 ± 1,9) lebih
rendah dibanding kelompok kontrol (19,3 ± 3,3).
Jadi dapat disimpulkan pada kelompok pendekatan
spiritual dan do’a peningkatan kortisol prabedah secara
bermakna lebih kecil.
Tabel 2 : Perubahan Kortisol Prabedah dan Pascabedah pada
Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Prabedah 14,8 ± 1,9 15,3 ± 1,7 t 2 sampel 0,003
(X ± SD)
Pascabedah 19,3 ± 3,3 25,2 ± 5,6
(X ± SD)
Analisis Data Pascabedah
Analisa tahap ini untuk mengetahui perbedaan reaksi stres
nyeri dan hubungannya dengan kedua kelompok penelitian
pada periode pascabedah. Reaksi stres nyeri dicerminkan oleh
variabel kortisol, sedangkan intensitas nyeri pascabedah dengan
visual analog scale (VAS).
Hasil uji t 2 sampel dari variabel kortisol menunjukkan
perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p = 0,003)
yaitu p < 0,05. (tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa
pendekatan spiritual dan do’a berpengaruh terhadap reaksi
stres pascabedah. Rerata kortisol (15,3 ± 1,7) kelompok
dengan pendekatan spiritual dan do’a secara signifikan lebih
rendah dibanding rerata kortisol (25,2 ± 5,6) kelompok
kontrol. Selisih kortisol prabedah dan pascabedah juga
menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok
(p = 0,014) yaitu p < 0,05 (tabel 3). Intensitas nyeri berdasar
data visual analog scale menunjukkan perbedaan yang
bermakna baik pada hari ke 1, 2 maupun hari ke 3 (p = 0,0001)
yaitu p < 0,05. (tabel 4).
Jadi dapat disimpulkan pada kelompok pendekatan
spiritual dan do’a, kortisol pascabedah secara bermakna lebih
kecil dan VAS menunjukkan perbedaan bermakna.
Tabel 3 : Perbedaan Selisih Kortisol Prabedah dan
Pascabedah antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Selisih Kortisol 0,47 ± 2,3 5,9 ± 5,1 t 2 sampel 0,014
Pra & Pascabedah
(X ± SD)
Tabel 4 : Perbandingan Visual Analog Scale Pascabedah
pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
VAS hari ke: Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
(median) (median)
I 1 5 Mann-Whitney 0,0001
II 1 4 0,0001
III 1 3 0,0001
Pada analisis pascabedah ini disampaikan juga pembuktian
paradigma baru nyeri, bahwa intensitas nyeri yang dirasakan
tidak sebanding dengan luasnya kerusakan jaringan, dengan
46 47
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
membuktikan pengaruh jenis operasi dengan intensitas nyeri
pasca bedah yang dinilai dengan VAS hari I, II dan III.
Tabel 6 menunjukkan, dengan uji Mann-Whitney didapat
perbedaan VAS hari I, II dan III antara jenis operasi plating,
nailing, nailingplating pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Didapat hasil tidak berbeda bermakna (p
= 0,125; 0,099 dan 0,053) yaitu p > 0,05. Berarti intensitas
nyeri yang dirasakan tidak sebanding dengan luasnya kerusakan
jaringan, sesuai dengan perubahan paradigma nyeri dari teori
spesificity ke teori gate control dimana komponen afeksi diyakini
merupakan bagian integral nyeri.
Tabel 5 : Jenis Operasi antara Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol
Jenis Operasi Perlakuan Kontrol
Plating 7 (77,8 %) 3 (33,3 %)
Nailing -3 (33,3 %)
Nailingplating 2 (22,2 %) 3 (33,3 %)
Tabel 6 : Perbedaan VAS hari I, II dan III antara
Jenis Operasi Plating, Nailing dan Nailingplating
VAS hr.: Plating Nailing Nailingplating Uji Statistik Nilai p
(median) (med.) (med.)
I 2 6 3 Mann-Whitney 0,125
II 1 5 2 0,099
III 1 4 2 0,053
Pembahasan
Penelitian ini dirancang untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pengaruh pendekatan spiritual (Islam)
dan do’a prabedah terhadap nyeri pascabedah. Apakah
pendekatan spiritual dan do’a prabedah dapat menurunkan
intensitas nyeri pascabedah ? Apakah pendekatan spiritual dan
do’a prabedah dapat menurunkan sekresi hormon kortisol ?
Masalah tersebut muncul oleh karena adanya pemahaman
dikotomi di kalangan sekelompok orang yang
mempertentangkan agama pada satu sisi dan ilmu
pengetahuan di sisi yang lain. Kebenaran agama dipandang
sebagai suatu yang mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah.
Meskipun diakui tidak semua ajaran agama dapat dibuktikan
secara ilmiah.109
Untuk pemecahan masalah tersebut, dalam penelitian ini
digunakan rancangan penelitian eksperimental, dengan model
randomized pre test post test control group design.
Sebagaimana peran aspek psikologis, besarnya peran aspek
spiritual dan do’a dalam modulasi nyeri yang dipergunakan
untuk mengkaji pengaruh pendekatan spiritual dan do’a
terhadap nyeri adalah teori gate control.19,22
Menurut Melsack dan Casey 1986, terdapat proses
kontrol sentral yang merupakan fungsi komplementer antara
kontrol kognitif dengan sistim motivasi afektif yang mengatur
intensitas rangsang nyeri.22,35
Telah diketahui bahwa nyeri terdiri dua komponen yaitu
komponen sensoris dan komponen afeksi. Komponen afeksi
tidak dapat dikelola dengan cara pendekatan fisik atau
hambatan jalur sensoris. Oleh karena itu tujuan pendekatan
spiritual dan do’a dalam penelitian ini adalah mengupayakan
perubahan penilaian kognisi agar mempengaruhi komponen
afeksi.22,34
Afeksi terhadap nyeri adalah ekspresi kualitas respon emosi.
Agar terukur, dalam penelitian ini dipakai nilai intensitas nyeri
dengan menggunakan visual analog scale sebagai gambaran
afeksi terhadap nyeri.22,31
Pencapaian tingkat homogenitas penelitian ini ditempuh
dengan cara mengendalikan berbagai faktor yang
mempengaruhi komponen afeksi nyeri dan mempengaruhi
hasil pendekatan, antara lain budaya, intelegensia, pengalaman
48 49
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
terdahulu, arti nyeri dan adanya kecemasan. Oleh karena itu,
dengan kriteria inklusi diupayakan homogenitas faktor
predisposisi yaitu agama, suku bangsa dan pendidikan.
Pendekatan spiritual dan do’a pada penelitian ini terutama
mengupayakan dua hal yaitu menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan motivasi. Secara umum kecemasan merupakan
masalah yang paling banyak didapatkan pada masa
prabedah.22,38
Dari beberapa pengamatan klinik diketahui bahwa
komponen afeksi nyeri sangat erat berhubungan dengan
motivasi. Motivasi seperti juga proses kognitif menentukan
arahan sikap subyek ke arah positif atau negatif, sesuai
kebutuhan atau pengaturan internal yang berhubungan dengan
homeostasis. Oleh karena itu, motivasi yang menimbulkan
respon emosi positif akan menyebabkan terjadinya analgesia
endogen atau descending inhibition.22,32
Karena subyek akan mengalami pembedahan, target yang
ingin dicapai adalah menimbulkan motivasi positif dengan
menerima pembedahan sebagai upaya terapi untuk
mempercepat kembalinya kondisi normal. Target lainnya
adalah menghilangkan kecemasan yang merupakan suatu
prakondisi yang merugikan, dengan memberikan informasi
yang diperlukan serta hubungannya dengan spiritualitas dan
do’a. Upaya tersebut dimaksudkan untuk membantu strategi
coping kognitif subyek. Bila proses coping yang di upayakan
dengan pendekatan spiritual dan do’a berhasil, nilai stresor
berkurang sehingga reaksi stres biologis yang diakibatkannya
juga berkurang.19,22
Pendekatan spiritual dan do’a dilakukan sejak subyek
MRS, dilakukan tiga kali pertemuan prabedah. Pertemuan
dengan tatap muka selama 30 – 45 menit, setiap kali
pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang terakhir dilakukan
saat akan berangkat operasi. Dengan pendekatan perorangan
secara persuasif, diharapkan menimbulkan persepsi dan
motivasi positif tentang pembedahan dan nyeri sekaligus
menghilangkan pengaruh kecemasan.
Kortisol secara umum dipakai sebagai tolok ukur adanya
stres dalam tubuh. Dipilihnya kortisol sebagai variabel terukur
dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan praktis.
Karena kortisol mempunyai karakteristik pola sekresi
peningkatan dan penurunan yang lambat, sehingga mudah
untuk diukur. Sedangkan hormon stres lain, katekolamin
misalnya mempunyai pola sekresi peningkatan dan penurunan
spontanitas, sehingga sulit pengukurannya.19
Dari hasil uji 2 sampel terhadap indikator stres yaitu
kortisol prabedah (tabel 2) dan penilaian intensitas nyeri
dengan visual analog scale untuk nyeri pascabedah seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4 diketahui bahwa terdapat perbedaan
bermakna pada kelompok yang mendapatkan pendekatan
spiritual dan do’a dibanding kelompok kontrol.
Pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a, stres
prabedah lebih rendah, terbukti kortisol pada kelompok ini
lebih kecil secara bermakna dibanding kelompok kontrol.
Dengan demikian dapat disimpulkan pendekatan spiritual
dan do’a dengan metoda seperti dilaksanakan pada penelitian
ini dapat mengurangi reaksi stres prabedah.
Diketahui bahwa amigdala bertanggungjawab tentang
respon emosi terhadap nyeri. Pengendalian respon emosi
terjadi karena hubungannya dengan pusat kognitif, asosiasi
sensoris maupun hipokampus. Bila pendekatan spiritual dan
do’a menghasilkan memori positif, hipokampus akan
menyebabkan hambatan terhadap respon emosi amigdala oleh
neuron GABAergik. Diketahui terdapat banyak reseptor
benzodiazepine pada nukleus basolateral amigdala.7,22
Pendekatan spiritual dan do’a membantu mekanisme coping
terhadap stres yaitu dengan modulasi kognitif dan pada
penelitian ini terbukti dapat menghilangkan kecemasan dan
reaksi stres prabedah, akan menyebabkan supresi sekresi
carboline endogen sehingga meningkatkan reseptor GABA.
Efek hambatan GABA pada amigdala akan meredam respon
50 51
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
emosi terhadap nyeri atau dengan kata lain menurunkan
intensitas nyeri. Sedangkan area PAG selain menerima
masukan dari amigdala juga menerima informasi dari korteks
frontal dan hipotalamus sehingga reaksi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh proses kognitif, pengalaman masa lalu dan
motivasi. Bila pendekatan spiritual dan do ’a dapat
menimbulkan motivasi positif, terjadi pelepasan opiat
endogen, yang mana ikatannya pada neuron PAG akan
menyebabkan hambatan transmisi rangsang nosiseptif di
tingkat medula spinalis atau descending inhibition (lampiran
VII, VIII).7,22
Pendekatan spiritual dan do’a dapat menghilangkan
kecemasan, menimbulkan motivasi., memperbaiki respon
emosi sehingga membangkitkan hambatan nyeri endogen
dapat dibuktikan dengan menurunnya intensitas nyeri.
Hubungan reaksi stres prabedah dan intensitas nyeri dengan
penilaian visual analog scale pascabedah dapat terlihat dari
tabel 2 dan 4.
Pendekatan spiritual dan do’a selain mengurangi reaksi
stres, juga menurunkan intensitas nyeri. Intensitas nyeri
berdasar data visual analog scale kelompok pendekatan spiritual
dan do’a dan kelompok kontrol menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna (tabel 4).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan
do’a dapat mengurangi reaksi stres prabedah dan menurunkan
intensitas nyeri pascabedah sehingga merupakan preemptive
cognitive analgesia.
Hasil analisis pascabedah menunjukkan bahwa kortisol
sebagai indikator stres pascabedah (tabel 2) dan intensitas
nyeri yang dinilai dengan visual analog scale pascabedah (tabel
4) pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a berbeda
bermakna dengan kelompok kontrol. Kadar kortisol plasma
pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a lebih rendah
dibanding dengan kelompok kontrol. Karena kortisol plasma
menunjukkan adanya stresor nyeri berarti pada kelompok yang
mendapatkan pendekatanm spiritual dan do’a reaksi stres nyeri
lebih kecil dibanding kelompok kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan
do’a menyebabkan perubahan persepsi sehingga nyeri tidak
merupakan stresor. Kesimpulan ini memperkuat status
rangsang nyeri sebagai stresor psikis sebagaimana disebutkan
oleh Lazarus 1993.22
Dari uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan, dari
tabel 2 dapat dibuktikan bahwa pendekatan spiritual dan do’a
mengurangi reaksi stres, ditunjukkan oleh peningkatan kortisol
data pascabedah pada kelompok pendekatan spiritual dan do’a
lebih kecil dibandingkan kontrol.
Dengan demikian kesimpulan ini menjawab hipotesis
bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan
sekresi hormon kortisol.
Dari tabel 2 dan 4 dapat dibuktikan bahwa pada
kelompok pendekatan spiritual dan do’a berkurangnya reaksi
stres sejalan dengan menurunnya intensitas nyeri dengan visual
analog scale pascabedah. Berarti berkurangnya stres disertai
dengan intensitas nyeri yang lebih rendah. Kenyataan tersebut
menguatkan kedudukan nyeri sebagai stressor psikis karena
dengan menetapkan bahwa kerusakan jaringan menimbulkan
intensitas rangsang yang sama, adanya perbedaan intensitas
nyeri tersebut disebabkan adanya perbedaan persepsi dan
respon emosi tentang nyeri.
Dengan demikian kesimpulan ini menjawab hipotesis
bahwa pendekatan spiritual dan do’a prabedah menurunkan
intensitas nyeri pascabedah.
Meskipun disadari kebenaran ilmiah bersifat relatif, namun
dengan meyakini kebenaran wahyu bersifat absolut (QS.3:60),
maka peneliti optimis bahwa hasil penelitian ini membuktikan
akan kebenaran wahyu baik yang tertuang dalam Al-Qur’an
maupun H adis, seperti yang telah teruraikan pada latar
belakang penelitian ini. Sekaligus memberikan bahan renungan
kepada sinyalemen yang berpendapat bahwa kebenaran agama
52 53
NURUL KAWAKIB PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN DOA
mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah. 3. U ntuk m endapatkan hasil yang sebaik-baiknya,
Terdapat paradigma lama bahwa agama dinilai sebagai metode dan isi pendekatan spiritual dan do’a prabedah
suatu yang harus diterima secara dogmatik, yang terpisah h ar u s t er st r u kt u r d an t er en can a d en gan
dengan sains dan mustahil bisa dibuktikan secara ilmiah, memperhatikan faktor predisposisi maupun faktor
sehingga penyampaian pesan nilai-nilai agama sering dilakukan situasional yang mempengaruhi persepsi dan respon
dengan pendekatan yang bersifat normatif, ancaman dan emosi terhadap nyeri.
siksaan, bukan atas dasar bahwa ibadah itu suatu kebutuhan. 4. D iperlukan penelitian lanjutan untuk m engkaji
Dengan penelitian ini membuktikan bahwa kebenaran agama pengaruh pendekatan spiritual dan do’a prabedah ,
bisa dibuktikan secara ilmiah, sehingga dengan penelitian ini d en gan m em p er b an yak ju m lah variab el d an
pemahaman dikotomik ekstrim yang mereduksi agama dari memperbesar sampel.
sains tidak dibenarkan.
Sebagai kesimpulan penelitian dan jawaban hipotesis
penelitian ini adalah :
1. Pen d ekat an sp irit u al d an d o ’a p rab ed ah p ad a
kelompok perlakuan dapat menurunkan intensitas
nyeri pascabedah.
2. Pen d ekat an sp irit u al d an d o ’a p rab ed ah p ad a
kelompok perlakuan dapat menurunkan kadar kortisol
plasma sebagai respon terhadap stres.
Rekomendasi
Ber d asar kan h asil p en elit ian in i, yan g d ap at
direkomendasikan untuk pemanfatan adalah :
1. Pengelo laan n yeri harus ditujukan pada kedua
kom ponen nyeri yaitu kom ponen sensoris dan
komponen afeksi. Pendekatan spiritual dan do’a
prabedah merupakan salah satu metode yang terbukti
dapat mengurangi stres dan menurunkan intensitas
nyeri. Dengan demikian pendekatan spiritual dan do’a
prabedah dapat dikatagorikan sebagai preemptive
cognitive analgesia.
2. Pendekatan spiritual dan do’a seharusnya menjadi
bagian dari prosedur tetap persiapan prabedah karena
dapat sebagai preemptive cognitive analgesia.
54 55
Daftar Pustaka
1.
Yamani JK. Mukhtasar Tarikh Thariqat Ath Thib (trj.).
Bandung : CV Prakarsa Insan Mandiri;1993. p. 15 –
59.
2.
Turner HR. Science in Medical Islam, An Illustrated
Introduction (trj.). Bandung : Nuansa; 2004. p. 143
– 173.
3.
Ishom MB. Peranan Santunan Spiritual di Rumah Sakit
Islam. Dalam : Pratiknya AW, Sofro ASM, editors.
Islam, Etika dan Kesehatan. Jakarta : CV
Rajawali;1986. p. 257 – 71.
4.
Kawakib N. Santunan Spiritual Rumah Sakit. Surabaya
Post 1990 Oct 25; Sect.A:4 (kol.1-4).
5.
Bagir H. Ilmu Kedokteran Holistik : Sebuah Alternatif.
Dalam : Benson H, Proctor W. Beyond The Relaxation
Respone (trj.). Bandung : Kaifa; 2000. p. 9 – 19.
6.
Lumenta B. Dokter : Citra, Peran dan Fungsi.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius; 1989. p. 58 – 66.
7.
Wirjoatmodjo K. Uraian Singkat tentang Fisiologi dan
Psikologi Nyeri sebagai Landasan Praktis Pengelolaan
Nyeri Kanker.Dalam: Naskah Lengkap Care with
Competence Compassion & Commitment. PKB V
Kelompok Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri.2005
Sept 24;Surabaya,Indonesia.p.10–23
56
57
NURUL KAWAKIB
DAFTAR PUSTAKA
8.
Hawari D.Managemen Stres,Cemas dan Depresi.
Jakarta:FKUI;2002.p.115-66.
9.
Hawari D. Al-Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa. 3th ed. Yogyakarta : Dana Bahkti Prima
Yasa; 2004. p. 1 – 54.
10.
Idris DH. Pendekatan Kejiwaan bagi Penderita Sakit.
Dalam : Yafie A, Shihab Q, Idris DH. Hafidhuddin D,
RS Dharmais, editors. Sakit Menguatkan Iman, Uraian
Pakar Medis dan Spiritual. Jakarta. Gema Insani Press;
1996. p.49 – 59
11.
Beta FP. Tambahkan Do’a dalam Obat. Jawa Pos 2004
Apr 29; Sect. A : 31 (kol.1).
12.
Depag RI.Al-Jumanatul ‘Ali,Al-Qur’an &
Terjemahnya.Bandung:JArt; 2004.
13.
Haekal MH. Hayat Muhammad (trj). 12 nd ed. Jakarta:
Pustaka Litera Antar Nusa; 1990. p. 66 – 81.
14.
Amin MR. Pencerahan Spiritual : Sukses membangun
Hidup Damai dan Bahagia. Jakarta. Al-Maward Prima;
2002. p. iii – xiii.
15.
Nasr SH. Islamic Spirituality Foundations (trj.).
Bandung : Mizan; 2002. p.xix – 12.
16.
Muthahhari M. Thabathaba’i SMH . Light Within Me
(trj.). Bandung : Pustaka Hidayah; 2000. p. 19 – 75.
17.
Nasution AF. Thibburruhany atau Faith Healing :
Psikologi Iman dalam Kesehatan Jiwa dan Badan. Jakarta
: Eldine; 2001. p. 1 – 4.
18.
Alhaddad AA.Adab Suluk Al-Murid (trj.).Solo:Nur
Muhammad. 2002.p.5–8.
19.
Sholeh M. Pengaruh Salat Tahajjud Terhadap
Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh
Imunologik : Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi.
(Disertasi). Surabaya : Universitas Airlangga; 2000.
20.
Burkit HG, Quick CRG, Gatt D. Essential Surgery :
Problems, Diagnosis and Management. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone; 1996. p. 693 – 700.
21.
Sterns EE. Clinical Thinking in Surgery. New Jersey :
Appleton and Lange; 1988. p. 569 – 81.
22.
Rehatta NM. Pengaruh Pendekatan Psikologis Prabedah
Terhadap Toleransi Nyeri dan Respon Ketahanan
Imunologik Pascabedah.(Disertasi). Surabaya :
Universitas Airlangga; 1999.
23.
Sudarsa W, Sutjahyo RA. Peri-Operative Pain
Management. Naskah Lengkap Peri-Operative Course
Kolegium Ilmu Bedah, Kolegium Anestesiologi dan
Reanimasi Indonesia.2004 May 27 -30; Bandung,
Indonesia.
24.
Partoatmodjo L. Nyeri Neuropatik pada Penderita
Kanker. Dalam : Tri AY, editor. Naskah Lengkap PKB
III Kelompok Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri. 2003
Apr 26-27; Surabaya, Indonesia. p. 128 – 40.
25.
Gyton AC. Texbook of Medical Physiology. 9th ed.
Philadelphia : WB Saunders Co; 1996. p. 9225 – 1015.
26.
Woodruf R. Cancer Pain.Melbourne : Pharmacia &
Upjohn; 1996.p.4-12.
27.
Mander R. Pain in Childbearing and Its Control
(trj.).Jakarta:EGC;2004.p.2-73
28.
Cole BE. Pain Management, Classifying, Understanding,
and Treating Pain. June 2002. Available from: URL:
htpp://www.turner-white.com. 2004 Dec 24;08.49 pm.
29.
Fricton JR, Hathaway KM. Understanding Pain : A
Multidimensional Personal Experience. In : Fricton JR,
Kroening RJ, Hathaway KM, editors. TMJ and
Craniofacial Pain, Diagnosis and Management. 1st ed.
Tokyo : Ishiyaku EuroAmerica, Inc;1988. p. 11 – 18.
30.
Paris PM, Uram M, Ginsburg MJ. Physiological
Mechanisms of Pain. In : Paris PM, Stewart RD, editors.
58
59
NURUL KAWAKIB
DAFTAR PUSTAKA
Pain Management in Emergency Medicine. California:
Apleton & Lange; 1992. p. 3 – 15.
31.
White P. Pain Measurement. In : Warfield CA, editor.
Principles and Practice of Pain Management.Newyork:
McGraw Hill Inc; 1993. p. 27 – 37.
32.
Turk DC,Rudy TE, Boucek CD. Psychological Aspects
of Pain. In : Warfield CA, editor. Principles and Practice
of Pain Management.Newyork : McGraw Hill Inc;
1993. p. 43 – 50.
33.
Tejawinata RS, Benyamin PM, Tejawinata NRH,
Irmawati LI, Yuwana JFT. Recent Advances in
Multidisciplinary Pain Management. Procedings of
Doutch Foundation Post Graduate Medical Course in
Indonesia; 2000 jan 31 – feb 3; Surabaya, Indonesia.
34.
Sellers EM, Mount BM, BethuneGW, Chevalier IM,
Emeads JG, Machets RA, et al., editors. Cancer Pain, A
Monograph on the Management of Cancer Pain. Canada:
Minister of Supply and Services; 1984. p. 6 – 8.
35.
Bonica JJ. The Management of Pain. 2nd ed. London :
Lea & Febiger; 1990.p.2– 17.
36.
Bodin SC, Lieber PL. Peripherial Nerve Physiology,
Anatomy and Pathology. In : Simon SR. editor.
Orthopaedic Basic Science. 1st ed. Rosemont : AAOS;
1994. p. 325 –96.
37.
Snell RS. The Ascending Tracts at The Spinal Cord
and Brain. In : Snell RS.editor. Clinical Neuroanatomy
for Medical Students. 4th ed. Philadelphia : Lippincot;
1997. p. 341 – 57.
38.
Agoes A, Kusnadi HMA, Candra S. Teori dan
Manajemen Stres (Kontemporer dan Islam). Malang :
Taroda; 2003. p. 13 – 38.
39.
Alkaf I. Mengobati Stres dengan Zikir&Do’a.
Semarang : Alina Press. 2004; p.10 – 34.
60
40.
Seawad BL. Stress Management (trj.). Jakarta : EGC;
2004. p. 1 – 67.
41.
Nierenberg J, Janovic F. The Hospital Experience (trj.).
Semarang : Dahara Press; 1987. p. 355 – 75.
42.
Agustian AG. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ
Power, Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan. 4th ed.
Jakarta : Arga; 2004. p. xxvi – 36.
43.
Agustian AG. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual -ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun
Islam. Jakarta : Arga; 2001. p. 1 – 174.
44.
Zohar D, Marshall I. SQ : Spiritual Intelligence-The
Ultimate Intelligence (trj.). 6th ed. Bandung : Mizan;
2002. p. 3 – 15.
45.
Halimi S. Spiritualitas Muhammad SAW. Semarang :
Putra Mediatama Press; 2004. p. 21 – 47.
46.
Najati MU. Al-Hadiitsun-Nabawiy wa ‘Ilmun-Nafs
(trj). Jakarta : Mustaqiim; 2003. p. 34 – 43.
47.
Madjid N. Pintu-Pintu menuju Tuhan. Jakarta :
Paramadina. 1995;p.232 – 233.
48.
Kawakib N.Spiritualitas Islam. Radar Jember 2004 Oct
27.Sec.A: 29 (kol.1-5)
49.
Azzumaili ZM. Limaadza Ja’alallahu Almaradh (trj.).
Jakarta : Cendekia Sentra Muslim;2003. p. 63 – 173.
50.
Asdie AH. Sakit sebagai Media Da’wah. Dalam :
Pratiknya AW, Sofro ASM, editor. Islam, Etika dan
Kesehatan. Jakarta : CV Rajawali;1986. p. 305 – 309.
51.
Yafie A. Falsafah Sakit sebagai Cobaan. Dalam : Yafie
A, Shihab Q, Idris DH, Hafidhuddin D, RS Dharmais.
Sakit Menguatkan Iman, Uraian Pakar Medis dan
Spiritual. Jakarta : Gema Insani Press; 1996. p. 3 – 15.
52.
Kawakib N. Konsep Normatif Islam : Bagaimana Sikap
dan Perilaku Dokter ? Iqro’ 2nd ed. 1989 May. p. 16 – 18.
61
NURUL KAWAKIB DAFTAR PUSTAKA
53.
54.
Ebrahim AFM.O rgan Transplantation, Euthanasia,
Cloning and Animal Experimentation : An Islamic
View (trj.). Jakarta : Serambi; 2004. p. 36 – 40.
Sya’ban HA.Ayyub alaih assalam(trj).Yogyakarta:Mitra
Pustaka;2004.p.43-55
67.
68.
Sambas S, Sukaya T. Quantum do’a. Jakarta : Hikmah;
2003. p. 1 – 26.
Yahya H . Taking the Qur’an as A Guide Prayer in the
Q ur’an (trj.). Surabaya : R isalah Gusti; 2004. p. 110
– 137.
55. D ayyab AH , Qarqauz A. Ma’a al-Thibb Fi Al-Qur’an
Al-Karim (trj.). Jakarta : Restu Ilahi; 2004. p. 2 – 29.
69. Aljamal IMH Al-Istisyfa’ bi Ad-Du’a’ (trj.). Jakarta :
Cendekia; 2003. p.23-46
56. Q ordhowi Y. Assobru fil Q ur’an (trj.). 2nd ed. Jakarta:
Gema Insani Press; 2003. p. 71 – 88.
70. Kawakib N . D o’a dalam Pengobatan. Radar Jember
2005 Feb 4.Sec.A: 29 (kol.1-5).
57. Gamal K.Sakit & Pengobatan secara Islam. Yogyakarta:
Absolut;2003.p86-187.
71. Aman. Z ikir dan D o’a R asulullah, Etika H idup dan
Penyembuhan. Jakarta Al – Mawardi Prima; 2003. p.
58. Gym nastiar A.Adab D ikala Sakit. Bandung:MQ S 7 – 12.
Pustaka Grafika.2002.p.7-24 72. D ossey L. H ealing Words (trj.). 2nd ed. Jakarta :
59. Asysyaayi A.Ara’ Ibnu Al Q ayyim H aula Al I’aqah Gramedia Pustaka Utama; 1997. p. xxv – xxxv.
(trj.). Jakarta : Najla Press; 2004. p. 37 – 41. 73. Gymnastiar A. Kedahsyatan D o’a. Bandung : MQ
60. N ewman AJ. Islamic Medical Wisdom, The Thib al-Publishing; 2004. p.1 – 26.
A’imma. (trj.) 2nd ed. Jakarta : Pusaka Zahra; 2001.p.
45 – 48.
74. Syariati A. Ad-D u’a’ (trj.). Jakarta : Pustaka Z ahra;
2003. p. 23 – 71.
61. Manshur MK. Al Ahkam Ath-Thibiyah Al Muta’aliqah
bi An-Nisa’ fi Fiqhi Al Islami (trj). Jakarta : Cendekia;
2004. p. 21 – 27.
75.
76.
Firdaus H . Mencari Solusi dengan D o’a. Bandung :
Mujahid; 2004. p. 11 – 30.
Billah M.Ad-D a’waul Ma’tsurah minal Kitabi was
62.
63.
Kawakib N. Legalitas Terapi Medis dan Bedah. Radar
Jember 2004 Sept 3;Sect.A : 29 (kol. 1-4)
Aljauziyah IQ .Ath-Thibbun-N abawi.Beirut : D aruts-
Tsaqofah Islamiyah.p.105
77.
Sunnah (trj.). Bandung : R isalah; 1984. p. 1 – 11.
M ajelis Ter t in ggi U r u san Keislam an M esir.
Muntakhobu Minassunnah (trj.). Bandung : Angkasa;
1987. p. 45.
64. Qayyim I. Healing With The Medicine of The Prophet
(trj.). Jakarta : Gema U tama; 2002. p. 1 – 35.
78. Alju’aisin AA. Tuhfatul Maridh (trj.). Yogyakarta : Mitra
Pustaka; 2003. p. 67 – 85.
65.
66.
R u q ait h H H . Ar-ri’ayah As-Sih h iyyah wa Ar-
R iyyaadiyyah fi Al-Islam (trj.). Jakarta : Najla Press;
2004. p. 25 – 9.
Manshur M. Al-Mukhtasharul Mufid fi Fiqhul Maridl
(trj.). Jakarta : Pustaka Al-Kautsar; 2003. p. 199 – 210.
79.
80.
Abdullah MM. Asy-Syifa’ bid-Du’a (trj.). Bandung:Al-
Bayan;1998.p. 21-109.
Q ayyim I. Ad-Da’wad D awa’,Al Jawabul Kafi Liman
Sa’ala’anid Dawa’I Syafi (trj.). 2nd ed. Jakarta : Pustaka
Amani; 1999.p. 9 – 10.
62 63
NURUL KAWAKIB
DAFTAR PUSTAKA
81.
Alashifi MM. Al-Du’a Inda Ahlil Bait (trj.). Bogor :
Cahaya; 2004. p. 1 – 13.
82.
Subhani SJ. Memilih Takdir Allah Menurut Al-Qur’an
dan Sunnah. Bandung : Pustaka Hidayah; 1999. p. 40–
56.
83.
Sulaiman.Misteri dibalik Ketetapan Ilahi. Surabaya:
Putra Pelajar; 2001.p.22– 45
84.
Qardhawi Y. Tawakkal (trj.). Jakarta : Azan; 2002. p.
193 – 238.
85.
Wijaya Kusuma H, Elsulthani ML. Penyembuhan melalui
Do’a. Jakarta : Gunung Agung; 2002. p. 49 – 68.
86.
Kawakib N. Perihal Obat, Sebuah Persepsi Menyesatkan.
Aula 4th ed. 1988 Apr. p.91 – 4.
87.
As-Suyuthiy JA. As-Suyutti’s Medicine of The Prophet
(trj.). Bandung : Pustaka Hidayah; 1997. p. 169 – 275.
88.
Ashshiddieqy TMH. Pedoman Dzikir dan Do’a. 4th
ed. Semarang: Pustaka Rizki Putra; 2002. p. 1 – 47.
89.
Nasution AH. Keajaiban Dzikir dan Do’a, Transformasi
Nilai Sufisme Menuju Emotional Spiritual Questient.
Surabaya : Al-Dzikra; 2004. p. 85 – 171.
90.
Beik A. Do’a-Do’a Kesembuhan. Jakarta : Misbah;
2004. p. 21 – 34.
91.
Abdullah. Absyir Ayyuhal Maridh (trj.). Solo : Ath-
Thibyan; 2004. p. 33 – 41.
92.
AlHaritsi AM. Aadzbuz Zaalal fiima Maridu fi ‘Iyaadatil
Mariidl (trj.). Jakarta :Gema Insani Press; 2003. p. 31 – 44.
93.
Alcaf MAK.Do’a–Do’a Penyembuh.Bandung:Pustaka
Hidayah;2003.p.103-78
94.
Chisyti HM.The Book of Sufi Healing (trj.). Jakarta :
Lentera; 2001. p.241-45
95.
Bahreisj H. Islam dan Kesehatan. Surabaya :Al-Ikhlas.
p.78 –111.
96.
Gamal K. Fadhilah dan Khasiat. Yogyakarta : Absolut;
2003. p. 85 – 98.
97.
Alqahthani SAW.Ad-Du’a min Al-Kitab wa As-Sunnah
wa YalihiAl-Taju bir-Ruqo min Al-Kitab wa As-Sunnah
(trj.).Solo : Al-Qowam; 2003. p. 116.
98.
Kawakib N. Zamzam dalam Terapi Medis. Radar
Jember 2004 Oct 8.Sec.A: 29 (kol.1-5).
99.
Qundail AM. T-Tadawi bi al-Qur’an (trj.). Jakarta :
Cendekia;2003.p.169-215.
100. Al Banna H. Al-Ma’tsurat. Jakarta : Zikrul Hakim; 2004.
101.
Kawakib N. Pendekatan Spiritual Islam Terapi. Radar
Jember 2004 Nov 26; Sect. A : 29 ( kol. 1 – 4).
102.
Wallach J. Interpretation of Diagnstic Test. 5th ed.
Boston : Little Brown Comp.; 1986. p. 789.
103.
Tjokroprawiro A, Pudjirahardjo WJ, Putra ST. Pedoman
Penelitian Kedokteran. Surabaya : Airlangga University
Press; 1996. p.39 – 67.
104.
Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman
I, Purwanto SH. Perkiraan Besar Sampel. Dalam :
Ismael S, Sastroasmoro S, editors. Dasar – Dasar
Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta:Binarupa
Aksara;1995.p.186-212.
105.
Wilson I. Klasifikasi ASA dari Risiko Perioperatif. In :
Nicholas AJ, Wilson IH . Perioperative Medicin :
Managing Surgical Patients with Medical Problems
(trj.). Jakarta : Farmedia; 2001. p. 18 -9
106.
Asmiragani S, Santoso H. Perbandingan Morfin
Peridural dengan Tramadol Intravena dalam
Penanggulangan Nyeri dan Rehabilitasi pada Penderita
dengan Fraktur Femur Distal Pasca Fiksasi Internal
(Karya Akhir PPDS I Orthopaedi). Surabaya :
Universitas Airlangga. 2004.
64
65
NURUL KAWAKIB
107.
Conn D, Murdoch J. Manajemen Nyeri Akut. Dalam:
Nicholls AJ, Wilson IH. Perioperative Medicine :
Managing Surgical Patients with Medical Problems
(trj). Jakarta : Farmedia; 2001. p. 57 – 69.
108.
Dahlan MS. Seri Statistik : Statistika untuk Kedokteran
dan Kesehatan, Uji Hipotesis dengan Menggunakan
SPSS Program 12 Jam.Jakarta:Arkans; 2004.
109.
Kartanegara M. Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi
H olistik Bandung : Arasy Mizan; 2005. p. 19 – 31.
66
DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah/2 : 2).
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl/
16 : 44).
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar.” (QS.Bani Isra’il/17 : 9).
“Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari
keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” (QS. Al-Lail/92 :
20).
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan
di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-
Baqarah/2 :201).
67
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. Al-Ahzab/33 : 21).
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa’/4 : 80).
“Maka segeralah kembali kepada (menta`ati) Allah.
Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari
Allah untukmu.” (QS. Az-Zariyat/51 : 50).
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d/
13 : 28).
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh
itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”.
(QS. Bani Isra’il/17 : 85).
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang
berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan
orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ma’idah/
5: 54).
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?”Merekamenjawab:“Betul(Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan).” (QS. Al-A’raf/7 : 172).
68 69
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum/30 : 30).
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat/51 : 56).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”(QS. Al-Hadid/
57 : 22).
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah/2 : 30).
70
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji` uun/
sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan
kembali.” (QS. Al-Baqarah/2 : 155-156).
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-
An’am/6 : 162).
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’/21 : 35).
“ Kemudian jika kamu telah membulatkan kemauan, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran/
3: 159).
“dan apabila aku sakit, DIA -lah Yang menyembuhkan aku.”
(QS. Asy-Syu’ara’/26 : 80).
71
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min/40 : 60).
“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang M aha Penyayang di antara semua
penyayang.” (QS. Al-Anbiya’/21 : 83).
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru
Tuhannya; “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan
kepayahan dan siksaan”.Allah berfirman: “Hantamkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.
Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak
mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-
orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu
seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu
melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat ta` at (kepada Tuhannya).”
(QS. Sad/38 : 41 – 44).
“Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami
lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan
keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan
mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Q S. Al-
Anbiya’/21 : 84).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (M ereka berdo` a): “Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
ma` aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir.” (QS. Al-Baqarah/2 : 286).
72 73
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekalikali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d/
13:11).
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah M aha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’/4 : 29).
“ Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Baqarah/
2:195).
“Berdo` alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf/7 : 55).
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi
manfa`at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain
Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang
zalim.” (QS. Yunus/10 : 106).
Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan
nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul
husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu.”Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-
Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan
agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”
(QS. Bani Isra’il/17 : 110-111).
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah/2 :
186).
74 75
NURUL KAWAKIB DAFTAR AYAT AL-QUR’AN
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-
Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.Al-A’raf/7 :
180).
“dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan.” (QS. An-
Nazi’at/79 : 5).
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan
dengan ukuran yang tertentu.”
(QS. Al-Hijr/15 : 21).
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
M aha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya
kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolonganTunjukilah kami jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan
ni‘mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(QS. Al-Fatihah/1 : 1 – 7).
“Katakanlah, “Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat
meminta. Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan. Dan
tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas/
112 : 1 –4))
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan (yang menguasai)
waktu subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan
malam apabila telah gelap, dan dari kejahatan tukang-tukang
sihir yang meniup pada ikatan, dan dari kejahatan pendengki
apabila dia dengki.” (QS. Al-Falaq/113 : 1 – 5).
Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara
manusia, yang menguasai manusia, Tuhan bagi manusia, dari
kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, Yang membisikkan
dalam dada manusia, Dari jin dan manusia.”
(QS. An-Nas/114 : 1 – 6).
76 77
NURUL KAWAKIB
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan
apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung
kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman
harus bertawakkal.” (QS. At-Taubah/9 : 51).
“Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, maka janganlah engkau
pernah meragukannya.” (QS. Ali Imran/3 : 60).
78
DAFTAR RIWAYAT HADIS
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla berfirman (dalam hadits
Qudsi): Aku akan mengikuti sangkaan-sangkaan hamba-Ku.
Dan Aku akan selalu menyertainya apabila ia berdo’a kepada-
Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Diterima dari Abdullah, katanya, “Saya menjenguk Rasulullah
SAW. sedangkan ia sedang sakit berat, maka kata saya, “Wahai
Rasulullah, penyakit anda sangat berat”. Jawabnya, “Memang,
saya menderita sakit sebagaimana yang diderita oleh dua orang
laki-laki di antara kalian”. Kata saya pula, “Apakah demikian
itu karena anda beroleh pahala sebanyak dua kali lipat?” “Ya,
benarlah katamu itu! Tidaklah seorang muslim pun yang ditimpa
oleh bencana penyakit dan lain-lain, bahkan baik karena-tusukanduri
maupun yang lebih besar dari itu, kecuali akan diampuni
oleh Allah kesalahan-kesalahannya sebagaimana halnya pohonpohon
kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (H R.
Bukhari).
79
NURUL KAWAKIB DAFTAR RIWAYAT HADIS
Diterima dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW sabdanya, “
Allah tidak menurunkan sesuatu penyakit, kecuali menurunkan
pula obatnya.” (HR. Bukhari).
Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“sesungguhnya bagi setiap penyakit itu ada obatnya. Apabila obat
penyakit itu tepat, maka ia sembuh dengan izin Allah.” (HR.
Muslim).
Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Usamah pula, tetapi
lafadznya berbunyi, “orang-orang badui menanyakan, “Wahai
Rasulullah, tidakkah kami akan berobat?”Jawabnya, “Yah, wahai
hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena Allah tidak
menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula baginya
penyembuh-atau obatnya-kecuali satu macam penyakit.” Tanya
mereka: “Wahai Rasulullah, apakah itu?”Jawabnya: “Yaitu
penyakit tua.” (HR. Tirmidzi).
Diterima dari jabir bin Abdillah al-Anshori RA katanya,
“Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin
Ka’ab, lalu tabib itu memotong bagian anggota tubuhnya,
kemudian melakukan kayy (sengatan api) padanya” (H R.
Muslim).
Dari Amiril Mu’minin Abi Hafs Umar bin Khoththob RA telah
berkata: aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda
“Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan
bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
“Do’a adalah ibadah. Robb kalian telah berfirman: “Berdo’alah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (H R.
Tirmidzi).
“Mintalah kalian kepada Allah dari anugerah-Nya.
Sesungguhnya Allah senang (jika) senantiasa diminta.” (HR.
Tirmidzi).
“Maka jika kalian memohon kepada Allah Azza Wajalla, wahai
manusia, mohonlah langsung kehadirat-Nya dengan sepenuh
keyakinan bahwa do’a kalian akan diperkenankankan, karena
Allah tidak memperkenankan do’a hamba-Nya yang keluar dari
hati yang lalai.” (HR. Ahmad).
“Siapa yang tidak berdo’a kepada Allah, maka Allah murka
kepada-nya.” (HR. Turmidzi).
80 81
NURUL KAWAKIB DAFTAR RIWAYAT HADIS
“Barang siapa dibukakan pintu do’a untuknya, berarti telah
dibukakan pula baginya pintu rahmat. Dan tiada dimohonkan
kepada Allah, yang lebih disukai-Nya selain dari pada dimohonkan
‘afiyah. Do’a itu memberikan manfaat terhadap apa yang telah
diturunkan dan yang belum diturunkan. Dan tak ada yang dapat
mengkis ketetapan Tuhan, kecuali do’a. Oleh sebab itu, hendaklah
kamu sekalian berdo’a.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda: “Umur seseorang tiada ditambah
kecuali dengan melakukan kebaikan, Qadar yang akan menimpa
seseorang tidak bisa ditolak kecuali dengan do’a, dan kebaikan
akan diharamkan kepada seseorang karena dosa yang
dilakukannya.” (HR. Ibnu Majah).
“Tidaklah berguna peringatan bagi orang yang telah ditakdirkan,
tetapi do’a berguna untuk sesuatu yang belum diturunkan.
Sesungguhnya malapetaka dan cobaan yang diturunkan
kemudian bertemu dengan do’a, maka keduanya akan saling
mengimbangi hingga hari kiamat kelak.” (HR. Hakim).
“Do’a itu berguna bagi sesuatu yang telah diturunkan dan
sesuatu yang belum diturunkan. Oleh karena itu, wahai para
hamba Allah, hendaklah kamu sekalian berdo’a.” (H adits dari
Ibnu Umar).
“Dari Ustman bin Abil ‘Ash ats-Tsaqafi bahwa dia mengadu
kepada Rasulullah SAW tentang suatu penyakit yang ia derita
sejak ia masuk Islam. Maka Rasulullah SAW bersabda :
“Letakkan tanganmu di atas yang terasa sakit dari tubuhmu,
dan bacalah Bismillah sebanyak tiga kali dan bacalah tujuh kali,
“Aku berlindung kepada Allah dan kodrat-Nya dari segala bahaya
yang aku derita dan yang aku khawatiri.” (HR. Muslim).
Dari Ustman bin Abil ‘Ash berkata, “Telah datang kepadaku
Rasulullah SAW dan pada waktu itu aku sedang terkena penyakit
yang hampir membawaku pada kematian. Maka Rasulullah
SAW bersabda :
“Usaplah dengan tangan kananmu sebanyak tujuh kali, dan
bacalah ‘Aku berlindung kepada Allah, kodratNya, dan
kekuasaan-Nya dari bahaya yang aku dapati.”
Lalu aku laksanakan perintah itu, maka Allah menghilangkan
penyakit yang menghinggap pada diriku. Dan, hingga kini masih
aku praktekkan pada keluargaku dan yang lainnya. (H R.
Tirmidzi).
82 83
NURUL KAWAKIB DAFTAR RIWAYAT HADIS
Dan dari Abu Sa’id Al Khudri RA, bahwa serombongan manusia
dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW datang kepada salah satu
suku Arab, tetapi orang-orang ini hendak menerima mereka
sebagai tamu. Maka sementara mereka dalam keadaan demikian,
tiba-tiba pemimpin suku itu disengat oleh seekor kalajengking,
lalu mereka bertanya, “Apakah tuan-tuan punya obat untuk
mengobati pemimpin kami?” Jawab mereka, “Tuan-tuan tak
hendak menerima kami sebagai tamu, maka kami tidak bersedia
sebelum tuan-tuan memberi kami upah!” M aka mereka
sediakanlah sekawanan kambing sebagai upahnya. Maka
dibacanyalah Al Fatihah, dihimpunnya ayat-ayat utama dan
diberinya tambahan, hingga pemimpin itu pun sembuhlah. Lalu
mereka bawa kambing-kambing itu, tetapi kata para sahabat,
“Kami tak hendak menerimanya sebelum menanyakan lebih dulu
kepada Nabi SAW “Lalu mereka tanyakanlah, maka Nabi SAW
pun tertawa dan bersabda, “Siapa yang memberikan tahu
kepadamu, bahwa ayat itu obat ? terimalah dan jangan lupa
memberi saya sebagian!” (HR. Bukhari).
Dari Ibnu Abbas RA bahwa beberapa orang sahabat Nabi SAW
lewat pada segolongan orang yang tinggal dekat sebuah mata
air yang kebetulan di antara mereka ada yang disengat
kalajengking. M aka tampillah salah seorang di antara orang-
orang itu, lalu tanyanya, “Apakah di antara tuan-tuan ada
yang bisa mengobati? Karena dekat mata air itu ada seseorang
yang disengat oleh kalajengking”. M aka pergilah salah seorang
di antara mereka, lalu dibacakannya surat Al Fatihah dengan
beroleh upah seekor kambing. Maka sembuhlah orang itu dan
yang mengobati tadi membawa kambing itu kepada sahabatsahabatnya.
Tetapi mereka tak hendak menerimanya, kata
mereka,”Kamu mengambil upah dari Kitabullah”. Akhirnya
mereka sampai di M adinah, lalu kata mereka, “Wahai
Rasulullah! Ia ini mengambil upah dari Kitabullah”. Maka sabda
Rasulullah SAW, “sesungguhnya upah yang paling patut kamu
ambil ialah dari Kitabullah!”
(HR. Bukhari)
Diterima dari Aisyah RA katanya, “Jika Rasulullah SAW pergi
ke peraduannya, maka beliau meniupkan “Qul huwallahu ahad”,
dan kedua M u’awwidzat ke dua belah telapak tangannya, lalu
menyapukan kedua telapak tangannya itu ke mukanya dan ke
tubuhnya yang dapat dicapai oleh kedua tangannya”. Kata Aisyah
RA lagi, “Dan tatkala aku sakit, disuruhnyalah aku melakukan
hal seperti itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dan daripadanya RA pula bahwa Nabi SAW meniupkan
mu’awwidzat ke tubuhnya sewaktu sakit yang membawa ajalnya,
dan tatkala penyakitnya telah bertambah berat, maka sayalah
yang meniupkannya kepadanya dan menyapukannya dengan
tangannya sendiri guna mengambil berkahnya. (HR. Bukhari)
84 85
LAMPIRAN I : PERSETUJUAN MENGIKUTI
PENELITIAN
JUDUL
PENGARUH PENDEKATAN SPIRITUAL DAN
DO’A PRABEDAH TERHADAP NYERI
PASCABEDAH
1.
Saya bersedia mengikuti penelitian ini
2.
Saya mendapat penjelasan bahwa tujuan penelitian ini adalah
menilai apakah adanya pendekatan spiritual dan do’a sebelum
pembedahan dapat mengurangi rasa nyeri sesudah tindakan
pembedahan.
3.
Selama penelitan ini saya sanggup dan bersedia untuk diambil
darah pada waktu yang telah ditentukan sebanyak dua kali
yaitu saat di ruang bedah sebelum berangkat ke ruang operasi
dan di ruang GBPT setelah sadar dari pengaruh obat anestesi
selesei operasi, diluar pemeriksaan rutin seharusnya. Untuk
pemeriksaan tambahan ini saya dan Rumah Sakit tidak
dibebani biaya pemeriksaan tersebut karena pemeriksaan ini
diluar kebiasaan yang diperlukan.
4.
Saya mendapat kesempatan untuk bertanya mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ini dan akan dijawab
dengan jelas oleh dr.Nurul Kawakib.
5.
Saya mengerti bahwa setiap data mengenei saya dalam
penelitian ini akan tetap dirahasiakan
6.
Saya menyatakan dengan sadar dan tidak dibawah tekanan
kesediaan saya yang mengikuti penelitian ini dan saya berhak
untuk menyatakan tidak besedia lagi mengikuti penelitian ini
kapan saja tanpa ada tekanan ataupun ancaman akan pelayanan
kesehatan saya.
Surabaya, ……………………2005
(…………………….) (……………………….)
yang menjelaskan Penderita
(…………………………)
Saksi
86
87
NURUL KAWAKIB
LAMPIRAN
LAMPIRAN II : RINGKASAN KOMUNIKASI
SPIRITUAL ISLAM TENTANG SAKIT DAN
TERAPI
Mengetahui:
-Sakit cobaan dari Allah (QS.57 : 22)
-Allah yang menyembuhkan (QS.26 : 80)
-Legalitas Islam terapi medis (HR. Turmudzi) dan
bedah (HR. Muslim)
Bersikap :
-Sabar (QS.2 : 155), berprasangka baik pada Allah
(Hadis Qudsi), ridho (QS.92 : 20)
,
iklas karena Allah semata (QS.6 : 162)
-Ikhtiar (QS. 3 : 159)
-Tawakal (QS.3 :159)
-Berdo’a (QS.40 : 60)
-Mengingat Allah/Dzikrullah (QS.13: 28)
Sehingga :
-Menghilangkan kecemasan/menjadi tenang atau tentram
(QS. 13 : 28)
-Motivasi positif meningkat (QS. 2 : 286)
88
LAMPIRAN III : LAFAL DAN CARA DO’A
Dalam penelitian ini subyek berdo’a, minimal do’a yang
setiap orang Islam hafal dan bisa ditambah do’a-do’a
lainnya yang subyek hafal. Do’a-do’a itu antara lain:
1. Basmalah
Dasar : HR. Muslim
Lafal (QS:1) : “Bismillaah” (artinya : dengan nama Allah)
Cara : d iu cap kan 3 x set iap kali sakit d an b ila
memungkinkan bagian yang sakit dipegang
dengan tangan.
2. Al-Fatihah
Dasar : Hadis dari Jabir bin Abdillah
Lafal (QS.1/1-7)
:
“Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.
Arrahmaanir rahiim.
Maaliki yaumid diin.
Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.
Ihdinash shiraathal mustaqiim.
Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil
maghdhuubi
‘alaihim wa ladh dhaalliin.”
(artinya : Dengan nama Allah Yg Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Yang Menguasai hari Pembalasan.
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan,
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang – orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (jalan) mereka yang sesat)
.
Cara : diucapkan setiap akan tidur dan bangun tidur.
89
NURUL KAWAKIB
LAMPIRAN
3. Mu’awwidzat
Dasar : HR. Bukhari Muslim
Lafal (QS.112,113,114)
:
“Qul huwallaahu ahad.
Allaahush shamad.
Lam yalid wa lam yuulad.
Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad.”
“Qul a’uudzu bi rabbil falaq.
Min syarri maa khalaq.
Wa min syarri ghaasiqin idzaa waqab.
Wa min syarrin naffaatsaati fil ‘uqod.
Wa min syarri haasidin idzaa hasad.”
“Qul a’uudzu bi rabbin naas.
Maalikin naas.
Ilaahin naas.
Min syarril waswaasil khannaas.
Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas.
Minal jinnati wan naas.”
(artinya :”Katakanlah,”Dia-lah Allah Yang Maha Esa.
Allah tempat meminta.
Dia tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.
”
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan (yang
menguasai) waktu subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap,
dan dari kejahatan tukang - tukang sihir yang meniup
pada ikatan,
dan dari kejahatan pendengki apabila dia dengki.
”
“Katakanlah,”Aku berlindung kepada Tuhan yang
memelihara manusia,
yang menguasai manusia,
Tuhan bagi manusia,
dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi,
Yang membisikkan dalam dada manusia,
Dari jin dan manusia.
”
Cara : diucapkan setiap akan tidur.
LAMPIRAN IV : CARA PENGUKURAN
INTENSITAS NYERI
Dalam penelitian ini intensitas nyeri dinilai dengan
skala analogi visual (VAS) yaitu tehnik penilaian nyeri dengan
menggunakan garis yang diawali dengan tanda tidak nyeri
(0) dan diakhiri dengan sangat nyeri (10). Diantara keduanya
ditandai dengan angka numerik 0 hingga 10.
Alat : Skala Analogi Visual
Cara : Subyek mengkuwantfikasi rasa nyeri dengan
menandai angka numerik yang tertera..Kuwantifikasi
berdasar dari nyeri yang dirasakan subyek, yaitu :
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan/ tidak mengganggu tidur
4 – 6 = nyeri sedang/ mengganggu tidur, masih
bisa tidur
6 – 10 = nyeri berat/ mengganggu tidur, tidak bisa
tidur.
90
91
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
92 93
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
94 95
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
96 97
NURUL KAWAKIB LAMPIRAN
98 99
NURUL KAWAKIB
LAMPIRAN
LAMPIRAN IX : BAGAN FISIOLOGI NYERI,
PENGARUH STRES DAN PENDEKATAN
SPIRITUAL PADA PERSEPSI NYERI
LAMPIRAN VIII : HUBUNGAN MEKANISME COPING
DENGAN STRES
Penjelasan Bagan :
a.
Ascending pathway (excitatory), jalur penghantaran
rangsang nyeri,
(lihat a) dimulai dari saraf perifer ’! cornu dorsalis medula
spinalis ’! sinaps ’!
naik (ascending) ke thalamus ’! cortex somato sensory ’!
association area.
b.
Descending pathway(inhibition), jalur turun untuk
memodulasi mengurangi
intensitas rangsang nyeri, (lihat b) dimulai dari Peri
Aquaductus Gray (PAG) ’!
turun ke cornu dorsalis medula spinalis mengurangi
masuknya rangsang nyeri.
Dengan mekanisme ini rasa nyeri yang naik jadi kurang ’!
persepsi nyeri turun.
100
101
NURUL KAWAKIB
c.
Pengaruh cemas, stres pada persepsi nyeri, (lihat c)
dimulai dari pusat stres amigdala turun menghambat kerja
PAG sehingga terjadi disinhibition dari jalur modulasi yang
menghambat transmisi nyeri ’! persepsi nyeri menjadi lebih
besar.
d.
Pendekatan Spiritual, (lihat d), penyuluhan, informasi
yang diberikan mempengaruhi pusat kognitif, association
area ’! akan turun rangsang yang memperkuat PAG
sehingga inhibition, modulasi meningkat juga ’!
mempengaruhi amigdala ’! rangsang disinhibition turun.
H asil akhir persepsi nyeri turun.
Beberapa pengertian :
1.
Transduksi, proses dimulainya rangsang nyeri, merubah
rangsang termal,
mekanikal, kemikal menjadi impuls listrik
2.
Transmisi, impuls listrik diteruskan
3.
Modulasi, mengurangi/menambah nyeri
4. Persepsi, rasa nyeri dihayati
Penghayatan rasa nyeri :
I.
Sensory discrimination : penghayatan, tempat, intensitas
dan kwalitas nyeri
II.
Affective : perasaan yang timbul, cemas, takut
III.Cognitif : pemahaman interpretasi terhadap nyeri
berbahaya, tidak berbahaya
102
Langganan:
Postingan (Atom)