Vol. 34 No. 1 Januari - Maret 2006 J I Bedah Indones
1
Abstrak
Pendahuluan: Nyeri pascabedah masih merupakan masalah pada penderita yang mengalami pembedahan. Pendekatan yang dilakukan untuk
mengatasinya harus secara holistik yaitu memerhatikan penderita seutuhnya yang meliputi biopsikososiospiritual. Diketahui timbulnya nyeri
tergantung dua komponen yaitu komponen sensoris dan komponen afeksi. Namun sampai saat ini pengelolaan nyeri pascabedah terutama
ditujukan pada komponen sensoris saja. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pendekatan spiritual dan doa yang merupakan salah
satu pendekatan terapi penderita, disamping biopsikososial, dapat memengaruhi komponen afeksi penderita sehingga dapat dilakukan pengelolaan
nyeri yang lebih baik dan terarah. Peneliti memakai konsep nyeri sebagai stresor dan pemberian pendekatan spiritual dan doa, adalah untuk
membantu mekanisme coping terhadap stres yaitu dengan modulasi kognitif.
Metode: Dilakukan uji eksperimental dengan rancangan penelitian randomized pre-test-post test control group design. Subyek penelitian adalah
pasien dengan patah tulang paha tertutup yang akan mengalami pembedahan di RSU Dr. Soetomo. Subyek didapatkan dengan cara consecutive
sampling sampai jumlah minimal sampel sebanyak 18 orang terpenuhi. Setelah memenuhi kriteria inklusi dan menandatangani informed consent,
dibagi secara random menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan pendekatan spiritual dan doa. Pemeriksaan
variabel tergantung yaitu kortisol dilakukan satu jam sebelum pembedahan dan pascabedah setelah sadar dari pengaruh anestesi. Sedangkan
intensitas nyeri dinilai pascabedah hari ke 1, 2 dan 3 dengan Visual Analog Scale (VAS).
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri menurun secara bermakna (p = 0,0001) dan kadar kortisol berkurang juga secara
bermakna (p = 0,003).
Diskusi: Pendekatan spiritual dan doa pra bedah menurunkan intensitas nyeri pascabedah dan kortisol plasma
Kata kunci: pendekatan spiritual, doa, nyeri (J I Bedah Indones 2006;34(1):1-5)
Role of preoperative spiritual and praying approach
to postoperative pain
Abstract
Introduction: Postoperative pain is still a major problem for patients after surgery. Holistic approach which consider patient as a unique
bio-psycho-socio-spiritual individu should be used to solve the problem. The origin of “state of pain” condition is dependent upon two
components: the sensory and the affect.However until now themanagement of the postoperative pain focused mainly on the sensory component.
The research aim is to prove that spiritual and praying approach, which are a therapeutic approach besides bio-psycho-socio, influence the
affect of the patients and there by can be conducted to a better and focused pain management. This study used the concept of pain as a stressor
and by giving spiritual and praying approach the coping mechanism to the stress is assisted with cognitive modulation.
Methods : An interventional clinical study was conducted with randomized pre test and post test control group design. The subjects of the study
were 18 patients admitted with closed femoral fracture, which will be operated atDr. SoetomoHospital and were found by consecutive sampling.
Having met the inclusion criteria and signed the informed consent, they were divided randomly into treatment and control group. Spiritual and
praying approach was given to the treatment group. Plasma cortisol level as a dependent variable was measured one hour before surgery and
postoperative after the patient gained their full consciousness. Meanwhile, the intensity of pain was evaluated on the first, second, and third day
after surgery used The Visual Analog Scale (VAS).
Results: The result revealed that spiritual and praying approach significantly decreased the intensity of pain (p = 0,0001) and decreased
neuroendocrine cortisol respone (p = 0,003).
ARTIKEL
ASLI
Pengaruh pendekatan spiritual dan doa prabedah
terhadap nyeri pascabedah
Nurul Kawakib*, Urip Murtedjo†
*RSI Nasrul Ummah, Lamongan Jawa Timur,
†Divisi Kepala Leher Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
RS Soetomo, Surabaya
Kawakib dkk Pendekatan spiritual dan doa prabedah
2
PENDAHULUAN
Nyeri pascabedah merupakan nyeri akut yang paling
banyak didapatkan dan dialami beribu–ribu pasien setiap
harinya di seluruh dunia. Brasseur dan Poisson (1996)
menyebutkan, bahwa nyeri pascabedah masih merupakan
masalah lebih dari 50%pasien yangmenjalani pembedahan,
meskipun pengetahuan dan metoda penanggulangan nyeri
berkembang pesat.1-3
Proses timbulnya nyeri,menurutMelzack (1986), diketahui
bergantung pada dua komponen yaitu komponen sensori dan
komponen afeksi, tetapi sampai saat ini pengelolaan nyeri
terutama ditujukan pada komponen sensori, karena itu timbul
pemikiran apakah dukungan pengelolaan komponen afeksi
dapatmenjadi salah satu alternatifmasalah tersebut.3
Pengelolaan komponen afeksi dimaksudkan sebagai
pengelolaan kecemasan pasien.Beberapa peneliti menemukan
kecemasan prabedah yang tidak dikelola dengan baik akan
meningkatkan nyeri dan menurut Carlson (1994) dapat
tercermin pada sekresi hormon neuroendokrin yaitu kortisol
yang tinggi.3,4
Pengelolaan komponen afeksi antara lain dengan
pendekatan psikologis. Rehatta (1999) pada disertasinya telah
meneliti pengaruh pendekatan psikologis prabedah terhadap
toleransi nyeri dan respons ketahanan imunologik
pascabedah, dan ternyata pendekatan psikologis
meningkatkan toleransi nyeri ataumenurunkan intensitas nyeri
serta mengurangi respons hormon neuroendokrin secara
bermakna (p = 0,01). Pendekatan psikologis yang dilakukan
pada penelitian tersebut dengan komunikasi yaitu diskusi
tentang kecemasan pasien untukmenimbulkan persepsi dan
motivasi positif mengenai pembedahan serta penyampaian
informasi prosedur pelaksanaan pembedahan, anastesi dan
pascabedah serta nyeri.3
Pendekatan spiritual dan doa dapat mengelola kecemasan.
Pendekatan spiritual dan doa dapat menyebabkan ingat
Allah (dzikrullah). Dengan dzikrullah, menurutAllah dapat
menjadi tenang atau tenteram.5
Oleh karena itu dapat disimpulkan, sebagaimana adanya
pengaruh pendekatan psikologis sebagai pengelolaan
kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah, mungkin
terdapat pengaruh pendekatan spiritual dan doa sebagai
pengelolaan kecemasan prabedah terhadap nyeri pascabedah.
Dari uraian tersebut dirumuskan masalah yaitu apakah
pendekatan spiritual dan doa prabedah menurunkan nyeri
pascabedah ?Apakah pendekatan spiritual dan doa prabedah
menurunkan sekresi hormon kortisol ?
METODE
Dilakukan penelitian dengan rancangan randomized
pre test post test control group design pada pasien dengan
patah tulang paha tertutup yang mengalami pembedahan
terencana dengan anestesi umum di Gedung Bedah Pusat
Terpadu RSU Dr. Soetomo. Seleksi sampel dengan
consecutive sampling. Total sampel 18 yaitu9 sampel kelompok
perlakuan dan 9 sampel kelompok kontrol. Semua sampel
beragama Islam, usia > 18 tahun, pendidikan terendah tamatan
Sekolah Menengah Pertama, termasuk kelompok kategori
status fisis 1 menurut American Society of Anesthesiologist
(ASA). Subyek dibagi secara random menjadi kelompok
perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan
pendekatan spiritual dan doa. Pendekatan spiritual dan doa
dilakukan sejak subyek masukRumah Sakit, dilakukan tiga kali
pertemuan prabedah. Pertemuan dengan tatap muka selama
30-45menit, setiap kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan
yangterakhir dilakukan saat akan berangkat operasi. Pada kedua
kelompok mendapatkan terapi sesuai standar.
Pemeriksaan variabel tergantung yaitu kortisol dilakukan
satu jam sebelum pembedahan dan pascabedah setelah sadar
dari pengaruh anestesi. Sedangkan intensitas nyeri dinilai
pascabedah hari ke 1, 2 dan 3 dengan VAS.
HASIL
Selama kurun waktuMei 2005 hingga Juli 2005 didapat 18
sampel yang dapat diikutkan dalampenelitian. Semua sampel
beragama Islam, suku Jawa, pendidikan terendah tamatan
SekolahMenengah Pertama, tertingggi mahasiswa dan usia
18 – 40 tahun dengan data dasar normal kecuali pada status
lokalis patah tulang paha (tabel 1).
Discussion: It can be proven that postoperative pain affected with psychological stressor and therefore spiritual and praying approach as an
affective modulator should be recommended as a part of postoperative management, besides pharmacological treatment.
Keywords: spiritual approach, praying, pain (J I Bedah Indones 2006;34(1):1-5)
Tabel 1.Karakteristik sampel
Variabel Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai
p
Umur (X ±SD) 26,2 ± 8,1 23,0 ± 4,3 t 2 sampel 0,311
BB (X±SD) 59,7 ± 13,1 52,0 ± 4,8 t 2 sampel 0,130
Jenis kelamin
- Laki-laki (%) 6 (66,7 %) 7 (77,8 %) X2 1,000
- Wanita (%) 3 (33,3 %) 2 (22,2 %)
Pendidikan
- SMP (%) 2 (22,2%) 2 (22,2 %) Mann Whitney 0,796
- SMA (%) 5 (55,6 %) 6 (66,7 %)
- S1 (%) 2 (22,2 %) 1 (11,1 %)
Vol. 34 No. 1 Januari - Maret 2006 J I Bedah Indones
3
Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test
menunjukkan data prabedah dan pascabedah berdistribusi
normal (tabel 2).
analog scale menunjukkan perbedaan yang bermakna baik
pada hari ke 1, 2 maupun hari ke 3 (p= 0,0001) yaitu p< 0,05.
(tabel 5).
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji
Statistik
Nilai
p
Selisih Kortisol 0,47 ± 2,3 5,9 ± 5,1 t 2 sampel 0,014
Prabedah &
Pascabedah
Uji homogenitas untuk keacakan kedua kelompok
penelitian dilakukan terhadap variabel umur, berat badan (BB),
jenis kelamin dan pendidikan, didapatkan pada kedua
kelompok tidak berbeda bermakna (tabel 1).
Analisis data prabedah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh pendekatan spiritual dan doa terhadap reaksi stres
prabedah. Pengaruh pendekatan spiritual dan doa dinilai dari
data indikator stres yaitu kortisol prabedah.
Hasil uji t 2 sampel pada perubahan kortisol prabedah
menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua
kelompok (p = 0,003) yaitu p < 0,05. (tabel 3). Tabel 3
menunjukkan bahwa pendekatan spiritual dan doa
berpengaruh terhadap reaksi stres prabedah. Rerata kortisol
kelompok pendekatan spiritual dan doa (14,8 ± 1,9) lebih
rendah dibanding kelompok kontrol (19,3 ± 3,3).
Analisis data pascabedah dilakukan untuk mengetahui
perbedaan reaksi stres nyeri dan hubungannya dengan kedua
kelompok penelitian pada periode pascabedah. Reaksi stres
nyeri dicerminkan oleh variabel kortisol, sedangkan intensitas
nyeri pascabedah dengan VAS.
Hasil uji t 2 sampel dari variabel kortisol menunjukkan
perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p = 0,003) yaitu
p < 0,05. (tabel 3). Tabel 3menunjukkan bahwa pendekatan
spiritual dan doa berpengaruh terhadap reaksi stres
pascabedah. Rerata kortisol (15,3 ± 1,7) kelompok dengan
pendekatan spiritual dan doa secara signifikan lebih rendah
dibanding rerata kortisol (25,2 ± 5,6) kelompok kontrol. Selisih
kortisol prabedah dan pascabedah juga menunjukkan
perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p = 0,014)
yaitu p < 0,05 (tabel 4). Intensitas nyeri berdasar data visual
DISKUSI
Sebagaimana peran aspek psikologis, besarnya peran
aspek spiritual dan doa dalam modulasi nyeri yang
dipergunakan untuk mengkaji pengaruh pendekatan spiritual
dan doa terhadap nyeri adalah teori gate control.3,6
MenurutMelsack danCasey 1986, terdapat proses kontrol
sentral yang merupakan fungsi komplementer antara kontrol
kognitif dengan sistim motivasi afektif yang mengatur
intensitas rangsang nyeri.3,6
Telah diketahui bahwa nyeri terdiri dua komponen yaitu
komponen sensori dan komponen afeksi. Komponen afeksi
tidak dapat dikelola dengan cara pendekatan fisis atau
hambatan jalur sensori. Oleh karena itu tujuan pendekatan
spiritual dan doa dalam penelitian ini adalah mengupayakan
perubahan penilaian kognitif agarmempengaruhi komponen
afektif.3,7
Afeksi terhadap nyeri adalah ekspresi kualitas respon
emosi. Respon emosi terhadap nyeri bisa positif atau negatif.
Bila respon emosi positif akan menurunkan intensitas nyeri
dan bila respon emosi negatif akan meningkatkan intensitas
nyeri.Agar terukur, dalam penelitian ini dipakai nilai intensitas
nyeri dengan menggunakan visual analog scale sebagai
gambaran afektif terhadap nyeri.3,8
Pencapaian tingkat homogenitas penelitian ini ditempuh
dengan cara mengendalikan berbagai faktor yang
mempengaruhi komponen afektif nyeri dan mempengaruhi
hasil pendekatan, antara lain budaya, intelegensia, pengalaman
Variabel Mean SD 2-tail Sig
Umur 26,22 8,05 0,8
Berat Badan 59,66 13,12 0,2
Kortisol prabedah 14,83 1,90 0,9
Kortisol pascabedah 15,30 1,69 0,5
Tabel 2. Uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test)
Tabel 3. Perubahan kortisol prabedah dan pascabedah pada
kelompok perlakuan dan kontrol
Keterangan Perlakuan Kontrol Uji Statistik Nilai p
Prabedah 14,8 ± 1,9 15,3 ± 1,7 t 2 sampel 0,003
Pascabedah 19,3 ± 3,3 25,2 ± 5,6
Tabel 4 . Perbedaan selisih kortisol prabedah dan pascabedah antara
kelompok perlakuan dan kontrol
VAS
hari ke:
Perlakuan
(median)
Kontrol
(median)
Uji Statistik Nilai
p
I 1 5 Mann-Whitney 0,0001
II 1 4 0,0001
III 1 3 0,0001
Tabel5. Perbandingan visual analog scale pascabedah pada kelompok
perlakuan dan kontrol
Kawakib dkk Pendekatan spiritual dan doa prabedah
4
terdahulu, arti nyeri dan adanya kecemasan. Oleh karena itu,
dengan kriteria inklusi diupayakan homogenitas faktor
predisposisi yaitu agama, suku bangsa dan pendidikan.
Pendekatan spiritual dan doa pada penelitian ini terutama
mengupayakan dua hal yaitu menghilangkan kecemasan dan
meningkatkanmotivasi. Secara umumkecemasanmerupakan
masalah yang paling banyak didapatkan padamasa prabedah.3
Dari beberapa pengamatan klinis diketahui bahwa
komponen afektif nyeri sangat erat berhubungan dengan
motivasi. Motivasi seperti juga proses kognitif menentukan
arahan sikap subyek ke arah positif atau negatif, sesuai
kebutuhan atau pengaturan internal yang berhubungan
dengan homeostasis. Oleh karena itu, motivasi yang
menimbulkan respon emosi positif akan menyebabkan
terjadinya analgesia endogen atau descending inhibition.3,9
Karena subyek akan mengalami pembedahan, target yang
ingin dicapai adalah menimbulkan motivasi positif dengan
menerima pembedahan sebagai upaya terapi untuk
mempercepat kembalinya kondisi normal.Target lainnya adalah
menghilangkan kecemasan yangmerupakan suatu prakondisi
yangmerugikan, denganmemberikan informasi yangdiperlukan
serta hubungannya dengan spiritualitas dan doa. Upaya
tersebut dimaksudkan untukmembantu strategi coping subyek.
Bila proses coping yang diupayakan dengan pendekatan
spiritual dan doa berhasil, nilai stresor berkurang sehingga
reaksi stres biologis yang diakibatkannya juga berkurang.3,5
Pendekatan spiritual dan doa dilakukan sejak subyekmasuk
rumah sakit, dilakukan tiga kali pertemuan prabedah.
Pertemuan dengan tatap muka selama 30 – 45 menit, setiap
kali pertemuan, tiga kali saat prabedah dan yang terakhir
dilakukan saat akan berangkat operasi. Pendekatan
perorangan secara persuasif, diharapkan menimbulkan
persepsi dan motivasi positif tentang pembedahan dan nyeri
sekaligusmenghilangkan pengaruh kecemasan.
Kortisol secara umum dipakai sebagai tolok ukur adanya
stres dalamtubuh. Dipilihnya kortisol sebagai variabel terukur
dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan praktis.
Karena kortisol mempunyai karakteristik pola sekresi
peningkatan dan penurunan yang lambat, sehingga mudah
untuk diukur. Sedangkan hormon stres lain, katekolamin
misalnyamempunyai pola sekresi peningkatan dan penurunan
spontanitas, sehingga sulit pengukurannya.3
Dari hasil uji 2 sampel terhadap indikator stres yaitu
kortisol prabedah (tabel 3) dan penilaian intensitas nyeri
dengan VASuntuk nyeri pascabedah seperti yang ditunjukkan
pada tabel 5 diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna
pada kelompok yang mendapatkan pendekatan spiritual dan
doa dibanding kelompok kontrol. Pada kelompok pendekatan
spiritual dan doa, stres prabedah lebih rendah, terbukti kortisol
pada kelompok ini lebih kecil secara bermakna dibanding
kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan
pendekatan spiritual dan doa dengan metoda seperti
dilaksanakan pada penelitian ini dapatmengurangi reaksi stres
prabedah.
Diketahui bahwa amigdala bertanggungjawab tentang
respons emosi terhadap nyeri. Pengendalian respons emosi
terjadi karena hubungannya dengan pusat kognitif, asosiasi
sensori maupun hipokampus. Bila pendekatan spiritual dan
doa menghasilkan memori positif, hipokampus akan
menyebabkan hambatan terhadap respons emosi amigdala
oleh neuron GABAergik. Diketahui terdapat banyak reseptor
benzodiazepine pada nukleus basolateral amigdala.3
Pendekatan spiritual dan doa membantu mekanisme
coping terhadap stres yaitu dengan modulasi kognitif dan
pada penelitian ini terbukti dapat menghilangkan kecemasan
dan reaksi stres prabedah, akan menyebabkan supresi sekresi
karboline endogen sehingga meningkatkan reseptor GABA.
Efek hambatan GABApada amigdala akan meredamrespons
emosi terhadap nyeri atau dengan kata lain menurunkan
intensitas nyeri. Sedangkan area PAG selain menerima
masukan dari amigdala juga menerima informasi dari korteks
frontal dan hipotalamus sehingga reaksi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh proses kognitif, pengalaman masa lalu dan
motivasi. Bila pendekatan spiritual dan doa dapat
menimbulkan motivasi positif, terjadi pelepasan opiat
endogen, yang ikatannya pada neuron PAG akan
menyebabkan hambatan transmisi rangsang nosiseptif
ditingkat medula spinalis atau descending inhibition.3
Pendekatan spiritual dan doa dapat menghilangkan
kecemasan,menimbulkanmotivasi., memperbaiki respon emosi
sehingga membangkitkan hambatan nyeri endogen. Ini dapat
dibuktikan dengan menurunnya intensitas nyeri. Hubungan
reaksi stres prabedah dan intensitas nyeri dengan penilaian
visual analog scale pascabedah dapat terlihat pada tabel 3
dan 5.
Pendekatan spiritual dan doa selain mengurangi reaksi
stres, juga menurunkan intensitas nyeri. Intensitas nyeri
berdasar data visual analog scale kelompok pendekatan spiritual
dan doa dan kelompok kontrol menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna (tabel 5). Jadi dapat disimpulkan
bahwa pendekatan spiritual dan doa dapat mengurangi reaksi
stres prabedah dan menurunkan intensitas nyeri pascabedah
sehingga merupakan preemptive cognitive analgesia.
Hasil analisis pascabedah menunjukkan bahwa kortisol
sebagai indikator stres pascabedah (tabel 3) dan intensitas
nyeri yang dinilai dengan VAS pascabedah (tabel 5) pada
kelompok pendekatan spiritual dan doa berbeda bermakna
dengan kelompok kontrol. Kadar kortisol plasma pada
kelompok pendekatan spiritual dan doa lebih rendah
dibanding dengan kelompok kontrol. Karena kortisol plasma
menunjukkan adanya stresor nyeri berarti pada kelompok yang
mendapatkan pendekatan spiritual dan doa reaksi stres nyeri
lebih kecil dibanding kelompok kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan spiritual dan
doa menyebabkan perubahan persepsi sehingga nyeri tidak
merupakan stresor. Kesimpulan ini memperkuat status
rangsang nyeri sebagai stresor psikis sebagaimana disebutkan
oleh Lazarus (1993).3
Vol. 34 No. 1 Januari - Maret 2006 J I Bedah Indones
5
Dari uraian hasil penelitian di atas dapat disimpulkan, dan
dari tabel 3 dapat dibuktikan bahwa pendekatan spiritual dan
doamengurangi reaksi stres. Ini ditunjukkan oleh peningkatan
kortisol pascabedah pada kelompok pendekatan spiritual dan
doa lebih kecil dibandingkan kontrol. Dengan demikian
pendekatan spiritual dan doa prabedah menurunkan sekresi
hormon kortisol.
Dari tabel 3 dan 5 dapat dibuktikan bahwa pada kelompok
pendekatan spiritual dan doa berkurangnya reaksi stres sejalan
dengan menurunnya intensitas nyeri dengan visual analog
scale pascabedah. Berarti berkurangnya stres disertai dengan
intensitas nyeri yang lebih rendah. Kenyataan tersebut
menguatkan kedudukan nyeri sebagai stresor psikis karena
dengan menetapkan bahwa kerusakan jaringan menimbulkan
intensitas rangsang yang sama, adanya perbedaan intensitas
nyeri tersebut disebabkan adanya perbedaan persepsi dan
respon emosi tentang nyeri. Dengan demikian pendekatan
spiritual dan doa prabedah menurunkan intensitas nyeri
pascabedah.
SIMPULAN
1. Pendekatan spiritual dan doa prabedah menurunkan
intensitas nyeri pascabedah.
2. Pendekatan spiritual dan doa prabedah menurunkan
kadar kortisol plasma sebagai respon terhadap stres.
DAFTARPUSTAKA
1. Burkit HG, Quick CRG, Gatt D, editors. Essential surgery :
problems, diagnosis and management. New York: Churchill
Livingstone; 1996.
2. Sterns EE. Clinical thinking in surgery. New Jersey : Appleton
and Lange; 1988.
3. Rehatta NM. Pengaruh pendekatan psikologis prabedah
terhadap toleransi nyeri dan respon ketahanan imunologik
pascabedah [disertation]. Surabaya : Universitas Airlangga;
1999.
4. Gyton AC. Texbook of medical physiology. 9th ed.
Philadelphia : WB Saunders Co; 1996.
5. Sholeh M. Pengaruh salat tahajjud terhadap peningkatan
perubahan respon ketahanan tubuh imunologik : suatu
pendekatan psikoneuroimunologi [disertation]. Surabaya :
Universitas Airlangga; 2000.
6. Bonica JJ. The management of pain. 2nd ed. London : Lea &
Febiger; 1990.
7. Sellers EM, Mount BM, BethuneGW, Chevalier IM, Emeads
JG, Machets RA, et al, editors. Cancer pain, a monograph on
the management of cancer pain. Canada : Minister of Supply
and Services; 1984.
8. White P. Pain measurement. In : Warfield CA, editor. Principles
and practice of pain management.New York : McGraw Hill Inc;
1993. p. 27 – 37.
9. Turk DC,Rudy TE, Boucek CD. Psychological aspects of pain.
In : Warfield CA, editor. Principles and practice of pain
management. New York : McGraw Hill Inc; 1993. p. 43 – 50.
Senin, 25 Mei 2009
Langganan:
Postingan (Atom)