Selasa, 07 April 2009

Urgensi Pendekatan Spiritual di Rumah Sakit

Urgensi Santunan Spiritual di Rumah Sakit
Oleh : H. Dr. Nurul Kawakib, SpB*

Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan diwujudkan melalui upaya penyembuhan pasien (kuratif), pemulihan kesehatan pasien (rehabilitatif), yang ditunjang upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan gangguan kesehatan (preventif), secara menyeluruh (holistik) dengan pendekatan biopsikososiospiritual sebagaimana disebutkan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health of Organisation).
Terdapat kecenderungan pendekatan yang dilakukan pada pasien-pasien di rumah sakit tidak secara holistik, hanya ditujukan pada pendekatan fisik (biologis) semata dan melupakan pendekatan spiritual, padahal pendekatan spiritual merupakan pendekatan yang urgen, karena sebagai kebutuhan dan kewajiban.
Kebutuhan dan Kewajiban
Spiritual bagi seseorang merupakan kebutuhan dan kewajiban, karena sebagai fitrah manusia dan sebagai pelaksanaan perjanjian fundamental ketika di alam ruh, antara manusia dan Tuhan, bahwa manusia akan menyembah Tuhan.
Menurut Najati dalam bukunya Al-Hadiitsun-Nabawiy wa ‘Ilmun-Nafs, manusia memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhan spiritual. Secara fitrah manusia memiliki kesiapan (potensi) untuk bertauhid (mengesahkan Allah), mendekatkan diri kepada-Nya, kembali kepada-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya ketika dalam situasi genting, termasuk ketika sakit atau sebagai pasien di rumah sakit.
Manusia ketika di alam ruh sebelum diciptakan di alam dunia telah mengambil perjanjian dengan Tuhan, sebagaimana Allah swt. telah berfirman : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :” Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (keturunan adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(Q.7:172). Ayat tersebut, menurut Nurcholish Madjid, merupakan janji fundamental antara manusia dan Tuhan bahwa manusia akan menyembah Tuhan.
Nurcholish Madjid dalam bukunya Pintu-Pintu menuju Tuhan menyebutkan, para ahli tafsir mengaitkan perjanjian ini dengan fitrah manusia. Karena itu seruan dalam kitab suci agar manusia menerima agama yang benar yaitu menjalankan nilai–nilai Ilahi (spiritual islam), dikaitkan dengan fitrah tersebut. Firman Allah “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan penuh minat kepada kebenaran, sesuai dengan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atau fitrah itu” (Q.30:30). Agama atau dalam istilah kitab suci “din” artinya tunduk dan patuh kepada Allah yang tidak lain adalah pelaksanaan janji fundamental tersebut.
Makna “tunduk dan patuh” secara luas meliputi secara keseluruhan tingkah laku dalam hidup ini harus tidak lepas dari nilai-nilai Ilahi dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhan (Q.51:56). Kemudian dalam wujud hariannya, tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan spiritual Islam yang merupakan inti agama itu mengandung arti mengarahkan seluruh pekerjaan untuk mencapai ridha Allah (Q.92:20-21) merupakan pelaksanaan perjanjian fundamental antara Tuhan dan manusia. Dan itu adalah kewajiban.
Urgensi Santunan Spiritual
Apabila seseorang dinyatakan sakit dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit sering menimbulkan keguncangan mental dan spiritual. Adanya penyakit yang membuat dia berbaring di rumah sakit menimbulkan pertanyaan tentang dirinya dan penyakitnya. Apakah perjalanan penyakit pada dirinya akan berkelanjutan lama atau dalam waktu singkat akan berakhir dengan kematian. Apalagi jika prognosis penyakitnya tidak jelas.
Keharusan untuk berpisah dengan keluarga membuat ia merasa kesepian. Hari-hari yang biasanya dapat dilewatkan bersama-sama di tengah keluarga, menjadi sendiri. Ini semakin menambah keguncangan jiwanya. Disamping itu akibat sakit dan rawat inap di rumah sakit menyebabkan dia harus pula melepaskan tugas, pekerjaan dan tanggung jawabnya. Ini menjadikan kemelut di dalam pikirannya, apalagi jika tugas, pekerjaan dan tanggung jawab itu besar dan belum terseleseikan. Pastilah ini akan mengganggu ketenangan dirinya dan memperberat beban mentalnya.
Di dalam rawat inap di rumah sakit dia memiliki lebih banyak waktu kosong, namun ternyata keadaan ini justru menambah beban mental yang berat, terutama bagi orang yang sudah terbiasa aktif. Disamping itu, adanya aturan makan tertentu, aturan perawatan khusus, dan lain-lain yang kesemuanya itu belum tentu dipahami maksud tujuannya, pastilah akan memperberat beban mentalnya.
Juga apabila dia dihadapkan pada suatu keputusan yang teramat berat untuk diputuskan, misalnya dia mengidap penyakit yang memerlukan tindakan bedah. Pastilah keputusan itu akan terasa sangat berat, terutama apabila akibat tindakan pembedahan itu akan menyebabkan kecacatan yang menetap.
Semua peristiwa tersebut akan membawa keguncangan mental sehingga santunan spiritual sangat urgen dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dengan santunan spiritual akan dapat menyebabkan kembali kepada Allah dan ingat Allah (dzikrullah). Dengan dzikrullah dapat menjadi tenang dan tenteram (Q.13:28).
Keberhasilan santunan spiritual dipengaruhi oleh dua hal yaitu titik Tuhan (god spot) dan suara hati spiritual. Ramachandran dan timnya dari California University telah menemukan eksistensi god spot dalam otak manusia, dan disebutnya sudah built in sebagai pusat spiritual. Bila titik Tuhan terbuka akan mendorong suara hati spiritual bekerja dengan baik. Sebaliknya bila titik Tuhan tertutup, maka suara hati spiritual akan tertutup. Suara hati spiritual akan mempengaruhi emosi terkendali dan tidak terkendali. Emosi terkendali menghasilkan pikiran merasa tenang dan tentram.
Dengan santunan spiritual paling tidak pasien mengetahui bahwa sakit merupakan cobaan dari Allah (Q.57:22), Allahlah yang menyembuhkan (Q.26:80) dan tahu adanya legalitas islam terapi medis (HR. Turmudhi) dan bedah (HR. Muslim). Selanjutnya diharapkan bersikap sabar (Q.2:155), berprasangka baik pada Allah (Hadis Qudsi), ridha (Q.92:20-21), ikhtiar dan tawakal (Q.3:159), berdoa (Q.40:60), selalu menmgingat Allah (Q.13:28) dan syariat tetap dijalankan sebagaimana Nabi Ayyub saat menderita penyakit (Q.38:41-44, Q.21:84), dengan niat yang benar (HR. Bukhari Muslim), ikhlas karena Allah semata (Q.6:162) sehingga dapat menghilangkan kecemasan atau mennjadi tenang dan tenteram (Q.13:28) serta motivasi yang positif meningkat (Q.2:286).
Santunan spiritual dapat sebagai pre emptive analgesia (pencegahan nyeri) pada pasien-pasien yang berisiko tinggi nyeri, baik bukan karena tindakan pembedahan atau akibat tindakan pembedahan, karena dapat mengelola kecemasan. Santunan spiritual diduga dapat menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan mengefektifkan mekanisme penanggulangan adaptasi (mekanisme coping).
Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh penting terhadap kejadian yang menimbulkan stres adalah mekanisme coping. Respon individu terhadap stres, dengan mekanisme coping yang positif dan efektif dapat meredakan atau menghilangkan stres. Sebaliknya mekanisme coping yang negatif dan tidak efektif dapat memperburuk kesehatan dan memperbesar potensi sakit.
Mekanisme coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil maka orang tersebut dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut atau akan merasakan beban berat menjadi ringan. Mekanisme coping ini dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari stresor tersebut. Kemampuan mekanisme coping setiap orang tergantung dari persepsi dan kognisi terhadap stresor yang diterima. Mekanisme coping terbentuk melalui kemampuan menyesuaikan diri pada pengaruh faktor internal dan eksternal.
Dalam mengontrol respon emosi dapat diupayakan dengan beberapa alternatif strategi. Ada yang menganjurkan dengan strategi cognitif redefinition, dimana pasien dibantu untuk melihat masalah dari sisi pandangan yang lebih positif. Ada yang menganjurkan dengan strategi cognitif restructuring yaitu upaya merubah persepsi menjadi lebih realistis dan konstruktif tentang stresor.
Santunan spiritual pada pasien memenuhi dua strategi tersebut, karena esensi manfaat yang dapat diperoleh dari santunan spiritual sendiri adalah hidup realistis, selalu optimis dalam menghadap problema hidup yang dihadapi, sehingga pasien tetap konstruktif. ”Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya diperuntukkan kepada Allah (Q.6:162). Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang (Q.1:1). Allah tempat berharap (Q.2:118). Tidak ada satu pun makhluk di muka bumi ini yang bisa menyebabkan mudarat dan menambah keuntungan, selain izin Allah (Q.9:51,Q.57:22).
Maka, melewati kejadian seperti sakit, dapat timbul chaos yang biasanya diikuti dengan semacam aktivitas soul searching, yang bisa membawa kepada keadaan spiritual yang lebih kuat atau krisis spiritual yang mengguncang. Karena itu santunan spiritual yang berdasar pada janji fundamental merupakan pendekatan yang urgen. Wallahua’lam.

* Penulis adalah Dokter Spesialis Bedah di Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah Lamongan.

3 komentar:

Pengikut